Jelita semakin terisak saat Oliver memeluknya dengan erat sambil membelai kepalanya. Sebuah hal sederhana bagi pasangan tapi dulu sangat sulit Jelita dapatkan. Bau tubuh laki-laki ini yang menyeruak dengan begitu harum, membuat Jelita kesulitan untuk berusaha melepaskan diri dari pelukan itu.
Jelita jadi serakah dan menginginkan pelukan hangat ini lebih lama. Lagi-lagi tembok tinggi yang dibangunnya hampir roboh karena perubahan sikap Oliver menajdi lebih lembut dan romantis.
"Kenapa hm? kamu nggak suka bunga pink atau kenapa? nggak suka dekornya? mau di ganti atau gimana?" tanya laki-laki itu lembut masih dengan memeluk Jelita erat. Keduanya sudah ada di salah satu ruangan di gedung itu yang tadi sengaja Oliver minta dari orang-orangnya agar Jelita lebih tenang. "Aku nggak akan marah kalau kamu memang mau rubah dekorasinya Ta. Kita masih punya waktu seminggu lebih jadi masih bisa. Bunga-bunga segar yang seharusnya di pasang juga belum ada kan? kalau kamu memang mau ganti warna, atau ganti dekor kamu bilang aja. Nanti biar sekalian aja semuanya di ganti sama bunga asli yang sesuai mau kamu." Oliver menambahkan karena Jelita malah semakin terisak.
"Aku suka bunganya, aku suka semuanya. Aku cuma ngerasa sedih aja karena ngelihat tempat pernikahan jadi membuat aku yakin sebentar lagi aku akan menikah. Aku cuma tiba-tiba ngerasa belum siap aja." Jawab Jelita sambil sesenggukkan.
"Ya sudah, kamu boleh nangis sepuasnya. Aku akan peluk kamu terus biar perasaan kamu lebih baik." Bisik Oliver lembut. Jelita tidak menjawab dan terus menangis. Pelukan Oliver bukannya membuat Jelita lebih baik tapi justru sebaliknya. Jelita jadi ingin menangis lebih lama karena keserakahannya mulai mendominasi. Rasanya Jelita ingin sekali memiliki pelukan hangat ini hanya untuk dirinya seorang.
Selama bermenit-menit dia menangis, Jelita berusaha sekuat tenaga untuk menyimpan perasaan hangat di peluk Oliver di dalam hatinya. Jelita ingin hatinya puas agar kedepannya tidak menginginkannya lagi. Tapi membuat hatinya puas atas sikap hangat Oliver terasa seperti sebuah kemustahilan. Karena Jelita baru saja sadar bahwa perasaanya ternyata masih sebesar itu.
"Terimakasih sudah memelukku kaya tadi." Ucap Jelita lirih sambil menunduk malu. Keduanya sudah ada di mobil setelah selesai memeriksa setiap sisi dari dekorasi gedung tempat mereka akan menikah nanti. Dekorasi yang sialnya sangat Jelita sukai sampai tidak ada satu detailpun yang ingin wanita itu ganti. Dan karena semua sesuai dengan keinginan Jelita, justru membuat wanita itu ketakutan sampai menangis seperti tadi. Tentu saja ada banyak alasan lain kenapa Jelita sampai menangis seperti tadi. Semua alasan berhubungan dengan laki-laki yang sangat ingin Jelita buang dari hatinya itu. Oliver Alexander, si Bule tampan calon suaminya.
"Kamu bisa memelukku kapanpun kamu mau. Aku senang kalau kamu mau bersandar sama aku." Balas Oliver sambil tersenyum. Kalimat yang terdengar tulus jika didengar orang lain. Tapi mengingat seberapa sulitnya Jelita hanya untuk memeluk laki-laki itu, perkataan Oliver tadi terdengar seperti omong kosong mamuakkan di telinga Jelita. Dan berhasil menjadi dorongan kuat untuk Jelita agar tidak goyah seperti tadi. Menyadarkannya bahwa masih belum ada yang berubah selama Bulan belum muncul dan mereka belum manikah. Sebab inti dari balas dendam ini adalah untuk menyelamatkannya dari pernikahan seperti di Neraka yang Oliver ciptakan.
Jelita kembali bisa berpikir jernih dan melupakan perasaanya yang tadi sempat meluap karena mendapatkan pelukan Oliver. "Jadi kita ke mana sekarang? aku nggak tahu alamat teman kamu." Oliver bertanya setelah melihat Jelita sudah tenang.
"Sekalipun sekarang belum waktunya makan siang, tapi bolehkah kalau kita makan dulu? aku lapar?" Ucap Jelita menerbitkan senyum Oliver.
"Kenapa kamu harus meminta ijin untuk hal-hal yang sudah pasti aku ijinkan Ta?" Balas laki-laki itu dengan tangan terulur mengusap lembut kepala Jelita. "Mau makan apa?" tanya laki-laki itu kemudian.
"Mau makan Angsa panggang." ucap Jelita lirih.
"Hah? mau makan apa tadi?" tanya Oliver heran. Takut dia salah dengar. Oliver adalah pecinta binatang, salah satu peliharaanya adalah angsa yang dia beri nama Angel. Dan setahu Oliver, Jelita juga penyuka hewan termasuk Angsa, flaminggo serta unggas-unggas lain. Karena itu Jelita bahkan tidak mau makan daging bebek. Tapi apa yang dia minta sekarang? Angsa panggang? Oliver tidak habis pikir.
Tapi Jelita memiliki alasan kenapa dia menginginkan makanan itu. Angsa panggang memang bukan makanan yang bisa dengan mudah ditemui seperti bebek atau ayam, tapi Jelita pernah melihatnya di salah satu saluran televisi tentang kuliner. Dan makanan itu adalah makanan yang sangat ingin Jelita makan saat dia hamil dan tidak kesampaian hingga meninggal dunia di kehidupan sebelumnya.
Jelita tahu kalau Oliver sangat mencintai hewan, apalagi angsa. Jelita juga tahu bahwa salah satu Angsa peliharaan Oliver yang diberi nama Angel adalah kesayangan laki-laki itu. Tapi, dulu Jelita sudah selalu mengalah, karena itu sekarang dia tidak mau peduli lagi dengan keberatan Oliver. Jika saat ini laki-laki itu tidak mau membelikan makanan yang tadi Jelita sebutkan, wanita itu berniat untuk membelinya sendiri.
Jelita ingin makan Angsa panggang sampai ingin menangis. Dia teringat masa-masa kehamilan di kehidupan sebelumnya. Saking inginnya makan masakan ini, Jelita sampai menyimpan banyak sekali foto makanan itu. Dan karena wanita itu merasa diberi kesempatan kedua untuk hidup, Jelita tidak ingin menyia-nyiakannya. Dia ingin makan Angsa Panggang saat ini juga.
"Aku bilang aku mau makan Angsa panggang. Di salah satu Resto dekat sini ada yang jual kok. Aku pengen banget sampai mau nangis, kalau kamu nggak mau beliin, aku akan pergi sendiri naik taksi ke sana." Ucap Jelita memperjelas. Ekspresi Oliver terlihat sangat aneh. Laki-laki itu seperti ingin menolak keinginan Jelita tapi tidak tega. Karena itu raut wajahnya terlihat frustasi dan tersiksa.
Tapi Jelita tidak pernah tahu bahwa rupanya ekspresi Oliver saat ini sangat bisa dinikmati. Ekspresi kesal karena tidak bisa mengutarakan pendapat dan penolakannya terlihat sangat frustasj. Seperti yang dulu sering Jelita rasakan karena laki-laki ini selalu seenaknya dan tidak mau dibantah.
"Rupanya balas dendam bisa terasa semanis ini." Jelita bergumam lirih sambil menunggu Oliver membukakan pintu mobilnya. Saat ini mereka berdua sudah sampai di parkiran Resto yang Jelita sebutkan.
Oliver akhirnya setuju untuk menuruti keinginan Jelita makan Angsa Panggang sekalipun sebenarnya laki-laki itu mati-matian ingin menolak. Ekspresi Jelita yang terlihat sangat menginginkannya hingga hampir menangis, mengalahkan ego Oliver. Laki-laki itu tidak sanggup untuk menolaknya. Dan perasaan kalah demi menjaga perasaan Jelita ini, membuat Oliver cukup terganggu.
"Mungkinkah perasaan kamu sekesal ini saat kamu harus menuruti semua yang aku inginkan?" pertanyaan ini tidak sengaja terlontar dari mulut Oliver dan membuat Jelita mengernyit.
"Benar, rasanya kesal kan? saat kamu tidak bisa menolak sesuatu?"Jelita menjawab dengan berani dan membuat Oliver tersenyum.
"Baiklah makan sesuka kamu asal bukan Angel yang kamu makan." Ucap laki-laki itu pasrah dengan ekspresi bergidik ngeri.
"Kita lihat saja nanti! mungkin Angel akan ada di kuali kalau kamu berani bermain-main dengan wanita lain. Jangan menangis saat itu terjadi karena kamu harus memakannya." Jelita meledek dengan kekehan geli. Menikmati ekspresi tidak nyaman Oliver yang ternyata cukup menyenangkan.
"Jangan bercanda bawa-bawa Angel Ta! aku mohon." Balas Oliver memelas. Semakin membuat Jelita tertawa lepas dengan begitu puas. Sebuah tawa yang membuat Oliver tersenyum karena sangat indah. Tapi detik berikutnya senyum Oliver langsung pudar dan berganti dengan ekspresi ingin muntah. Wajahnya memerah dan mual luar biasa saat pesanan Jelita datang dan terhidang di hadapan mereka. Oliver langsung mengingat Angel, Angsa kesayangannya saat melihat daging panggang itu terhidang dengan indah di meja. Oliver tidak akan sanggup jika Angel bernasib sama seperti Angsa yang akan di makan Jelita itu.
"Aku ke kamar mandi, kamu makan aja." Ucap laki-laki itu sambil memegangi mulutnya.
"Tapi aku mau ditemani makan mas, kamu juga makan! masa aku makan sendirian sih." Jelita sengaja protes agar Oliver semakin menderita. Ini mungkin menyebalkan, tapi Oliver yang dulu jauh lebih menyebalkan. Karena itu penderitaan Oliver saat ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkaa dengan yang sudah Jelita rasakan.
"Aduh Ta, aku nggak tahan. Aku ke kamar mandi dulu." Balas Oliver lalu berlari menuju kamar mandi. Jelita tersenyum tipis melihat punggung laki-laki itu menghilang di belokan menuju Kamar Mandi. Teringat kembali momen saat Jelita sedang mabok-maboknya karena hamil. Jelita sangat ingin di peluk Oliver karena hanya wangi tubuh laki-laki itu yang mampu mengurangi mual yang Jelita rasakan. Tapi Oliver tidak peduli dan selalu mengusirnya dengan dingin saat Jelita mendekat.
Mungkin ekspresi tidak tahan yang tadi terlihat dari Oliver adalah ekspresi yang dulu Oliver lihat dari Jelita.
"Sayang sekali hanya aku yang tahu masa depan." Jelita bergumam sambil memandangi Angsa Panggang di hadapannya. Lalu sebutir air mata jatuh saat wanita itu merasakan suapan pertama dari makanan yang dulu sangat ingin dia makan itu. Rasa gurih yang menguar di lidah Jelita membuatnya semakin ingin menangis. Seharusnya perasaan nikmat ini bisa Jelita nikmati dulu, sehingga anaknya yang dia pertahankan mati-matian bisa ikut menikmati makan lezat itu. Jelitamerasa bersalah karena menikmatinya sendirian. Di dalam hati dia mengutuki Oliver di kehidupam sebelumnya yang tidak sekalipun memberikan kasih sayang pada calon anak mereka.
"Padahal anak kita nggak salah apa-apa." Gumam wanita itu lagi sambil menahan sesak di dadanya.
***
Oliver terlihat pucat setelah mereka kembali ke mobil. Jelita yang ingin ditemani makan, membuat Oliver terpaksa harus melihat dan mendengar suara Jelita memakan hewan yang di sukai laki-laki itu.
Sejujurnya lama-lama Jelita tidak tega melihat Oliver tampak menderita. Tapi jika mengingat penderitaan yang Jelita dan anaknya alami, penderitaan Oliver kali ini tidak ada apa-apanya. Hanya saja Jelita tetap merasa tidak enak melihat Oliver seperti sekarang. Karena itu dia membukakan air mineral kemudian menyodorkannya pada Oliver.
"Maaf." Ucap Jelita pelan. "Maaf karena aku tidak bisa sejahat kamu dulu." Wanita itu melanjutkannya di dalam hati.
Jelita tidak sanggup untuk cuek sampai akhir melihat Oliver tampak tersiksa, karena itu dia meminta maaf. Tapi di kehidupan sebelumnya, sekalipun Oliver melihat Jelita menderita, laki-laki itu tidak pernah mengucapkan kata maaf. Kata itu baru terucap dari bibir Oliver ketika Jelita sudah nyaris meregang nyawa.
"Mau nyari makan lain nggak? kamu kan tadi nggak makan apapun?" tanya Jelita lagi. Oliver kemudian tersenyum dan menyandarkan kepalanya di pundak Jelita. Membuat Jelita yang sedang menghadap ke arah Oliver bisa langsung mencium aroma dari rambut laki-laki itu. Jelita langsung mematung sambil merasakan debaran menggila di dadanya. Mulutnya bisa berkata benci, tapi hatinya masih tidak bisa di bohongi. Nyatanya Oliver memang masih sespesial itu sampai mampu membuat debaran jantung Jelita menggila hanya karena aroma rambut laki-laki itu.
"Tolong biarkan seperti ini sebentar saja, aku butuh vitamin kamu buat memperbaiki perasaanku." Ucap Oliver pelan dengan suara sedikit serak. Pikiran Jelita jadi kemana-mana mendengar suara seksi yang biasanya hanya terdengar dari Oliver ketika mereka sedang berhubungan intim.
"Iya, bersandarlah sesuka hati kamu."Balas wanita itu gugup. Tanganya memegangi leher laki-laki itu agar Oliver tetap bersandar. Jelita belum siap Oliver melihat wajahnya yang memerah, karena itu lebih baik jika Oliver menyandarkan kepala di pundaknya lebih lama.
"Kamu wangi banget Ta, tapi kenapa sih wanita yang wangi dan cantik ini suka makan Angsa?" gerutunya. Jelita tidak bisa menahan senyuman.
"Angsa ternyata enak sekali. AKu menyesal karena baru memakannya sekarang. Dan terimakasih sudah membelikannya untukku sekalipun kamu tidak suka." Ucap Jelita tulus. "Dulu, ada seorang teman yang sedang hamil dan ingin makan Angsa Panggang. Tapi hingga dia meninggal, suaminya tidak mau membelikannya. Aku memakan makanan itu dengan harapan arwah temanku bisa tenang disana." Jelita melanjutkan sambil tersenyum getir.
"Jahat sekali suami teman kamu itu." Oliver berucap lirih.
"Benar! Dia memang jahat. Karena itu dia pantas mendapatkan hukuman di Neraka." Bisik Jelita membalas. Oliver tidak lagi menanggapi dan tidak lagi berbicara. Selama kurang lebih tiga puluh menit, laki-laki itu hanya menikmati aroma Jelita sambil berusaha memperbaiki perasaanya yang jadi berantakan gara-gara Angsa Panggang.
***