Rencana Busuk

1415 Words
Elo menghitung waktu, hatinya mulai panas dan kesal karena sebentar lagi akan habis masa untuk tubuh molek milik Kalila, menari gelisah. Sementara Rania, masih tampak meliuk resah di sampingnya. Rasanya, Elo sangat ingin mencekik perempuan lumpuh ini agar segera terlelap. Tetapi ia selalu menahan diri, demi tujuan utamanya. Sadar akan kesulitannya untuk bergerak, Elo memutuskan untuk mengusap punggung Rania agar perempuan ini merasakan kenyamanan. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan, karena paksaan tak mungkin dilayangkan. "Sayang, makasih ya," ucap Rania penuh senyum dan rasa syukur yang dalam. Sebab, laki-laki yang satu ini terkesan begitu menyayangi dan mencintai dirinya. "Tidak masalah, tidurlah!" bisik Elo seolah ia adalah pujangga cinta milik Rania yang sebenarnya. "Emmmh ... tapi." Rania memperlihatkan gelagat ingin disentuh. "Aku ... ." Elo mengencangkan rahangnya untuk menahan amarah dan rasa kesal akibat ulah Rania yang manja. "Malam besok aja ya? Kamu harus benar-benar berenergi esok hari." Elo terus menolak dengan cara yang manis. Malam ini, yang sangat ia inginkan adalah Kalila, bukan Rania. "Iya, baiklah," jawab Rania yang tak pernah berani memaksakan kehendaknya, sembari kian mengeratkan pelukannya. "Love you." "Emh, I Love you too," jawab Elo jelas terdengar di telinga Rania. 'Kalila.' Sambung Elo tanpa suara. Ini adalah caranya mengatakan cinta di setiap malamnya. Setelah 30 menit melewati waktu, Rania pun tidak lagi bergerak gelisah. Tampaknya, ia benar-benar sudah terlelap. Tanpa membuang-buang banyak kesempatan, Elo bergerak cepat ke arah kamar kakak iparnya, untuk menikmati daging segar incarannya. Sebelumnya, Elo tidak lupa untuk memastikan keadaan Kalila dari layar monitor. Merasa masih memenangkan situasi, laki-laki bertubuh atletis itu pun menutup laptop miliknya hingga sejajar dan merekat dengan bagian bawahnya. Kemudian, ia langsung bergegas untuk melakukan pemburuan. Sementara Kalila yang masih belum sadar bahwa keadaan ini adalah hasil ciptaan adik iparnya, tidak memiliki pikiran buruk terhadap apa pun. Pasalnya, selama ini Kalila juga kerap kali dihantui rasa dan keinginan untuk bercinta. Dia memang perempuan yang sensitif dan mudah membara terhadap sentuhan ataupun situasi yang menyiksanya di dalam kerinduan. Hati perempuan pemilik lesung pipi itu gamang. Ia merasa, halusinasi mulai menginjak isi kepalanya. Ditambah lagi dengan rasa kantuk yang memburu dan menghempas kesadarannya. Hingga telinganya yang peka terhadap apa saja, menjadi kehilangan fungsi kendalinya. Suara kunci pintu yang berusaha diterobos berbunyi tipis. Sayangnya Kalila tidak mendengar sinyal tersebut. Tetapi, kali ini ia masih beruntung karena tidak mencabut kunci asli yang berada di belakang kamarnya. Tidak ingin menyerah, Elo memutuskan untuk mencungkil jendela besar yang sudah ia pelajari seluk beluknya. Inilah alasan lain, mengapa ia menonaktifkan banyak asisten rumah tangga, termasuk petugas keamanan di rumah ini, hingga menyisakan satu orang saja untuk berjaga di gerbang depan. Semua karena Elo sudah memikirkan berbagai kemungkinan yang berada di depan mata. Suara derik tipis terdengar berulang di sisi luar jendela kamar Kalila. Tidak ada satu pun yang menyadari hal ini karena kamar tersebut dikelilingi oleh tembok dan pagar tinggi. Sementara petugas keamanan hanya berjaga-jaga di sekitar pos utama karena sudah diatur oleh Elo. Setelah lebih dari lima menit, Elo mendapatkan buah manis atas upayanya. Kali ini ia berhasil masuk ke dalam kamar tidur Kalila. Ketika kedua kakinya menapaki lantai berwarna putih dengan corak merah muda, jantung Elo berdebar kencang. Seumur hidup, baru kali ini ia merasakan buah jantung itu seperti akan terlepas dari tangkainya. Benar-benar debaran yang hebat dan ia sangat menikmatinya. Sambil meremas kancing baju pada urutan satu hingga tiga Elo melangkah lamban untuk mendekati Kalila yang sudah tidak bisa lagi membuka kedua matanya. Di atas sebuah ranjang yang sudah dihiasi alas bermotif bunga beraneka warna, Elo melihat Kalila seperti seorang bidadari. Kecantikan itu tetap bersinar, meskipun lampu utama kamar dipadamkan. Apalagi ketika melihat liukan manja dari tubuh indah yang hanya dibalut dengan lingerie tipis berwarna merah muda yang sangga oleh tali seukuran spaghetti. Tanpa perlu pemanasan ataupun sentuhan tambahan, Elo sudah meroket. Ia tidak bisa menahan diri dari getaran hebat di sekujur tubuhnya. Seperti semut yang telah menemukan gula, Elo mendekati Kalila dengan tatapan agresifnya. Buah dadaa milik Kalila yang busung, tampak terekspos sempurna. Elo pun semakin bergetar hatinya. Setelah membuka baju sendiri, laki-laki berkulit putih itu, langsung menyentuh ujung jari kaki Kalila dan melumatnya. Sontak, sentuhan tersebut membuat wanita pemilik lesung pipi ini mendesah manja. Sayangnya, Kalila kasih berpikir bahwa itu adalah halusinasinya sendiri. Lidah hangat milik Elo mulai menguasai paha putih nan mulus milik Kalila. Tiba-tiba saja, suara petir menggelegar dan kilat menyerang. Semua itu berhasil menyadarkan perempuan cantik tersebut tentang kondisi kamarnya yang terbuka. Apalagi, kain gorden berwarna biru tua itu tersingkap. Namun sayang, Kalila tidak sempat melihat wajah Elo karena ia langsung turun dari ranjang dan bersembunyi di bawahnya. Semua karena sulit dan beratnya wanita cantik tersebut, ketika ingin membuka mata. 'Sial!' Elo marah pada situasi, sembari menggenggam kedua tangannya. Detik ini, ia terselubung di bawah kasur dan ditutupi dengan renda bad cover milik Kalila yang menyapu lantai. "Astaga, jendelanya," ujar Kalila sambil menggapai selimut tebal miliknya dan menutup tubuh molek itu. Kalila melangkah tertatih-tatih menuju ujung jendela kamarnya. Saat ini, Elo berharap bahwa Kalila akan segera kembali ke atas ranjang dan melanjutkan kegelisahannya. Namun, sesuatu di luar dugaan terjadi. Seorang satpam yang bertugas dan bekerja sudah sangat lama di rumah mewah ini, mengetuk pintu dan memanggil nama Kalila berulang kali. "Non, Non Kalila!" "Pak Adi?" Kalila mampu mendengar suara kencang dari luar kamarnya dengan baik. "Paaak!" pekiknya dengan tubuh yang bergetar hebat. Sontak, ada rasa takut di dalam hatinya dan Kalila memutuskan untuk keluar dari dalam kamar untuk menemui satpam yang sudah mengenalnya sejak masih kanak-kanak. Gemuruh kembali menyambar dan itu membuat Kalila semakin ketakutan. Ia pun langsung menutup kedua telinga, dan kembali mengintip ke arah jendela kamar dengan ekor matanya. Sebenarnya, tanpa ia ketahui. Suara mengerikan itulah yang telah menyelamatkan kehormatannya. Namun Kalila hanya memikirkan ketakutan di setiap suara besar yang dikeluarkan oleh langit tersebut. Sampai-sampai, Kalila lupa bahwa petir terjadi, saat bumi dan langit ingin menyamakan persepsi mereka. Malam ini, pendapat keduanya adalah ingin menyelamatkan wanita yang telah di porak-poranda hidupnya. Sebab dunia tahu, Kalila hanya ingin bahagia, tetapi manusia lain membuatnya semakin terluka. Pintu dibuka, mata Kalila pun tampak basah. "Pak, temani Kalila!" "Iya, Non. Iya," jawabnya seperti seorang ayah kepada putrinya. "Non mau di mana?" "Di sini saja, Pak! Kamar Lila" pintanya dengan suara yang bergetar. "Ya sudah kalau Non maunya di kamar aja. Bapak nungging di depan pintu sini. Pintunya, biar dibuka aja ya!" "Tapi-tapi, tadi ada tembakan di luar, Pak," ujar Kalila yang trauma akan suara letusan. Baik itu petasan, maupun petir. "Nggak ada apa-apa, Non. Itu bukan suara senjata api, cuma gledek." Pak Ade berusaha untuk menenangkan karena ia tahu, bagaimana nona yang satu ini trauma. "Lila takut, Pak," kata wanita yang cantik dan mandiri ini. Pak Adi tertegun. Ia kembali mendengar suara manja dari panggilan Lila yang hanya berlaku ketika ia masih kecil, hingga sebelum trauma hebat itu terjadi. Sebab, sejak Kalila kehilangan orang yang dicintai, ia tidak lagi menyebut dirinya dengan nama Lila. Tiba-tiba saja, pak Ade seperti melihat wajah Kalila saat ia masih kecil dulu. Sontak, laki-laki baya ini memegang kepala Kalila dan mengusapnya. "Nggak ada apa-apa, Bapak janji." Pak Adi berusaha menahan kesedihan mendalam di lubuk hatinya. Kalila mengangguk berulang, dengan bibir yang masih bergetar kecil dan cepat. Tak lama, terdengar suara tarikan air hidung yang kuat. Rupanya, bulir-bulir air mata Kalila menetes karena ia begitu ketakutan. "Jangan nangis ya, Non! Bapak jadi ikutan sedih ini," katanya yang tampak tersesak. "Iya, Pak," jawab Kalila patuh, seperti masih kecil dulu. "Ya sudah, Non tidur ya! Pokoknya, Bapak tungguin sampai pagi," kata pak Adi dengan mata yang berkaca-kaca. "Nggak usah mikirin yang lainnya!" saran laki-laki yang sudah menjadi sopir, pengawal pribadi, serta orang yang paling dekat dengan Kalila selama ini. "Iya. Makasih ya, Pak." "Jangan gitu! Sebenarnya, Bapak juga kangen sekali sama Non, sudah sejak lama. Dulu, Bapak kan sering banget nemani Non Lila bobok siang, dan juga malam. Ya... sambil nungguin tuan dan nyonya besar pulang dari lembur." Sambil mengenang masa lalu, pak Adi membantu Kalila untuk kembali berbaring di atas ranjangnya. "Masya Allah, Non," gumamnya bersama setetes air mata. "Tidurlah! Bapak di sana, di kursi." Kalila mengangguk bersama senyum. Ia pun segera menyeka rintik air mata dan tersenyum. 'Sialan satpam itu. Gara-gara dia, aku gagal malam ini. Besok, dia harus segera disingkirkan! Sebelum papa dan mama kembali. Agh ... semuanya akan sulit jika ada mereka berdua.' Ujar Elo di dalam hatinya. Bersambung. Bagaimana kelanjutannya, apakah Kalila akan kembali selamat dimalam selanjutnya? Dan apakah Ken akan terus mencari Kalila. Ikuti terus ceritanya ya! Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku, makasih...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD