When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Sudah hampir satu jam mereka menunggu kedatangan dokter pribadi yang tak kunjung terlihat. Sepasang suami istri itu kini sibuk dengan pikirannya masing-masing, bingung untuk mengungkapkan dengan kata-kata apa yang sudah terjadi belakangan ini. Memang, kejadian demi kejadian belakangan ini adalah ulah mereka tapi tak menyangka jika anaknya yang akan jadi korban. Setelah menunggu lama, akhirnya Bibi datang dengan Dokter Hendrik, Dokter pribadi keluarga Iyan. Dokter Hendrik dan Iyan berjabat tangan, lalu beliau langsung memeriksa keadaan Lena. "Sejak kapan Lena seperti ini, Iyan?" tanya beliau yang ternyata adalah sahabat Iyan. "Aku tak tahu pastinya, tapi pagi ini saat Bibi datang ke kamarnya keadaan Lena sudah seperti itu." "Baik, aku ambil sampel darahnya dulu. Agak membingungkan keada