Death and Change
Seorang pria dengan alat bantu napas terbaring lemah di atas ranjang yang berada di mansion. Dia menatap sendu ke arah putranya.
"Nak," panggil Arnold.
"Iya, Pa. Apa ada yang Papa inginkan?" tanya Reynold.
"Tidak ada. Papa ingin memberi tahu kamu sesuatu," jawab Arnold.
"Papa harus istirahat, jangan terlalu banyak berpikir, aku baik baik saja. Papa pasti bisa sembuh, aku cuma punya Papa sekarang," kata Reynold dengan mata berkaca-kaca.
Reynold berusaha menahan air matanya. Dia tidak sanggup menahan kesedihan yang menghantam dia akhir-akhir ini.
"Papa mau berpesan sama kamu kalau kamu harus bangkit dan lupakan masa lalu. Lihat dirimu yang sekarang, lebih baik dibanding dulu. Culun dan penakut. Mama kamu akan bangga di atas sana. Papa pun pasti juga, tapi misi kamu masih ada setelah ini," kata Arnold.
"Papa bisa aja. Aku berubah juga karena perempuan yang sudah membuat hati aku hancur, Pa, tapi aku masih sangat mencintainya," balas Reynold.
"Papa tahu soal itu. Kalau kamu ingin kembali padanya, kamu harus mengajarkan dia bagaimana kehidupan yang kamu alami selama ini. Papa sangat yakin kamu bisa mengurus semuanya, termasuk mengurus perusahaan keluarga kita. Ingat, jangan mudah percaya pada orang lain," kata Arnold terengah-engah.
Suara monitor mulai berbunyi. Tubuh Arnold mendadak mengalami kejang-kejang.
"Papa, ada apa? Bicara sama Reynold. Dokter!" teriak Reynold.
Reynold terus memanggil dokter yang dipekerjakan di mansionnya. Tidak lama dokter dan suster masuk. Mereka langsung memeriksa keadaan tuan besar rumah itu. Reynold menatap nanar ke arah monitor yang menunjukkan detak jantung papanya semakin lemah hingga garis itu bergerak lurus.
Dokter menggunakan alat pacu agar jantung Arnold berdetak kembali. Semua sudah berusaha keras hingga tidak ada lagi harapan. Arnold beristirahat untuk selama-lamanya.
"Maaf, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin," kata James.
"Iya-iya, aku tahu kalian sudah berusaha. Memang semua orang ingin meninggalkan aku. Bahkan mamaku sudah duluan pergi dari dunia ini," balas Reynold dengan nada putus asa.
"Tuan harus bisa menerima kenyataan ini agar tuan besar bisa tenang," kata James.
Reynold terdiam tidak menjawab. Dia mendekati menuju papanya lalu menutup wajah pria paruh baya iru dengan selimut.
Nick yang merupakan orang kepercayaan sekaligus asisten Reynold meminta para pelayan bersama dokter membereskan alat-alat medis. Dia menghampiri tuannya.
"Maaf, Tuan Reynold. Tuan besar mau disemayamkan di mana?" tanya Nick.
"Hari ini, langsung di rumah duka. Suruh semua keluarga dan kolega bersiap. Papaku akan langsung dibawa ke rumah duka dan akan segera dimakamkan di samping makam mamaku," jawab Reynold dengan nada suara bergetar. Dia benar-benar tidak menyangka semua terjadi dengan cepat.
"Baik, Tuan. Sesuai perintah," balas Nick.
"Oh iya, Nick," panggil Reynold lagi.
Nick berhenti melangkah. Dia menoleh ke arah Reynold.
"Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Nick.
"Nanti sekalian kumpulkan para investor perusahaan di rumah duka. Aku akan segera menggantikan posisi papa. Aku akan mengumumkan semuanya. Termasuk keluarga yang lain juga, suruh mereka berkumpul," jawab Reynold.
"Baik, Tuan," balas Nick.
Nick sebelum keluar menatap wajah Reynold yang datar dan dingin, berbeda dari biasanya. Dia tahu apa yang dialami Reynold membuat perubahan yang besar pada sifat dan sikap Reynold.
***
Semua bersiap untuk acara kedukaan. Ambulans datang membawa tubuh Arnold yang sudah terbujur kaku ke rumah duka untuk dimandikan dan dipersiapkan ke dalam peti. Reynold bersama Nick masuk ke dalam mobil setelah sudah siap. Beberapa pengawal mengikuti dari belakang. Iringan suara ambulans dan didampingi sirene mobil serta motor polisi menuju rumah duka mulai terdengar. Semua siaran televisi dan radio menyiarkan ucapan duka untuk keluarga Stein.
Reynold selama di dalam mobil berbicara pada Nick mengenai semua usaha papanya yang akan dia urus. Dia juga membutuhkan bantuan untuk semua hal itu.
"Cari tahu mengenai keberadaan mantan istriku, jangan lupa semua informasi tentang dia juga. Aku tidak akan membiarkan dia hidup tenang di luar sana. Aku akan memberi pelajaran pada wanita itu," kata Reynold.
"Baik, Tuan," balas Reynold.
"Aku tahu dia dulu kesal dengan papaku karena bertanya soal cucu terus, tapi ternyata memang dia yang tidak mau memiliki anak. Aku menemukan obat pencegah kehamilan sehari setelah perceraian dan dia pergi meninggalkan aku. Benar-benar wanita yang tidak tahu diri. Aku tahu papaku tidak memanjakan Alexa karena dia dulu ingin menjadi wanita sosialita, tapi sayangnya tidak tercapai," kata Reynold.
Reynold bercerita panjang kepada Nick. Nick sebenarnya sudah tahu tentang itu dan berusaha menyembunyikan semuanya karena Arnold menyuruh dia untuk tidak mematahkan perasaan Reynold, tapi ternyata tuan mudanya sudah tahu tentang yang dilakukan oleh Alexa.
"Iya, Tuan. Saya akan mencari tahu keberadaan nyonya," kata Nick.
"Dia bukan nyonya saat ini. Untung saja dulu dia tidak pernah bertemu dengan kamu, jadi dia tidak begitu mengenali kamu," balas Reynold terkekeh.
"Iya, Tuan. Nyonya dulu lebih sering bertemu Niko, paman saya," kata Nick.
"Iya. Saya sudah lama tidak bertemu dia. Paman kamu bagaimana kabarnya?" tanya Reynold.
"Kondisi kesehatan dia juga makin menurun, tapi nanti paman saya tetap datang ke rumah duka," jawab Nick.
"Oke. Bilang sama paman kamu tidak perlu memaksakan diri. Aku sudah sangat berterima kasih, paman kamu dulu selalu menemani papaku dan menjadi orang yang paling dipercaya di keluargaku. Aku harap kamu seperti pamanmu," kata Reynold.
"Iya, Tuan. Saya berjanji tidak akan mengecewakan," balas Nick.
"Iya. Aku harap kamu bisa dipercaya, apalagi aku bukan Reynold yang dulu dan mudah dibohongi," kata Reynold dengan senyum miringnya.
Nick melihat senyuman Reynold bergidik ngeri. Entah apa yang direncanakan oleh Reynold saat ini.
***
Beberapa menit kemudian, mobil mereka sampai di halaman rumah duka yang megah seperti hotel. Di sana terlihat tubuh Arnold sudah diturunkan dan dibawa menuju belakang untuk dimandikan serta dipersiapkan. Semua orang yang di sana menunduk hormat begitu Reynold berjalan masuk ke rumah duka. Keluarga dan semua tamu sudah berkumpul di ballroom rumah duka itu. Ballroom itu bisa memuat seribu tamu.
Reynold masuk dan duduk di ruang pertemuan di dalam ballroom itu. Dia bersama keluarga, kolega, investor dan juga pengacara yang hadir membicarakan mengenai jabatan dari papanya yang akan dipegang oleh dia. Semua sudah sepakat bahwa keluarganya paman, bibi serta sepupunya tetap menjabat di perusahaan dia, tapi semua persetujuan kontrak atau apa pun tetap Reynold yang megang. Reynold tidak mau memberikan kepercayaan sepenuhnya walaupun pada keluarga dia sendiri.
"Reynold, Bibi tidak mau kamu terlalu banyak pekerjaan. Lebih baik yang proyek kecil-kecil biarkan kami serta sepupumu yang mengurus. Kalau ke kamu dulu, pasti kelamaan. Banyak yang harus kamu setujui," kata Lily.
"Bibi, aku tetap pada keputusan aku kalau aku harus tetap tahu dan tetap aku yang memutuskan boleh atau tidak diambil proyek kecil itu," balas Reynold.
Lily ingin membalas perkataan Reynold, tapi tertahan saat suaminya menggenggam tangan Lily. Dia jadi diam saja dan tidak protes lagi.