"Tampaknya, kamu sedang berada di dalam fase kehidupan yang menyenangkan. Karirmu berkembang sangat baik, dan seseorang yang dekat denganmu memberikan dukungan penuh untukmu." Jian menanggapi kata-kata yang diucapkan Thania.
"Apa terlihat begitu?" Thania tertawa kecil.
"Yah, harus kuakui bahwa aku sedang bahagia, aku menemukan kembali seseorang yang aku cintai, seseorang yang membuat jantungku berdetak lebih kencang hanya karena menatap wajahnya, seseorang yang membuatku tidak bisa tidur hanya karena merindukan suaranya. Semuanya terdengar begitu manis bukan? Tapi, sayang, ini semua hanya kebahagiaan semu untukku," ujar Thania, nada suaranya memelan, semangat yang sebelumnya terasa di setiap kata-katanya meredup.
Jian merasa bahwa apa yang dipikirkannya soal Thania benar. Perempuan itu, sedang berada dalam keadaan bahagia namun juga sekaligus berada dalam kegundahan, dan Jian tidak tahu hal apa yang menyebabkan Thania berada dalam kondisi yang saling bertentangan itu.
"Semu? Apa maksudmu?" tanya Jian, tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya soal Thania.
"Hah? maaf, aku merasa bahwa aku terlalu banyak bicara melantur." Thania tersenyum, dan seolah, ia baru saja sadar bahwa ia terlalu banyak bercerita tentang kehidupan pribadinya pada seseorang yang baru dikenalnya.
"Aku benar-benar minta maaf karena aku terlalu banyak bicara dan pasti membuatmu bosan," ucap Thania, enggan membahas lebih lanjut soal kehidupan pribadinya.
"Tidak apa-apa, aku tidak bosan, dan karena kita sekarang berteman, maka aku rasa, kau bisa bercerita sesuatu hal jika kamu mau, aku dengan senang hati akan mendengarkan."
"Ah, Jian, kamu sangat manis dan menyenangkan. Aku sangat senang karena kamu menerimaku dengan hangat."
"Ini bukan hal yang istimewa, Thania. Aku senang karena mendapatkan teman, selain juga pelanggan butik."
"Aku janji, aku akan menjadi pelanggan butikmu yang paling setia."
"Terima kasih, Thania," ucap Jian tulus.
"Aku akan menantikan gaun rancanganmu dalam satu bulan ke depan, aku benar-benar tidak sabar melihat betapa cantiknya gaun itu."
"Aku akan mengerjakannya secepat dan sebaik yang aku mampu, dan aku akan memberikan kabar jika gaun itu sudah selesai. Aku tidak ingin berjanji, tapi aku akan berusaha menyelesaikannya sebelum satu bulan."
Thania menatap Jian dengan tatapan yang menurut Jian aneh. Seolah ada kelebat air mata kesedihan di mata Thania, namun Jian berpendapat bahwa ia mungkin terlalu banyak memikirkan soal Thania, padahal kenyataannya, ia tidak tahu apa-apa soal Thania, pelanggan butik yang baru kali ini ditemuinya.
"Aku sangat senang bertemu denganmu Jian."
"Aku juga. Kita akan berteman baik di masa depan."
"Tentu, Jian. Aku berharap kita akan menjadi teman baik dalam waktu yang lama." Thania mengulurkan tangannya pada Jian dan Jian menyambut uluran tangan Thania.
Praya Jianina dan Nathania Rozeanne saling berjabat tangan.
"Sampai jumpa Jian." Thania melangkah keluar butik setelah berpamitan pada Jian.
Jian menatap punggung Thania yang menjauh dan masuk ke dalam sebuah mobil sedan berwarna putih. Cukup lama Jian menatap Thania yang menghilang dari pandangannya bersama mobil yang dikendarainya. Jian masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengapa batinnya merasakan separuh perasaan tidak nyaman dengan kehadiran Thania? Ada hal apa yang salah? Apakah ia sebagai sesama perempuan sebenarnya merasa iri dengan daya tarik yang Thania miliki? Kadang, sesama perempuan memiliki perasaan kompetitif seperti itu tanpa disadari.
Jian menghela nafas. Ia tidak merasa iri pada Thania, separuh dirinya menyukai Thania. Perempuan itu cantik dan menarik, Jian merasa Thania adalag sosok yang menyenangkan, dan ramah, Jian senang berteman dengan seseorang dengan Thania, tapi secara aneh, ada penolakan dalam dirinya kepada Thania.
"Kenapa kau memandangi wanita itu?" tanya Sonya yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sisi Jian.
"Tidak, hanya saja...aku merasa...."
"Merasa apa?"
"Ah sudahlah. Itu bukan hal yang penting." Jian berlalu meninggalkan Sonya di depan jendela.
"Sepertinya aku ingat, pernah melihat wanita itu...,tapi di mana?" gumam Sonya pelan. Sonya berusaha mengingat, namun gagal, dan ia berpikir mungkin ia salah mengenali orang. Sonya mengedikkan bahunya, lantas mengikuti Jian, kembali ke ruang kerja mereka, berkutat dengan kain, jarum, benang, payet dan segala hal yang berkaitan dengan jahit menjahit.
***
"Kita mau ke mana?" tanya Jian saat pagi itu Skylar mendadak mengajaknya pergi tanpa memberitahu kemana tujuan mereka.
"Nanti kamu akan tahu," balas Skylar penuh teka teki.
"Ayolah Sky, beritahu aku!" rengek Jian.
"Kita akan ke salon."
"Salon? Untuk apa?"
"Aku sudah memberitahumu kemana kita akan pergi, dan aku tidak mau menjawab pertanyaan selanjutnya. Ini akan menjadi kejutan."
"Ah! Kamu benar-benar membuat jantungku berdebar penasaran," keluh Jian yang dibalas tawa kecil Skylar.
Skylar mengemudikan mobilnya membelah arus jalanan yang cukup ramai, menuju sebuah gerai makeup artist dan bridal, membuat Jian menoleh heran pada Skylar.
Jian pikir, salon yang dimaksudkan Skylar adalah salon perawatan rambut, wajah dan badan. Jian menebak bahwa Skylar memberikannya hadiah perawatan di salon yang juga membuatnya rileks, tapi ternyata tebakannya salah saat Skylar berhenti di salon yang melayani keperluan makeup dan juga gaun pengantin.
"Ayo masuk!" ajak Skylar dengan senyuman penuh arti pada Jian, dan Jian tidak bisa berhenti menebak-nebak apa yang sebenarnya sedang Skylar rencanakan.
"Selamat pagi!" Seorang wanita bermata lebar yang cantik menyambut Jian dan Skylar.
"Apa semua sudah disiapkan?" tanya Skylar pada wanita itu, nampaknya, Skylar sudah memesan--entah apa, pada wanita itu sebelumnya.
"Tentu, pak," sambut wanita itu tanpa kehilangan suara renyahnya yang ramah.
"Mari, saya bantu," ajak wanita itu pada Jian.
"Apa ini?" tanya Jian, menoleh pada Skylar.
"Ikuti saja dia."
Jian mengangkat alisnya, tidak puas dengan jawaban Skylar, tapi tetap mengikuti langkah perempuan bernama Jinny itu.
"Sebenarnya apa yang diminta suamiku?" tanya Jian pada Jinny saat Jinny mempersilahkan Jian duduk di sebuah kursi.
"Pak Skylar meminta untuk merias dan menata rambut anda."
"Merias dan menata rambut? Untuk apa?"
"Beliau tidak memberitahu kami untuk acara apa, maaf."
"Maaf saya bersihkan wajahnya terlebih dahulu ya." Jinny dengan cekatan membersihkan wajah Jian dengan s**u pembersih dan penyegar lalu mengoleskan es di wajah sebelum memulai merias wajah Jian.
"Nah, sudah selesai," ucap Jinny setelah ia memberikan sentuhan akhir pada tata rias Jian.
"Saya akan membawakan gaunnya sebentar," pamit Jinny pada Jian.
"Gaun?"
"Iya."
"Makeup, hair do, dan sekarang gaun? Sebenarnya Skylar mau mengajakku kemana? Atau ada acara apa?"gumam Jian penasaran.
Tidak lama kemudian Jinny masuk kembali ke dalam ruangan, bersama seorang perempuan lain, membawa gaun berwarna broken white dan jika Jian tidak salah mengira, gaun itu tampak seperti gaun pengantin meski bukan jenis ball gown yang terlihat mewah dan lebih terlihat sederhana.
"Apa ini gaun pengantin?" tanya Jian semakin penasaran.
"Bisa dikatakan demikian," jawab Jinny. "Kami akan membantu anda mengenakannya."
Jian semakin penasaran, apa yang sedang direncanakan oleh Skylar.
"Anda terlihat cantik dan mempesona," puji Jinny saat Jian selesai mengenakan gaunnya. Jian menatap bayangan dirinya di cermin dan apa yang dikatakan Jinny tidak berlebihan. Sentuhan tangan Jinny membuat wajahnya nampak lebih segar dan terlihat berbeda, tatanan rambutnya juga terlihat sesuai dengan gaun yang dikenakannya. Jian merasa bahwa dirinya kembali menjadi ratu sehari, mengenang saat dahulu, lima tahun yang lalu, Skylar meminangnya dan mereka berdua mengucapkan janji untuk saling mencintai dan setia hingga maut memisahkan.
Pintu ruang rias terbuka dan Skylar masuk ke dalam ruangan.
"Kamu cantik sayang," ucap Skylar menghampiri Jian dan Jian terkejut melihat penampilan Skylar. Pria itu mengenakan setelan jas, yang tentu saja semakin menyempurnakan ketampanannya dan postur atletisnya, serta membuat mereka berdua terlihat seperti sepasang pengantin.
"Sky...kamu?" tanya Jian dengan wajah heran, menemukan Skylar berpenampilan seperti pangeran dari negeri dongeng.
"Happy anniversary, sayang." Skylar mengecup bibir Jian, mengabaikan Jinny dan staf salon lainnya yang masih berada di ruangan itu.
Jian mendorong pelan Skylar, merasa sungkan pada Jinny dan staf salon yang lain.
"Apa hari ini? Aku benar-benar lupa...." Jian mengomentari, ia benar-benar lupa bahwa hari ini adalah perayaan pernikahan mereka yang ke lima.
"Kamu terlalu sibuk bekerja, sampai lupa hari ini. Tapi tidak apa-apa, aku sudah menyiapkan semuanya, aku harap kamu suka."
"Menyiapkan apa? Aku benar-benar lupa, aku bahkan tidak menyiapkan apapun untuk kamu," keluh Jian menyesali dirinya mengapa ia bisa melupakan tanggal sepenting ini.
"Jangan khawatir, kamu adalah hadiah terindah untukku." Skylar mengambil tangan Jian dan menggenggamnya. "Tapi... kalau kamu bersikeras mau memberikan hadiah, berikan saja aku sesuatu yang menggoda dan menggairahkan." Skylar berbisik di telinga Jian dan membuat Jian menepuk lengan Skylar keras dengan wajah memerah.
"Maaf, Pak, mobilnya sudah siap." Seorang staf menghampiri dan membuat percakapan antara Skylar dan Jian terhenti.
"Ah, terima kasih," ucap Skylar.
"Ayo!" ajak Skylar pada Jian, seraya mengambil tangan Jian dan meletakkannya di lengannya.
"Kemana?"
"Nanti kamu akan tahu." Skylar masih berahasia.
Jian menghela nafas, ia sangat penasaran dengan apa yang disiapkan Skylar. Penampilan mereka sekarang seperti pengantin, dan mereka pergi dengan sebuah mobil kuno Volkswagen Beetle berwarna biru muda kehijauan yang dihias bunga dan pita.
Mobil bergerak pelan, nampak tidak tergesa-gesa, menikmati waktu bergulir perlahan. Jian masih saja penasaran, tetapi berapa kali pun ia bertanya, Skylar tetap berahasia hingga akhirnya Jian mengikuti kemana Skylar membawanya.
Skylar membawa Jian ke sebuah hutan pinus yang agak jauh dari kota. Hawa sejuk menerpa Jian saat mobil mulai memasuki area hutan.
"Sky...kenapa kemari?"
"Kamu akan tahu nanti."
Jian mengamati sekeliling, suasana sangat terasa syahdu, dengan warna hijau yang mendominasi sejauh mata memandang, sedikit kabut terlihat di puncak pinus yang menjulang, aroma khas hutan pinus yang basah terasa menyentuh indra penciuman Jian dan semua ini terasa menenangkan dan damai.
Saat mobil terus berjalan menyusuri hutan pinus, gendang telinga Jian mendengar suara musik di kejauhan dan itu, adalah lagu yang mengungkapkan tentang cinta, semakin lama, suara lagu semakin jelas dan Jian bisa melihat keramaian di depan sana, saat mobil kuno yang dikemudikan Skylar bergerak mendekati keramaian.
"Sky...?" Jian menoleh menatap Skylar saat mobil sepenuhnya berhenti dan lagu cinta, berganti dengan musik klasik, Canon Pachelbel.
"Kita akan merayakan ulang tahun pernikahan kita."
"Kamu menyiapkan semua ini?"
"Yap, dan semua orang ada di sini untuk menyambut kita. Ayo kita sapa mereka semua."
Skylar membukakan pintu mobil untuk Jian, lalu meraih tangan Jian dan membuat Jian benar-benar merasa terharu sekaligus takjub. Skylar memberikan hadiah pernikahan yang sangat indah. Di antara pohon pinus yang tinggi menjulang, lampu-lampu pijar menghiasi antara pepohonan, bangku kayu dengan pita manis berwarna hijau pucat disematkan.
Semua orang berdiri berjajar menyambut Jian dan Skylar yang berjalan perlahan dengan bergandengan tangan dan senyuman, musik klasik memenuhi udara, membuat Jian merasa ia adalah Bella Swan yang dipersunting oleh Edward Cullen. Jian tersenyum karena pikiran randomnya, menoleh pada Skylar yang ada di sisinya.
Skylar Wistara dengan tubuh tinggi atletis, kulit putih, wajah tegas dan alis tebal, serta bibir yang nampak seksi, bahkan lebih tampan dari Edward Cullen di mata Jian, dan jantung Jian berdegup saat Skylar menoleh dan tersenyum.
Semua orang memberikan sambutan dengan tepuk tangan meriah, dan saat Jian bersama Skylar melewati pragola berhias bunga, Sonya mendekat dan memberikan bouqet bunga mawar.
"Happy anniversary!" seru Sonya dengan senyum lebar. Ia nampak cantik dengan gaun peach dan rambut yang digerai.
"Kau tidak mengatakan apapun!" bisik Jian pada Sonya.
"Sorry, kali ini aku tim Skylar," balas Sonya, dengan cengiran yang lucu.
Pesta ini sangat mengesankan bagi Jian, dan sangat menyenangkan. Tidak banyak orang yang datang, hanya kerabat dekat dan sahabat dekat yang hadir, tapi tetap saja, hari ini adalah hari yang indah bagi Jian. Skylar memberikan hadiah tidak terduga yang sangat berkesan bagi Jian, dan membuat Jian merasa bahwa kehidupannya adalah kehidupan sempurna yang tidak akan dilepaskannya sampai kapanpun.
"Sky...ini indah," bisik Jian pada Skylar, di tengah acara makan siang yang tengah digelar, dengan iringan musik dan canda tawa terdengar.
"Kamu menyukainya?"
"Sangat suka."
"Kalau begitu, berikan aku hadiah."
"Hadiah? Aku tidak punya apa-apa sekarang, kamu tahu itu. Tapi, aku janji, aku akan menyiapkannya besok," balas Jian, sedikit tidak enak karena melupakan hari pernikahan mereka, dan tidak memiliki hadiah apapun, padahal Skylar memberikannya hadiah yang sangat mengesankan.
"I want my gift now, and you have it, baby."
"Eh?"
"Your lips." Skylar bergerak pelan namun pasti, mendekati Jian dan mengecup bibir Jian dengan perlahan namun intens, dan segera saja, aksi Skylar menjadi pusat perhatian bagi tamu undangan yang datang, tapi Skylar tidak peduli, ia tenggelam bersama Jian dalam kecupan manis yang begitu hangat dan mendalam. Sentuhan angin sepoi yang berderak di antara pinus membuat Skylar dan Jian semakin tenggelam dan kemesraan.