Sementara itu Narendra yang masih bersama dengan Bonita belum menyadari jika Dinara sudah meninggalkan restoran ini, fokus pria itu masih kepada sang tunangan yang merengek-rengek tidak jelas.
Untung saja Bonita menggunakan make up waterproof sehingga air matanya tidak dapat menghapus kosmetik mahal itu. Jika tidak, penampilannya akan terlihat mengerikan karena kosmetiknya luntur.
Rasa kesal sudah berada di ujung kepala Narendra, tapi dia berusaha untuk menahan agar tidak melayangkan tangan kepada wanita itu karena bagaimanapun juga Narendra terlahir dari rahim seorang perempuan.
"Rendra, masa demi hal yang sepele seperti ini kita bertengkar?" ucap Bonita dengan suara dibuat memelas mungkin.
Dahi Narendra mengerut saat menyadari jika ada sesuatu hal yang dia lupakan tapi apa? Pikirnya dalam hati.
Saat memindai keadaan sekitar restoran ini barulah Narendra
menyadari jika wanita yang tadi bersamanya sudah tidak berada di dalam restoran.
''Sial! Ke mana dia pergi? Bisa-bisanya wanita itu tidak meminta izin kepadaku," umpat Narendra sembari melepaskan pelukan Bonita yang cukup erat.
Tentu saja wanita itu merasa terkejut karena tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh sang tunangan, tetapi mendengar jika Narendra membawa-bawa mengenai seorang wanita membuat hatinya semakin kesal.
Bisa-bisanya Narendra lebih mementingkan wanita lain daripada dirinya yang notabenenya adalah tunangan pria itu. Dengkusan nafas kasar berulang kali Bonita lakukan untuk meredakan rasa amarah yang bergelayut di dalam d**a.
"Rendra apa kamu tega meninggalkan aku, padahal aku masih kangen sama kamu?" tanya Bonita yang masih memeluk Narendra dengan suara manjanya.
Narendra hanya berbalik sembari melepaskan pelukan itu, bagaimanapun caranya dia harus menekankan kepada Bonita jika dia tidak ingin urusan pribadinya terlalu dicampuri.
Mereka belum menikah baru sebatas bertunangan, jadi wajar saja menurut Narendra jika dia tidak ingin Bonita terlalu ikut campur dan mengganggu ketenangan hidupnya.
"Kamu tadi pergi ke tempat ini 'kan bukan bersama aku," kata Narendra yang membuat Bonita seketika terdiam.
Benar apa yang dikatakan pria itu, dia tidak pergi bersama Narendra ke tempat ini. Tapi bukankah secara logika, pria itu harus mengantarkannya pulang dengan statusnya sebagai tunangan Bonita.
"Ta-tapi ..."
Belum sempat Bonita menyelesaikan kalimatnya Narendra mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan 5 lembar uang pecahan Rp 100.000 ke tangan Bonita.
"Apa ini cukup untuk ongkos pulang?" tanya Narendra dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Siapa wanita yang tidak suka jika diberi uang? Begitu juga dengan Bonita, wanita itu segera menerima uang yang diberikan oleh sang tunangan. Tak lupa dia juga langsung mengecup pipi kiri pria itu yang hanya bergeming.
"Aku pulang dulu," ucap Narendra lalu meninggalkan Bonita seorang diri yang hanya dapat menatap lirih punggung pria itu.
Tapi itu tak berlangsung lama karena dia tidak ingin semakin menjadi bulan-bulanan dari pengunjung restoran ini. Suara riuh dari ibu-ibu yang bermulut tajam semakin menyadarkan dirinya.
Setidaknya Bonita harus menunjukkan ketenangan diri meskipun ditinggalkan begitu saja oleh pria yang yang berstatus sebagai tunangannya itu.
Akan tetapi di dalam hatinya, Bonita menyumpahi Dinara dan semakin bertekad untuk membuat hidup wanita itu semakin menderita karena berani mengusik dirinya.
***
Sementara itu beralih kepada Narendra yang kebingungan mencari Dinara pada hari sudah beranjak gelap ini. Azan maghrib bahkan sudah berkumandang sejak beberapa menit yang lalu.
Pria itu semakin resah memikirkan apakah Dinara sudah pulang ke rumah ataukah masih berkeliaran di jalan. Jika ditanya mungkinkah Narendra memiliki belas kasihan kepada Dinara? Maka jawabannya adalah tidak, pria itu tidak ingin terjadi apa-apa dengan tubuh yang menjadi miliknya itu.
4 tahun yang lalu saat Anthony sadar dari mabuknya, pria tua itu langsung mencari Narendra untuk melabrak pria muda itu. Bahkan Anthony menuding jika Narendra telah membawa kabur perempuan yang telah Anthony bayar mahal.
Tentunya dengan sikap yang tenang, Narendra balik menantang Anthony untuk membuktikan apakah memang dirinya yang membawa Dinara kabur dari cengkraman kolega bisnis ayahnya itu. Sebuah sikap yang entah itu berani atau nekat, hanya Narendra sendiri yang tahu.
Tak berhenti sampai di situ saja, Anthony bahkan membawa Anwar saat melabrak Narendra. Pria itu menyunggingkan senyum sinis saat melihat paman dari Dinara itu mengalami babak belur di sekujur tubuhnya.
Sudah dapat ditebak jika Anthony melampiaskan kemarahannya pada pria pemabuk dan penjudi itu karena kesal tidak dapat menikmati tubuh menggiurkan sang keponakan.
"Sekarang kau memang bisa lolos, Anak muda. Tapi ingat, jika suatu saat aku tahu kalau kau yang memang terlibat dalam kaburnya perempuan itu. Aku takkan segan memberimu pelajaran." Ancam Anthony kala itu.
Suara klakson yang keras memecah lamunan Narendra dan membuat pria itu segera melajukan mobilnya, terlalu asik melamun membuatnya tidak sadar Jika lampu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau.
'Dasar lamunan sialan!' Maki Narendra di dalam hati.
Pria itu terus melajukan mobilnya di jalanan yang semakin dipenuhi oleh cahaya lampu dari jalan tol yang berada di atasnya. Langit juga sudah menampakan rembulan yang berbentuk bulan sabit.
Hampir saja Narendra ingin menyerah dalam pencariannya, akan tetapi saat dia tak sengaja melihat di salah satu halte TransJakarta pria itu melihat sesosok yang dari tadi sedang dia cari.
Tanpa memperdulikan jalanan yang masih macet pria itu keluar dari mobilnya dan langsung menarik tangan Dinara untuk ikut dengannya.
Tentu saja tindakan gila yang dilakukan oleh narendra menuai banyak kecaman dari para pengguna jalan yang merasa terganggu.
Kemacetan pun tak dapat dihindari, makian serta umpatan silih berganti menerpa Narendra yang hanya menanggapinya dengan diam.
Dinara hanya dapat menghela nafas kasar karena ulah arogan yang diperlihatkan oleh sang atasan. Kalau tahu akan seperti ini jadinya, seharusnya dia tetap tinggal di restoran itu.
"Hei Anak muda! Kalau mau pacaran jangan di sini! Lo buta, ya? Kagak lihat apa kalau jalanan semakin macet karena ulahmu yang sembarangan memarkirkan mobil."
Tak tanggung-tanggung, salah seorang pria berusia 50 tahun langsung memaki Narendra. Bahkan telunjuknya pun mengacung ke arah pria yang hanya menampilkan reaksi diam.
Jujur saja Dinara tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Narendra, sebab dia saja baru bersama dengan pria itu selama dua hari. Itupun sebagian besar waktu keduanya dihabiskan dengan bekerja. Jadi komunikasi keduanya pun hanya seputar urusan pekerjaan saja.
"Benar-benar anak muda yang tidak tahu sopan santun. Diajak bicara bukannya menjawab malah hanya diam saja!" Makian dari pria itu kembali terucap namun Narendra hanya menanggapinya dengan diam.
Dinara tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk keluar dari situasi yang mulai tidak mengenakkan ini, apalagi dia melihat beberapa orang mulai mengarahkan ponselnya ke arah mereka bertiga.
Sudah pasti orang-orang itu sedang melakukan siaran langsung dan mempostingnya ke akun media sosial dan memberi tajuk jika Narendra adalah seorang pria yang sombong.
"Pak ... mungkin lebih baik Bapak harus minta maaf agar kita bisa segera pergi dari tempat ini," bisik Dinara tepat pada telinga Narendra.
Namun Narendra hanya terdiam dan tak lama sorot matanya menjadi tajam. Dinara yang melihatnya langsung meneguk salivanya dengan susah payah. Sudah bisa dipastikan jika Narendra akan melakukan sesuatu hal yang gila di tempat ini.
Bahkan pria yang tadi mengumpati dan memaki Narendra otomatis terdiam. Raut wajahnya pun mendadak menjadi tegang saat melihat tatapan anak muda yang di depannya mulai terlihat mengerikan dalam pandangan matanya.
"Jadi Bapak mau minta berapa?" Pertanyaan Narendra tentu saja mengejutkan semua orang termasuk Dinara.
Apa maksud dari pria itu bertanya seperti itu
"Saya ulangi jadi bapak mau minta berapa?" tanya Narendra untuk kedua kalinya.
"Anak muda ini sombong sekali," ucap si pria setelah mengumpulkan keberaniannya.
Kalau begitu saya anggap Bapak meminta sejumlah ini kata Narendra yang mengeluarkan uang sebesar Rp 2.000.000,- dari dompet kulit hitam Gucci-nya itu.
Semua orang yang berada di tempat itu hanya bisa menganga saat melihatnya, di dalam pikiran mereka masing-masing berkata sangat wajar jika pria itu bersikap arogan karena memang dari kalangan konglomerat.
Melihat itu lagi-lagi Dinara hanya dapat pasrah akan apa yang dilakukan Narendra kepada dirinya.