2. About Me

1539 Words
"Kau sudah siap?" Aku mengangguk lesu. Aku malu padanya. Dia membayarkan semua administrasi rumah sakit selama aku dirawat di sini. Selama itu. Berapa uang yang harus aku ganti? "Kau benar-benar membayarnya?" Ntah bagaimana air wajahku kali ini sewaktu dia menyerahkan kwitansi pembayarannya. Arrghh, aku malu. "Pokoknya aku harus mengganti. Kau jangan terlalu baik padaku, jangan menahanku untuk tidak menggantinya!" sewotku. "Siapa yang akan menahanmu? Bahkan aku akan menagihnya," ucapnya dengan tawa mengejek. s**t! Apa yang kupikirkan tadi? Uhh aku malu sekali. "Berhentilah tertawa, Pak Dokter!" rutukku kesal. Kenapa aku selalu tertinggal satu langkah darinya? Selalu saja aku yang berakhir dengan rasa malu. "Oke, baiklah. Maafkan aku, nyonya cantik!" Apa yang dikatakannya? Cantik? Uh sangat disayangkan sekali, dokter tampan sepertinya menjadi orang yang penuh dusta. Tapi, apakabar wajahku? Bodoh! Sudah satu bulan aku sadar, kenapa aku tak mencurigai bentuk wajahku? Pasti sangat kacau. Sebelum terbakar saja, wajah jelekku selalu menjadi olok-olok orang banyak. Nah apalagi sekarang! Hancur sudah! "Heh!" Astaga, apa aku melamun lagi? "Ya, kau selalu melamun." Aku lupa jika dia bisa membaca pikiran orang. Dia yang semula berdiri, akhirnya memutuskan untuk ikut terduduk denganku di sofa. Memandang wajahku dengan lekat. Aku tau aku jelek, jangan memandangku seperti itu! "Kau cantik! Kau luar biasa cantik! Jangan merendahkan dirimu terus menerus, Sharen! Ini..." Dia tampak merogoh sesuatu dalam jas putihnya. Cermin? Jangan bilang, dia menyuruhku untuk bercermin. "Kenapa memang jika aku menyuruhmu untuk bercermin? Lihatlah dulu!" Dia menyodorkan cermin kecil itu padaku. Siapkah aku? Aku menoleh sejenak ke arahnya. Dia tersenyum yakin untuk menyemangatiku. Ya Tuhan, kuatkan aku... Sebelumnya, aku memejamkan mata. Dengan hitungan perlahan dalam hati, sedikit demi sedikit aku membuka kelopak mataku. Siapa itu yang ku lihat? Benarkah ini aku?! ****** "Selamat pagi, semua!" Aku menyapa semua orang yang ada di rumahku ini. Rumahku yang sekarang dikuasai oleh suamiku. "Pagi, Sayang!" Hanya papa mertuaku yang menjawab. Aku tersenyum getir. Rasanya sakit diabaikan seperti ini. Bahkan suamiku tak mengajakku untuk ikut terduduk. "Bagaimana masakannya? Enak 'kan?" Aku mencoba menampik rasa sakit hati ini. Memberikan senyuman yang kuanggap paling manis walaupun aku tau jika aku tak memiliki wajah manis yang kuharapkan. Tubuhku yang gemuk, rambutku yang gimbal, kulit dekilku. Huff, sama sekali tak ada yang menarik. "Eh! Kau ini bagaimana sih? Persilakan istrimu untuk ikut sarapan. Malah diam saja!" Papa mertuaku menegur Nico dengan cara yang sedikit keras. "Tidak usah, Pa! Aku harus pergi berbelanja untuk makan siang nanti. Persediaan di kulkas sudah habis." Layaknya pembantu, aku memang mengerjakan semuanya. Di rumahku sendiri. Ingat itu!  Memang sedikit mengherankan, bukan? Disinilah aku sekarang. Menjadi pusat perhatian, sosok jelek yang datang ke pasar yang becek. Semakin saja aku terlihat rendah. Aku mencoba tersenyum pada orang yang berlalu-lalang di depanku. Melambaikan tangan pada para pedagang yang sama sekali tak membalasnya. Sesekali aku merasa terhina, tapi aku tarik lagi, karena aku masih punya Tuhan. Tiba-tiba beberapa batu kerikil mengenai tubuhku yang gemuk. Kulihat ke arah samping, tiga orang anak kecil melempariku dengan batu. Keterlaluan memang, tapi akan sangat percuma jika aku memerahi mereka. Di sisi lain aku tau, jika para pedagang yang menertawaiku itu cukup tegas untuk melarang ketiga anak tersebut. Sangat miris bukan? "Hehehe tidak apa-apa. Berhentilah kalian!" Aku mencoba tersenyum walau hatiku teramat perih. Kemana aku harus lari, jika dunia saja tak menginginkanku? "Waah ikannya terlihat segar. Sepertinya pas untuk dijadikan menu makan siang." Menghiraukan lemparan anak kecil itu, aku terus berjalan ke arah pedagang yang bersuara lantang mempromosikan ikan-ikannya. Beberapa ekor ikan dalam wadah besar itu terlihat besar dan segar. "Pak, saya ingin beli sat__," Perkataanku terhenti ketika sebuah dorongan membuatku tak seimbang. Maklum saja ini pasar. Ya karena ini pasar, jadinya sangat berdesakan. Tubuhku yang gemuk membuatku sulit untuk menjaga keseimbangan. Byuuur!!! Astaga, hancur sudah harga diriku. Aku malu! Tubuh gemukku masuk ke dalam ember besar yang berisikan ikan. Semua orang tampak melihat padaku, tanpa bersusah-susah untuk membantuku. Hanya melihat saja. Susah payah aku bangkit dari posisiku kini, kenapa orang-orang ini tidak ada yang memiliki empati satupun? "Mbak harus menggantinya. Ikanku menjadi seperti ini gara-gara tubuhmu!" Oh apalagi ini? Kurangkah cobaannya? "Tentu saja saya akan menggantinya. Tenang saja!" Kusodorkan uang dalam jumlah yang aku pun tidak tau jumlahnya berapa. Pedagang itu tampak menggerutu padaku. Tidak mungkin aku membelinya, bukan? Baiklah, ku cari lagi menu lain untuk persediaan. Semakin saja aku seperti orang gila dengan baju yang basah kuyup begini. Sabar, Sharen! ****** "Pak Dokter!" ucapku dengan nada takjub. Dokter Gestazh hanya menjawab dengan menaik-turunkan alis hitamnya. "Kau apakan wajahku? Kenapa jadi seperti ini? Kau...," "Iya. Bagaimana lagi jika tidak dengan cara itu, Sharen? Kau tampak seperti monster hitam. Hangus terbakar. Sedangkan nyawamu, ntah keajaiban dari mana yang membuatmu selamat. Aku pun baru menemukan pasien seperti ini," jelasnya. Kupandangi tubuhku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sangat berbeda. Kemana tubuh gemukku yang kini tersisa tubuh ramping yang diidamkan para wanita? Kemana rambut gimbalku yang kini tersisa rambut hitam cantik sebatas pinggang? Kemana kulit dekilku yang kini tersisa kulit putih mulus? Sungguh aku tak menyangka. Di sisi lain aku senang karena aku menjadi cantik. Namun di sisi lain aku merasa sedih karena kecantikanku ini hanyalah palsu. "Wajahmu memang cantik. Kau memang sempurna. Orang-orang yang memandangmu sebelah matalah yang membuatmu merasa insecure. Aku tak tau apa yang terjadi pada masalalumu, karena aku tak bisa menerawang masa lampau. Tapi, hatiku yakin jika ada sesuatu yang menyakitimu sehingga berakhir menjadi satu-satunya korban ledakan di gedung tua itu. Aku yakin kau dianiaya ntah oleh siapa. Yang pasti, aku merubahmu seperti ini karena ingin membantumu untuk mengungkapkan semuanya pada dunia. Sedikit tak wajar jika aku terlalu mencampuri urusanmu bukan? Tapi aku tak bisa menutupi kepenasaranku tentang kehidupanmu. Aku tulus membantumu," ucapnya dengan mata yang menusuk namun penuh ketulusan. Aku harus bagaimana? Tiba-tiba, dia bangkit dari duduknya. Tepat di belakangku dia berdiri sekarang. d**a bidangnya sangat lekat dengan punggungku. Oh Tuhan, aku ini istri yang masih bersuami, bisa-bisanya se-intens ini dengan lelaki lain. "Lihat!" What? Darimana dia mendapatkan foto itu? Foto Sharenia Kelly Adyamoca di masalalu. Aku menatapnya lewat pantulan cermin besar di depan sana. Oiya, aku lupa memberitau jika tadi Dokter Gestazh membawaku ke ruangannya. "Aku dapat foto itu dari tasmu. Lebih tepatnya dalam dompetmu." "Dompetku? Dompetku selamat? Dompetku ada padamu?" "Iya, dompetmu terlindungi dalam tasmu itu. Tolong jangan hiraukan dompetmu dulu. Lihatlah foto ini!" Lengan Dokter Gestazh melingkar di ceruk leherku. Membuat foto tersebut, fotoku sebelum menikah, tepat berada di hadapanku. "Kau selalu merasa terendahkan karena ini? Lihatlah lagi! Kau cantik. Coba lihat!" Dokter Gestazh menunjuk wajahku yang memantul di cermin bergantian dengan wajahku di dalam foto tersebut. Mencoba membandingkan, heh? "Wajahmu sama. Aku tak sepenuhnya merubahmu dari aslinya. Kau cantik sebenarnya. Hanya saja kau kurang menonjolkan dan seolah-olah acuh dengan kecantikanmu itu, Sharen. Wajahmu yang dulu dan wajahmu yang sekarang jika ditelaah ya memang seperti ini. Hanya berbeda ukuran pipi dan warna kulitnya. Sedangkan tubuhmu, aku hanya menyedot lemaknya. Dan kau jangan malas berolahraga setelah ini. Atur pola makanmu juga. Rambut, uh apa Sharen masalalu tak pernah keramas?" Ugh! Maksudnya ini apa? Dia meledekku? Aku mendengkus kesal, mengundang tawa kerasnya. Dokter menyebalkan. "Aku bercanda. Rambutmu aku ubah karena tak ada yang tersisa setelah kebakaran itu. So, jangan menyalahkan kecantikan luar biasamu ini. Kau cantik bukan karena operasiku. Kau cantik, ya karena kau memang cantik. Jangan selalu merendahkan dirimu lagi," ucapnya tulus. Lagi-lagi aku tersentuh dengan perkataan bijaknya. Ya, aku harus percaya diri. Inilah aku Sharenia Kelly Adyamoca! Akan kutunjukan pada dunia jika aku layak hidup dengan tenang tanpa cemoohan orang lain. Ya, aku pasti bisa! "Anak pintar!" Dokter Gestazh mengusap kepalaku sembari menjauhkan jaraknya denganku. Ya Tuhan, aku lupa jika dia bisa membaca pikiran orang. Aku harus berhati-hati mulai sekarang. *** Hening ini menenggelamkan kami dalam kecanggungan. Aku meliriknya yang sangat fokus pada jalanan. Dia akan membawaku ke rumahnya. Mau tidak mau aku ikut, meneruskan hidupku untuk sementara. Tidak mungkin jika aku harus menumpang terus menerus. Aku sudah terlalu banyak merepotkan. Sebuah rumah mewah berdiri kokoh di depanku. Tanpa kusadari pintu mobil di sampingku terbuka. Lagi-lagi aku merepotkannya. "Silakan, Nyonya!" Oiya, aku lupa memberitau jika sebelum ke sini, dia mengajakku untuk berbelanja baju. Oh Tuhan, berapa aku harus mengganti? "Banyak yang harus kau ganti!" s**t! Kenapa dia selalu fokus membaca pikiranku? Mengesalkan! "Ayoo!" Dia menggenggam tanganku dan mensejajarkan langkah denganku. Rumah ini mewah sekali. Satpam rumahnya menunduk sopan pada kami. Dilihat dari rumah di depanku ini, aku sudah cukup tau jika Dokter Gestazh adalah orang terpandang. "Hati-hati jangan memikirkan apapun! Aku bisa membacanya." Sudahlah! Aku malas meladeni ucapan beserta senyum jailnya yang sialan tampan. "Tunggu, Pak Dokter!" Aku menahan langkahku. Membuatnya mau tak mau ikut berhenti. Dia mengerutkan keningnya dengan air wajah yang seolah berkata 'ada apa?'. "Aku gugup! Aku malu! Pasti keluargamu__," "Sssttt!!" Kenapa? "Jangan seperti itu. Tenanglah! Ayahku telah tiada. Hanya tersisa dua orang berhargaku di dalam rumah sebesar ini, tentunya selain para asisten rumah tangga. Ibuku akan menyukaimu, aku yakin!" Mungkin maksudnya akan menyukai wajah palsu ini. Bagaimana dengan kabar Sharenia Kelly Adyamoca yang sebenarnya? "Sudah kubilang wajahmu itu asli, bukan palsu!" Lagi-lagi dia menegaskan padaku. Ya Tuhan, dia enteng sekali mengucapkan serentetan kata-kata tersebut. Sedangkan aku yang mengalaminya? Aku saja masih shock dengan apa yang terjadi padaku. "Sudahlah, ayo!" Dia kembali menarik tanganku untuk memasuki mansionnya. Mulutku mulai berkomat-kamit untuk berdoa. Semoga mereka menerima keberadaanku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD