09. Pergi dari kehidupan Juan.

4049 Words
"Aahh shhh..." Juan meremas surainya karena rasa pening di kepalanya. la membuka mata dan mengernyit saat ia sudah berada di kamarnya sendiri. Dia seketika membulatkan matanya saat mengingat jika tadi ia bersama sang istri Adira. "BABY! KAU DIMANA?!" Juan mengabaikan rasa sakit kepalanya dan memilih mencari keberadaan Adira.la berlari kesetanan ke seluruh penjuru rumah namun tidak menemukan keberadaan wanita yang sangat ia rindukan. Tubuh Juan merosot ke lantai begitu saja karena ia sadar jika ia hanya berhalusinasi karena pengaruh alkohol. "Kenapa kau melakukan nya?" Juan menoleh kebelakang dengan terkejut, ia melihat Mike yang sedang menatapnya dingin. Kedua tangan Mike terkepal dengan erat hingga urat tangan nya menonjol. "Apa maksudmu?" Juan mengernyit tidak paham apa maksud Mike. Mike tertawa sarkas, dia menarik kerah baju Juan hingga sang empu berdiri. Mike menatap bengis kakak iparnya. "Kenapa kau menyiksa Rocelin hm?!" Mike menggeram marah berusaha menahan amarahnya. Juan terlihat terkejut, namun setelahnya la terkekeh pelan lalu melepaskan cengkeraman Mike dengan kasar. "Kau menyukainya bukan?" Juan menarik sudut bibirnya. Mike menyugar surainya kebelakang sembari menyeringai kecil, dia mengangguk dengan pelan. "Maka berikan aku alasan kenapa kau menyakitinya?" Mike menatap tajam Juan dengan wajah datarnya. Juan mengeraskan rahangnya, la hendak memukul rahang adik iparnya namun dengan cepat ditangkis oleh Mike. BUGH! BUGH! Mike memukuli wajah Juan dengan brutal dia kalap dan merasa marah setelah mengetahui jika Rocelin masuk kedalam rumah sakit dengan luka yang tidaklah ringan. Juan tidak sanggup melawan karena kepalanya sangat pusing efek alkohol semalam. Dia membiarkan Mike memukulinya hingga puas, ia melihat wajah Mike memerah dengan kedua mata yang berair. "Kau membuatnya pergi dari jangkauanku b******k. Aku kehilangannya." Air mata Mike menetesi wajah lebam Juan. Jantung Juan berdegup dengan kencang, ia melihat cinta tulus dari tatapan mata Mike. Dia sakit, hatinya sakit melihat hal itu. Ia menggelengkan kepalanya pelan lalu menyingkirkan tubuh Mike dari atas tubuhnya. Ia meraba saku celananya untuk mengambil ponselnya lalu menghubungi dokter yang menangani Rocelin. "Istriku masih ada di sana bukan?!" Tanya Juan dengan kedua mata yang terlihat gelisah Mike menatap seksama perubahan wajah Juan yang semulanya terlihat gelisah dan khawatir dan sekarang la terlihat menahan amarah. "b******k!!! JALANGG ITU PERGI DARIKU!!" Juan membanting ponselnya dengan kuat hingga hancur. Mike tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka berdua hingga Juan terlihat berbeda dengan Juan yang ia kenal sebelumnya. "Apa hubunganmu dengan Rocelin?" Tanya Mike to the point yang mana membuat Juan menatapnya tajam sembari mengeraskan rahangnya. Juan mengusap darah yang menetes dari tulang pipinya akibat pukulan Mike. "Kan tahu jika aku pernah menikahi seseorang? Ck, dan sialnya orang itu adalah Rocelin. Wanita yang sudah menghancurkan hidupku." Juan terkekeh kecil saat melihat wajah Mike yang terlihat menebak sesuatu. Mike terlihat terkejut, dia tidak pernah mengira jika hubungan mereka berdua di masa lalu serumit itu. Lalu apa sekarang? Rocelin justru menjadi istri kedua Juan yang notaben nya adalah mantan istrinya sendiri. Ia sudah mendapatkan jawaban atas semua perilaku kejam Juan kepada Rocelin. Ia pun segera pergi dari sana tak menghiraukan Juan yang meraung marah sembari memaki nama Rocelin. Saat ini yang ada di pikiran nya hanya mencari keberadaan Rocelin. Dia harus menemukan wanita itu karena saat ini Rocelin tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Lagi pula Rocelin tidak mempunyai tempat tujuan, dia sangat khawatir dengan bocah menggemaskan itu. Sejak pertama kali in bertemu dengan Rocelin di sekolah, ia sudah jatuh cinta kepada wanita manis itu. Namun Mike tak menganggapnya berlebihan. Hingga ia bertemu dengan Rocelin di gang waktu itu dia berpikir ulang dan ingin serius dengan perasaan nya. Namun ia telat, kejadian tak terduga terjadi begitu saja. Rocelin harus menikah dengan kakak iparnya dan mau tidak mau dia harus menerimanya dengan lapang d**a. Namun tidak untuk sekarang setelah mengetahui apa yang telah dilakukan Juan kepada Rocelin, dia akan memiliki wanita itu untuk dirinya sendiri. "Aku tidak akan membiarkanmu tersakiti lagi Rocelin. Tunggu aku." Gumam Mike sembari menelisik di sekitaran jalan mencari keberadaan Rocelin. Hujan deras mengguyur kota di sana di malam hari ini, dan dengan naasnya Rocelin harus terjebak di antara hujan deras tersebut. Beruntunglah dia sudah memakai jaket tebal yang ia ambil dari sampah pakaian. "Aku harus kemana?" Rocelin memeluk tubuhnya sendiri dengan erat karena suhu dingin menusuk hingga ke tulangnya. Bekas jahitan di tubuhnya terasa sangat ngilu dan perih karena suhu dingin. Wajahnya sudah sangat pucat dan bibirnya yang berwarna kebiruan bergetar hebat. Dia tidak mempunyai tujuan kemanapun, tiba-tiba saja dia menyesal karena kabur tanpa ada persiapan. Ia tidak mempunyai ponsel untuk sekedar menghubungi Mike. "Kenapa seperti ini?" Rocelin meremas perutnya yang kelaparan. Rasanya ia ingin menangis namun sudah tak sanggup lagi, jika pun menangis tak akan merubah keadaan. Dia melihat kedai mie di seberang jalan yang sangat menggodanya. Dia ingin memakan apapun itu dia tidak peduli, dia kelaparan. Saat ini ia berada di depan toko yang sepertinya sudah kosong tak berpenghuni. Rocelin menunggu hujan hingga reda barulah dia berjalan ke segala arah tanpa tujuan. "Sebentar lagi tengah malam." Rocelin melihat jam di billboard perusahaan. la pun bergegas menuju restoran dan menunggu hingga benar-benar tutup. la tersenyum bahagia saat melihat tumpukan sampah makanan yang berada di belakang restoran tersebut. Dengan cepat ia mengambil beberapa sisa makanan yang masih bisa la makan. Ia tak peduli dengan bau yang tak sedap, dia ingin mengisi perutnya dengan sesuatu Ia mengambil beberapa sisa makanan tersebut lalu memakannya dengan terpaksa. Berkali-kali la merasa mual ingin memuntahkan makanan tersebut namun ia tahan. "Kau harus bertahan." Rocelin berusaha memasukkan makanan sisa tersebut dengan paksa. Kedua matanya sudah berair karena menangisi hidupnya yang begitu menyedihkan. "Hiks.. jangan menangis." Rocelin mengusap air matanya dengan kasar. HOEK! HOEK! Rocelin memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk kedalam perutnya. Ia memundurkan tubuhnya agar tidak terkena muntahan nya sendiri, ia bersandar di dinding sembari menggigit bibirnya dengan kuat. "Aku ingin bertemu denganmu Mom." Rocelin menutupi wajahnya dengan tangan lalu menangis keras di sana. Hujan kembali mengguyur tubuh Rocelin, la membiarkan tubuhnya basah karena air. Dia hanya bisa menangis sesenggukan di antara sampah yang busuk. Dii tidak terlihat oleh siapapun, dia tidak diinginkan oleh siapapun, dia tidak layak hidup di dunia ini. Dia ingin pergi dari dunia ini secepatnya, dia tidak ingin merasakan rasa menyakitkan seperti ini lagi Rocelin muak. "Hai." Rocelin mendongak dengan terkejut saat merasakan tepukan lembut di puncak kepalanya. Air hujan berjatuhan di atas wajah sedihnya, ia melihat seorang pria tua yang sangat tampan, "Aku bukan pria jahat, ikutlah denganku Nak." Pria tua mengulurkan tangan nya ke arah Rocelin. Rocelin menerima uluran pria tua itu dengan senang hati, dia merasa bertemu dengan seorang malaikat penolongnya. Sejak hari itu, kehidupan seorang Rocelin berubah total. Bayangan seorang Juan sudah menjauh pergi dari hidupnya. Suara isak tangis memenuhi upacara pemakaman Adira, wanita cantik nan baik hati itu akhirnya menyerah dengan hidupnya dan memilih meninggalkan semua orang yang menyayanginya. Air mata Juan tak ada hentinya keluar dari mata bengkaknya, ia memeluk pigura yang menunjukkan potret mendiang istrinya. "Kuharap hubungan kita sampai di sini Juan. Jangan pernah menunjukkan batang hidungmu di depan keluargaku." Bisik Mike di telinga Juan lalu ia pergi dari sana. Adira menghembuskan napas terakhirnya malam kemarin di mana bertepatan dengan kepergian Rocelin selama setengah tahun lamanya. Mike- masih menyimpan dendam kepada Juan yang telah menyakiti wanita yang begitu ia sayangi, karena pria itu juga la harus kehilangan jejak Rocelin. Jaun tidak pernah sedikitpun memikirkan dimana keberadaan Rocelin. Dia tidak peduli dengan hal itu, ia hanya hidup sendirian tanpa siapapun di sisinya. Hanya kesibukan nya sebagai pemilik perusahaan besar yang menjadi kegiatan sehari-harinya. Juan merupakan seorang yatim platu sejak usianya 20 tahun. la mendapatkan warisan seluruh kekayaan kedua orang tuanya. Ia harus menjadi pengganti sang ayah untuk menjadi pemimpin perusahaan. Hampir dua tahun Adira harus berbaring koma dan hanya bisa bergantung dengan alat medis yang menempeli tubuhnya. Dan Juan sudah menyiapkan mentalnya jika kapan saja Adira bisa meninggalkan nya. Oleh karena itu Juan bisa bersikap tenang dan menerima semuanya dengan mudah. Ia sudah mengikhlaskan Adira dari jauh-jauh hari la tidak ingin terpuruk karena kehilangan wanita yang la cintai. Dia harus bisa bertahan hidup ia mementingkan dirinya sendiri hingga melupakan seseorang yang tersakiti dan hidup menderita karena kekejaman nya. "Ada makanan! Ada makanan! Eocel membuka matanya dengan cepat lalu berlari kecil ke arah kerumunan para tunawisma yang sedang mengantri untuk mendapatkan makanan dari orang-orang yang baik hati. "Pagi Rocelin." Sapa salah satu teman tunawisma Rocelin. "Pagi." Rocelin tersenyum manis sembari memeluk perut besarnya. Dia tersenyum ceria menunggu gilirannya mendapatkan makanan. Dia harus memberikan nutrisi untuk janin di perutnya. Wajah cantiknya tertutupi oleh noda kehitaman, rambutnya yang semula terlihat lembut dan indah sekarang harus terlihat kotor tidak terawat. Rambutnya sudah panjang sepinggang, walau begitu pesona seorang Rocelin tidak pernah hilang. Selama 5 bulan ini dia harus hidup menjadi tunawisma, ia hidup bersama tunawisma yang lainnya di bawah lorong menuju kereta bawah tanah. Walau begitu ia sangat bersyukur karena ia merasa mempunyai keluarga, dia bisa makan walau sehari sekali dari pemberian orang yang berlalu lalang. Seringkali dia mendapatkan uang dari mereka yang mempunyai hati malaikat karena melihat perut besarnya. Sakit, tentu saja sakit jika Rocelin memikirkan hal im. Dia harus hidup menjadi gelandangan yang tak mempunyai tujuan hidup. Namun dia sudah tidak peduli lagi, yang ia lakukan hanya menerima semuanya dengan ikhlas. la sudah berusaha mencari pekerjaan namun tidak ada, yang mau menerimanya karena tak mempunyai keahlian apapun. Walau begitu dia mencari sampah plastik dan barang bekas yang manth layak pakai untuk ia tukarkan dengan uang ke tempat penampung. "Biarkan aku memotong rambutku Rocelin." Ujar Sarah teman sesama tunawisma Rocelin. Rocelin menggelengkan kepalanya, ada maksud tertentu dia memanjangkan rambutnya. Dia takut jika suatu saat Juan atau orang di kehidupan masa lalunya mengenali dirinya. Ia terlalu takut untuk bertemu dengan mereka terutama Juan. Setiap harinya ia merasa wai-was karena takut bertemu dengan Juan. Dia takut jika harus terlibat kehidupan dengan pria kejam itu. Ia mengelus perut besarnya, ia tersenyum kecut saat mengingat siapa ayah dari calon anaknya. Rasanya ia ingin menggugurkan anak di dalam kandungan nya karena rasa benci dan takutnya kepada Juan. Namun ia tak bisq melakukan hal itu karena ia akan merasa sangat jahat dan tak ada bedanya dengan Juan. Janin yang ada di perutnya tidaklah bersalah, walau ia hidup menyedihkan seperti ini namun ia akan berusaha merawat calon anaknya hingga besar nanti. Karena kehamilan nya ini pula dia tidak bisa mencari pekerjaan lagi. Selama 4 bulan la harus merasakan namanya morning sickness yang begitu menyakitkan. Hanya dari keluarga barunya lah ia mendapatkan semangat. "Aku bisa mengenalkan mu dengan tuan baik hati agar kau mendapatkan pekerjaan. Aku yakin jika dia akan mengambilmu jika tahu sebenarnya kau adalah wanita yang menawan." Ujar Sarah untuk kesekian kalinya tuan baik hati adalah seorang pengusaha besar yang selalu membagikan makanan atau pakaian kepada mereka secara percuma. Dan Sarah berkali-kali menyarankan hal itu kepada Rocelin namun Rocelin menolaknya dengan tegas. Rocelin terlalu takut untuk keluar dari kehidupan nya yang sekarang, ia takut bertemu dengan orang jahat seperti Juan, Dia lebih memilih hidup menjadi gelandangan seperti ini daripada harus hidup di dalam rumah mewah namun hidupnya tersiksa. "Terimakasih atas kebaikanmu. Namun aku ingin di sini bersama kalian." Rocelin tersenyum manis. Juan memasuki rumahnya yang terasa sepi dan dingin seakan tanpa kehidupan. Ia memilih tidak pindah rumah dan tetap menempati rumah yang la tinggali Adira dan Rocelin waktu itu. la duduk di sofa sembari menatap meja kayu mahal di depan nya. Ingatan nya kembali di saat ia membanting tubuh Rocelin di atas meja kaca yang sekarang sudah digantikan oleh meja baru. Dia menggelengkan kepalanya pelan lalu menuju dapur untuk minum. Dan ia kembali teringat saat di mana Rocelin menunggunya di meja makan sembari tertidur. Dadanya terasa sesak begitu saja yang membuat sesuatu yang selama ini berusaha ia hilangkan kembali meluap-luap. Juan memutuskan untuk ke kamarnya, namun ia urungkan dan justru berbalik arah menuju kamar Rocelin. Sudah lama sekali Juan tidak memasuki kamar tersebut, tangannya bergetar saat menyentuh kenop pintu kamar Rocelin. Cekleek! la memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Rocelin Jungkook. Dadanya terasa semakin sesak saat aroma tubuh Rocelin menyeruat ke indera penciuman nya. Walau sebenarnya itu hanyalah halusinasi Juan sendiri hingga la bisa mencium aroma tubuh Rocelin. Ia berjalan masuk kedalam dan jantungnya berdegup dengan kencang saat melihat pakaian nya yang terlipat rapi di atas ranjang. Sepertinya Rocelin meninggalkan itu sebelum ia pergi ke pesta. "Ku harap kau sudah meninggal." Gumam Juan lalu pergi dari sana. Rocelin sedang asik membaca koran sembari mengelus perut besarnya, la merasa bosan karena tidak ada kegiatan apapun. Ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar stasiun barang kali ia menemukan edaran lowongan pekerjaan yang sesuai dengan nya. Saat ia berjalan di tengah lalu lalang manusia, mereka menatap Rocelin prihatin dan tak jarang ada yang menatapnya jijik. Ia sudah terbiasa mendapat pandangan seperti itu dari mereka yang hidupnya lebih tercukupi darinya. la melihat kaca dan melihat pantulan dirinya di sana, roce tertawa kecil melihat penampilan nya. Pakaian yang kotor dan lusuh, lalu wajah pun tak jauh berbeda dengan pakaian nya. Rambutnya apalagi, sudah tidak ada rambutnya yang halus dan indah. Yang tersisa hanya rambut panjang yang menggumpal seperti kotoran kucing. "Kenapa hidupku menjadi seperti ini?" Gumam Rocelin sembari menertawai lucunya kehidupan dirinya sendiri. la menyingkap poni panjang nya untuk sekedar melihat keseluruhan wajahnya yang cemong karena debu. "Aku sudah tidak cantik lagi." Eocw merengut sedih. la pun kembali berjalan-jalan tanpa arah hingga tak sengaja melihat seseorang yang sangat la benci. "Si bajingan." Mobil Juan menelusuri jalan raya yang sangat padat, ia sudah- berpenampilan rapi dengan setelan kerjanya. Dia hendak bertemu dengan kolega bisnis nya di luar kota, keseharian nya benar-benar disibukkan dengan pekerjaan nya. Ia sudah tak memikirkan percintaan lagi karena ia memilih sendiri untuk sementara waktu ini sembari menyembuhkan luka karena ditinggal oleh Adira. Walau dia sudah ikhlas.namun biarkan dia bernapas beberapa saat. la melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan nya, dan dia akan sampai ke tempat tujuan 30 menit lagi sedangkan pertemuan nya dengan kolega bisnisnya 2 jam kemudian. la akan mati kebosanan jika menunggunya di sana. Juan memutuskan untuk pergi ke stasiun untuk sekedar membuang waktunya dengan menaiki kereta. la memasuki lorong bawa tanah menuju stasiun dan ia melihat deretan tunawisma yang terlihat kumuh la berjalan santai sembari melihat para tunawisma tersebut, dia merasa iba dengan mereka yang terlihat kedinginan dan kekurangan gizi. Ia pun berinisiatif untuk kembali keluar untuk ke minimarket. Dia membeli banyak roti dan juga minuman hingga ia harus dibantu oleh pegawai minimarket untuk membawa semua belanjaan nya. la kembali menghampiri para tunawisma tersebut lalu membagikan nya kepada mereka. Juan tersenyum melihat wajah berbinar mereka. "Rocelin!! Kau dimana?! Ada roti!" Teriak salah satu tunawisma. Telinga Juan menjadi sangat tajam ketika mendengar nama Rocelin. Dia menatap wanita muda yang berteriak memanggil nama Rocelin. "Tidak mungkin si jalang itu." Batin Juan. Wanita yang memanggil nama Rocelin ternyata Sarah, dia terlihat mericari keberadaan teman dekatnya yang sedang mengandung tersebut. Dia tidak bisa mengambil jatah Rocelin karena pasti sang ketua sudah membaginya dengan pas untuk setiap orang. Sarah pun meletakkan bagian nya di tempat tidurnya lalu ia menghampiri sang ketua. "Pak, Rocelin sedang keluar. Bolehkah aku mengambil jatahnya? Dia harus makan untuk kesehatan nya." Sarah terlihat memohon. la merasa dipandangi oleh pria tampan yang membawa semua makanan ini. Dia pun tersenyum kecil lalu membungkuk sopan dan mengucapkan terima kasih. Juan terlihat penasaran dengan Rocelin yang dimaksud oleh wanita tersebut. "Baiklah ini untuknya. Jangan memakannya. Kemana bocah itu?! Selalu saja hilang." Gumam ketua mereka. Sarah memekik bahagia lalu menyimpan jatah Rocelin. Juan terlihat ingin bertanya kepada mereka namun ia urungkan karena sudah waktunya la pergi. Dia pun segera pamit lalu berjalan menuju stasiun hingga kedua matanya melihat siluet tunawisma yang sedang memutuskan pandangan dengan nya. Juan mengendikkan bahunya cuek karena. Ia merasa tidak mengenal tunawisma tersebut. Tentu saja karena rambut panjangnya yang menutupi wajah kotornya. Juam pun segera masuk kedalam dan duduk nyaman di sana sembari menatap tunawisma yang sedang mengandung tersebut. "Kasihan sekali." Gumam Juan sembari tetap menatap tunawisma tersebut yang berjalan menjauh. Hingga keretanya mulai berjalan dan ia bisa melihat orang tersebut menoleh ke arahnya, menatapnya tepat di kedua mata. Jantungnya berdegup kencang saat merasa tidak asing dengan kedua bola mata tersebut yang terlihat ketakutan. "Tidak mungkin." Juan menggelengkan kepalanya saat mengingatkan nya dengan kedua bola mata Rocelin. la pun memutuskan tidak menghiraukan nya dan beralih memainkan ponselnya. Kenyataan nya Juan tak bisa melupakan tunawisma yang ia lihat waktu itu. Malam harinya dia pulang dan turun di stasiun pagi tadi, ia berjalan cepat untuk menuju tempat para tunawisma. la melihat semuanya sudah tidur dan ia harus bertingkah seperti orang gila yang terlihat mengendap-ngendap melihat wajah mereka satu per satu. la mendekatkan wajahnya untuk memperjelas pandangan nya agar bisa melihat wajah mereka dengan penerangan yang minim. la hampir saja terjungkal karena terkejut tunawisma yang ia that membuka matanya. "Apa yang kau lakukan?" Juan menggelengkan kepalanya pelan lalu melangkahkan kakinya untuk melihat yang lainnya. Dia harus menahan napasnya beberapa saat karena bau menyengat dari tubuh mereka yang membuatnya mual. Hingga ia melihat salah satu dari mereka yang tidur dengan perut besarnya. Jantung Juan berdegup dengan kencang, ia pun mendekat ke arah tunawisma tersebut. Ia berjongkok di samping kepala tunawisma tersebut namun ia tak bisa melihat dengan jelas wajahnya yang terdapat hitam-hitam karena debu. Ditambah lagi dengan poni panjangnya yang menutupi wajahnya. Ia merasa gila karena ia berusaha menyingkirkan poni orang tersebut. "Eungh." tunawisma tersebut melenguh pelan lalu membuka matanya karena terganggu. Juan sedikit menjauh saat orang tersebut duduk dan menatapnya bingung. "Apa yang kau lakukan di sini Tuan"?" Juan menghela napasnya lega saat mengetahui orang tersebut adalah seorang pria. Ia pun menggelengkan kepala pelan lalu meninggalkan beberapa lembar uang untuk pria tersebut. la pun pergi dari sana sembari menggelengkan kepalanya heran dengan tingkahnya barusan yang terlihat menggelikan. Mencari keberadaan Rocelin di antara tunawisma?! Yang benar saja! "Sudah ku duga jika jalang itu pasti sudah meninggal." Juan menarik sudut bibirnya kecil. Di sisi lain Rocelin sedang duduk termenung di pinggir jalan sembari membawa tas Selempangnya. Dia memutuskan pergi dari kawanan nya karena ia takut bertemu dengan Juan lagi. la kelelahan karena terlalu lama berjalan tanpa tentu arah. Dia tidak tahu harus pergi kemana karena ia tidak tahu dimana tunawisma lainnya menetap. Jalanan sudah terlihat sepi dan ia di sana sendirian sembari mengelus perutnya yang terasa sedikit nyeri. "Jangan seperti ini." Rocelin menggigit bibirnya karena rasa sakit di perutnya semakin menjadi. la mencoba untuk menahan rasa sakit di perutnya namun tak bisa, tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Keringat dingin mulai mengucuri wajahnya dia meremas kuat tasnya untuk melampiaskan rasa sakit di perutnya. "Hiks sakit argh." Rocelin mulai terisak karena rasa sakitnya tidak main-main. Dia merangkak ke tengah jalan berharap ada seseorang yang lewat dan dengan baik hati menolongnya. Ia kesakitan, ia tidak bisa menahan nya lebih lama lagi hingga ia jatuh pingsan di tengah jalan sembari meringkuk. Dan beruntunglah karena ada mobil yang berhenti di depan tubuh Rocelin lalu dengan baik hatinya membawa Rocelin bersamanya. Tit tit!! Rocelin samar-samar mendengar suara kecil di sekitarnya, ia mengerang pelan lalu membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali untuk menghilangkan pandangan nya yang terasa kabur. Yang ia lihat hanya lampu dan atap yang berwarna putih. "Oh, kau sudah bangun." Rocelin menoleh ke arah sumber suara, dia membulatkan matanya saat mengenali pria tersebut. Dia adalah Jiyo, pria yang sempat dekat dengan nya saat ia bekerja di bar. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun karena jujur ia takut jika Jiyo memberitahu Juan dan ia harus bertemu dengan pria jahat itu. "Aku tadi menemukanmu tidak sadarkan diri di tengah jalan. Namaku Jiyo, aku pemilik rumah sakit di sini. Namamu siapa?" Tanya Jiyo membuat Rocelin menghela napasnya lega. Mungkin Jiyo tidak bisa mengenali wajahnya karena penampilan nya yang tidak layak untuk dipandang la berterima kasih dengan rambut kusutnya dan wajah gembelnya. "Terimakasih Tuan sudah menolongku. Namaku Rosa." Dusta Rocelin. Jiyo mengernyitkan dahinya saat merasa familiar dengan suara tunawisma yang ia tolong. Rocelin menatap was was Jimin barang kalo pria tampan itu mengenalinya. Ia terkejut saat mendengar suara pintu terbuka, dan ia melihat wanita manis berkulit putih yang sedang menunjukkan senyum gusinya. "Hai. Syukurlah kau sudah bangun. Suamiku tidak mengganggumu kan?" Tanya istri Jiyo kepada Rocelin sembari mengeluarkan banyak makanan dari paper bagnya. Rocelin kembali membulatkan matanya. saat mengetahui jika Jiyo sudah menikah. Sangat cantik istri dari kenalan lamanya itu. "Dia memang seperti itu. Kenalkan istriku Yona." Jiyo duduk di samping Yona lalu memberi kecupan sayang di pipi Yona. Rocelin iri melihat kasih sayang Jiyo kepada Yona, dia ingin merasakan hal yang sama namun semuanya sudah hancur. la rindu merasakan kasih sayang dari seseorang, terakhir kali in mendapatkan itu dari sang ayah. "Namamu siapa?" Tanya Yona menghampiri Rocelin sembari mengelus surai gimbal Rocelin tanpa rasa jijik. Rocelin sedikit kikuk dan merasa canggung karena perlakuan Yona yang hangat. Ia menatap wajah cantik Yona dengan berbinar, beruntung sekali Jiyo yang pendek seperti itu mendapatkan wanita cantik nan imut seperti ini. "Namaku Rocelin." Ujar Rocelin tanpa sadar karena mengagumi paras Yona. "Rocelin? Aku pernah mendengar nama itu-" Dengan cepat Rocelin menyadari kesalahan nya. "Rosa, Namaku Rosa." Ujar Rocelin dengan wajah meyakinkan. Yona mengernyit sekilas namun setelahnya ia mengangguk, mungkin dia salah dengar. Rocelin menghela napasnya lega melihat Yona yang terlihat mempercayainya. Dadanya terasa sesak saat Yona mengelus perut besarnya dengan senyuman tulusnya. "Berapa usia kalian?" Tanya Yona yang mana membuat Rocelin bingung. Yona tertawa kecil melihat ekspresi kebingungan Rocelin yang terlihat menggemaskan. Dia mencubit pipi tirus Rocelin hingga membuat sang empu terkejut dan menyingkirkan tangan Yona "Kotor Nyonya," Cicit Rocelin sembari berusaha menjaga jarak dengan Yona. Dia tidak mau Yona merasa terganggu dengan bau badan nya atau penampilan nya yang kotor. Yona terdiam sesaat, dia mengerjap beberapa kali untuk menghalau air matanya yang mendesak keluar. Dia melihat tubuh Yona yang sangat kurus namun dalam keadaan mengandung, tubuhnya terlihat tidak terawat dan ia melihat pakaian Rocelin sudah tidak layak pakai. Hatinya sakit melihat hal itu. "Berapa usia kandunganmu? Dan juga usiamu Rosa?" Yona memperjelas nya hingga membuat Rocelin membulatkan bibirnya. "Usianya 6 bulan. Sedangkan aku 25 tahun." Rocelin tersenyum tipis. Yona tersenyum lembut, dia pun membawa Rocelin pulang setelah mendapatkan perawatan. Ada satu hal yang membuat hati Yona tercabik-cabik. Janin didalam perut Rocelin kekurangan nutrisi yang menyebabkan harus mengonsumsi banyak suplemen untuk penambah gizi. Rocelin juga harus melakukan kontrol 5 kali dalam sebulan, dia merasa iba karena ia tidak yakin jika Rocelin bisa melakukan kontrol dengan rutin. Bahkan untuk makan sehari-hari pun belum tentu Rocelin mendapatkan nya. "Turunkan aku di sini Nyonya. Terima kasih atas kebaikan kalian." Rocelin membungkuk kecil karena perutnya. Yona menatap Rocelin lalu membawa wajah Rocelin agar menatapnya. Rocelin terlihat terkejut, dia menatap wajab teduh Yona. "Aku akan membawamu pulang. Aku akan memberikanmu tempat tinggal dan pekerjaan." Ujar Yona dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Rocelin menggelengkan kepalanya dengan brutal, dia terlihat ketakutan. Kebaikan Yona mengingatkan nya dengan kebaikan Adira. Dia takut jika dia akan mendapatkan nasib yang sama seperti sebelumnya. Dia takut menerima kebaikan seseorang. "T-terima kasih namun aku tidak bisa Nyonya. Maaf." Rocelin melepaskan tangan Yona dari wajahnya. Yona menatap kecewa Rocelin, dia mencoba meyakinkan Rocelin dengan berbagai cara hingga tawaran baiknya diterima oleh Rocelin. "Nyonya tidak akan menyuruhku menikah dengan suami Nyonya kan?" Tanya Rocelin dengan was was karena mengingat kisah menyedihkan nya. Yona terlihat kebingungan namun dia tertawa renyah, dia menggelengkan kepalanya pelan. "Tentu tidak. Aku tidak akan membagi si pendek itu dengan siapapun. Dan cukup panggil aku 'Kakak." Jawab Yona sembari mengelus punggung tangan Rocelin. Rocelin pun tersenyum kecil sembari mengangguk, dan nampaknya dia lupa jika dia sedang berusaha menyembunyikan identitas aslinya dari Jiyo. Hingga Rocelin kembali tersadar dengan penyamaran nya saat mereka membawanya ke salon. "Ayo masuk salon ini milikku, biarkan pegawaiku memberikan pelayanan terbaik untukmu." Yona menarik lengan Rocelin dan membawanya masuk dengan wajah antusias. Rocelin menahan tangan Yona lalu menggelengkan kepalanya. Jika rambutnya dipotong dan wajahnya kembali menjadi bersih maka Jiyo akan mengenalinya. Dia tidak mau hal itu, dia seketika merasa menyesal karena menerima tawaran Yona. Bukankah seperti dejavu? Yona memaksa Rocelin untuk duduk di kursi untuk dipotong rambut panjangnya. Rocelin menggigit bibirnya dengan gugup sembari menatap Jiyo dari pantulan kaca, pria tampan itu sedang sibuk bermain ponsel di sofa. Tiga jam lamanya Rocelin selesai melakukan perawatan di sekujur tubuhnya. "Maaf-bolehkan aku meminta masker wajah?" Tanya Rocelin kepada pegawai di sana. Rocelin pun mendapatkan masker tersebut lalu keluar dari ruangan untuk menemui sepasang suami istri tersebut. Di luar sana Yona dan Jiyo tampak antusias melihat perubahan Rocelin. Dan saat Rocelin keluar mereka mendesah kecewa karena wajah Rocelin tertutupi oleh masker. "Buka maskermu Rosa." Yona tersenyum lebar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD