Sampai di kamar kost-nya, Zivaa tidak langsung tidur. Setelah dia mandi dan berganti pakaian tidur, gadis muda itu membuka laptopnya dan mengerjakan sedikit pekerjaan kantornya.
Karena sudah sangat mengantuk, Zivaa tertidur di saat sedang mengetik. Dan dia terbangun karena bunyi alarm pada ponselnya. Seketika dia langsung terbangun meski matanya masih terasa berat untuk dibuka, Zivaa langsung merapihkan berkas pekerjaannya yang berantakan di lantai. Kemudian dia mandi dan bersiap dengan pakaian kerja yang formal dan make up tipis.
Betapa terkejutnya Zivaa ketika membuka pintu kamar kost-nya ternyata Shaka berdiri di depan pintu dengan tangan mengambang di udara hendak mengetuk pintu dan hampir mengenai keningnya.
Bukan hanya Zivaa, Shaka pun sama terkejutnya.
"Ma-maaf," ucapnya langsung menurunkan tangan dengan canggung.
"Pak Shaka," gumam Zivaa pelan.
"Hai, selamat pagi," salam sang dosen sembari mengulas senyum yang berhasil membuat Zivaa merona seketika.
"Selamat lagi juga, Anda kesini —"
"Mobil kamu 'kan masih di kampus, saya ke sini jemput kamu, saya antar ke kantor ya?" potong Shaka cepat.
Zivaa terdiam, dia tidak menyangka sang dosen sampai sejauh ini perhatiannya pada dirinya, padahal Zivaa bisa saja memesan taxi online. Tapi karena pria itu sudah ada di sini, Zivaa tidak bisa menolak lagi.
"Yuk." Ajakan Shaka menghenyakan Zivaa dari lamunannya.
"O-ohhh i-iya, sebentar," sahut Zivaa terbata karena dia masih shock dengan munculnya Shaka. Zivaa mengunci pintu kamar kost-nya kemudian dia berjalan berdampingan bersama Shaka.
Wajah Zivaa terlihat datar dia sesekali mengulas senyum tipis ketika berpapasan dengan penghuni kamar kost lainnya.
Shaka membuka pintu mobil untuk Zivaa, kemudian dia berputar dan masuk dari sisi lain.
"Kantor kamu dimana?" tanya Shaka sembari melajukan mobilnya keluar dari area kompleks perumahan besar di sana.
"Gak jauh dari sini," jawab Zivaa dengan menjeda kalimatnya beberapa saat. "Sebenarnya saya bisa pesan taxi online atau ojol, jadi tidak merepotkan Pak Shaka lagi," tambahnya.
Matanya yang fokus ke jalan menjadi teralihkan, dosen dengan aura hot itu menoleh menatap mahasiswinya yang saat ini sedang menatapnya hingga kedua mata mereka saling bertemu dan mengunci sesaat karena Shaka harus kembali menatap ke jalan atau mereka berdua bisa cekala jika dia lalai.
Shaka tertawa kecil. Sementara Zivaa mengulum senyumnya saat dia menatap sang dosen yang sedang tertawa membuat hatinya menghangat seketika. Wajah pria matang itu selalu berhasil membuat Zivaa terlena dan ingin terus menatapnya tanpa rasa bosan, entah apa yang menarik dari wajah yang sebenarnya terlihat playboy karena ketampanannya yang selalu di gandrungi banyak wanita.
Kenapa bisa Zivaa ikut seperti kebanyakan wanita itu? Tapi perasaan ini berbeda, kalau para mahasiswi kebanyakan karena ingin memanfaatkan Shaka agar mendongkrak nilai mereka tapi Zivaa tidak seperti itu. Dia benar-benar mengngagumi sosok Shaka-dosennya sendiri yang usianya bisa di katakan dua kali lipat dari dirinya.
"Kamu tuh lucu, bukannya senang di jemput!" singgung Shaka dengan tatapan fokus ke jalan.
Zivaa masih tersenyum tapi kali ini dia tersenyum simpul.
"Saya hanya tidak ingin merepotkan," sahut Zivaa.
"Saya tidak merasa direpotkan."
"Oh iya, bagaimana Pak Shaka tahu kamar saya? Tadi saat datang ...."
"Zivaa ... Zivaa ... masa kamu gak tau?"
Kepala mahasiswi tahap akhir itu menggeng dengan kening menyernyit.
"Banyak penghuni kost di sana sedang lalu lalang, saya tanya sama salah satunya dan dia langsung memberitahu saya dimana kamar kamu."
"Ohhh begitu," gumam Zivaa pelan dengan kepala mengangguk-angguk.
***
Sambil berbincang, Zivaa menjadi navigator jalan untuk Shaka.
Hingga akhirnya mobil Shaka sampai di sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi, gedung khusus perusahaan arsitektur milik swasta yang menangani pembangunan jalan dan gedung.
"Kamu kerja di sini?" tanya Shaka memastikan. Pasalnya dia tidak percaya kalau mahasiswinya bekerja di perusahaan sehebat ini.
"Iya, Kenapa, Pak?"
"Heum, kamu hebat," puji Shaka.
"Terima kasih," balas Zivaa.
Untuk beberapa saat keduanya malah terpaku saling tatap dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tin!
Bunyi klakson mobil di belakang membuat keduanya tersadar dan menoleh ke belakang.
Zivaa tersenyum, "Terima kasih karena sudah mengantar saya," ucapnya sebelum benar-benar keluar dari mobil sang dosen.
Shaka juga mengulas senyum.
"Sama-sama. Semangat ya," sahutnya.
Zivaa mengangguk, "Hati-hati di jalan." Tangannya melambai ketika mobil Shaka melaju pelan. Kenapa rasanya dia enggan berpisah dengan sosok itu?
"Astaga! Rapat," pekik Zivaa. Dia langsung masuk ke dalam lobby gedung perkantoran tersebut melewati pemeriksaan security yang sedikit ketat.
***
Pagi ini Shaka juga harus mendatangi sekolah miliknya yang dia bangun sejak lama. Sebagai pemilik dia tetap memantau perkembangan sekolahnya. Berpusat di Ibu Kota dan memiliki cabang di luar kota membuat Shaka sebenarnya tidak perlu lagi bekerja menjadi dosen di universitas tempatnya mengajar sekarang. Tapi jiwa mengajarnya meronta. Lagi pula awal dia merintis semua ini adalah dari penghasilannya menjadi dosen. Tidak ingin seperti kacang lupa akan kulitnya makadari itu Shaka masih mengajar di universitas swasta tersebut.
Tapi sebelumnya, Shaka mampir ke Universitas Swasta tempatnya mengajar terlebih dahulu karena teringat dengan mobil mahasiswinya dan berjanji akan memperbaikinya.
Kunci mobil Zivaa ada padanya, dengan begitu memudahkan Shaka untuk mengambil ban cadangan serta alat-alat perkakas bengkel.
Shaka menggulung lengan kemejanya hingga siku, kemudian dia mulai beraksi. Mengganti ban mobil bukan hal sulit baginya. Pria lebih mengerti soal perbengkelan bukan? Meski alat-alat lengkap di mobil Zivaa tapi gadis cantik itu tidak paham cara menggunakan semua alat tersebut.
"Selesai!" gumam Shaka sambil menatap ban yang sudah terpasang dengan baik di mobil sang mahasiswi. Kemudian dia merapihkan kembali ban yang kempes dan alat-alatnya ke dalam mobil Zivaa.
Tangan Shaka kotor dan dia hendak mencari tisu basah di dalam mobil Zivaa, dia yakin kalau wanita selalu membawa tisu basah kemanapun mereka pergi untuk menjaga kebersihan.
Shaka menemukan tisu basah milik Zivaa di dalam laci dasboard mobil. Pria itu mengambilnya beberapa lembar dan membersihkan tangannya.
Tidak bermaksud lancang, di dalam laci itu bukan hanya tisu basah yang Shaka temukan. Tapi di menemukan sebuah gantungan spion mobil berbentuk hati. Di sana terpasang foto Zivaa dengan seorang pemuda tampan, keduanya tengah tertawa lepas di foto itu.
Shaka mendengus tawa miris. Merutuki dirinya, betapa bodohnya dia yang tidak bertanya terlebih dahulu status mahasiswinya itu. Kenapa dia bertindak terlalu cepat dan mengambil kesimpulan kalau Zivaa adalah wanita yang tepat untuk dia jadikan istri. Terlebih dia sudah mengatakannya pada putranya.
Foto Zivaa dengan seorang pemuda membuka kembali mata Shaka kalau gadis itu tidak singel melainkan sudah memiliki pria lain.
Shaka kembali memasukan gantungan foto dan tisu basah ke dalam laci dasboard. Kemudian dia menghela napas panjang.