“Padahal aku sama sekali enggak keberatan kalaupun harus pulang sendiri, Pak.” Shaka berdeham, sengaja berpura-pura batuk. Niat hati menegur Zivaa yang menurutnya melakukan kesalahan karena melanggar kesepakatan mereka. Pria itu lebih senang dipanggil ‘Mas’ daripada sebutan ‘Pak’ karena terkesan begitu menjelaskan jarak diantara mereka. “Kalau bisa berdua kenapa harus sendiri, Zivaa.” Shaka berujar dengan suara bariton yang lebih terdengar dingin nan berat ditelinga kaum hawa. “Memangnya Mas Shaka engga sibuk? Setahu aku jadwal Mas selalu penuh.” Zivaa mencuri pandang ke sosok di sebelahya, lirikan dengan ekor mata tidak merubah ketampanan yang dimiliki Arshaka. “Kamu diam-diam cari tahu tentang saya, ya?” goda pria berlesung pipi itu, sembari tersenyum tipis. “Kalau gitu saya kan jadi