Mobil mewah Juan sudah sampai
di depan mansion mewah. Rocelin meremas pahanya sendiri karena jujur dia takut, dia takut dengan Juan- dia merasa malu dan bersalah.
"Ayo keluar Rocelin." Adira
tersenyum lebar lalu keluar lebih dulu. Dia membukakan pintu untuk Rocelin lalu membawanya masuk kedalam rumahnya. Juan sedang memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah mewah mereka.
"Ka-Kakak .. sebaiknya aku pulang." Cicit Rocelin sembari enggan menginjak lantai marmer rumah Adira.
Adira tersenyum kecil, dia
menggelengkan kepalanya melarang Rocelin pulang. Dia ingin wanita cantik ini yang la bawa merasakan masakan terbaiknya.
"Makanlah lebih dulu. Setelah itu kau bisa pulang." Adira mengelus kepala Rocelin pelan. Entahlah, dia merasa kasihan melihat wanita menggemaskan itu. Penampilannya nya terlihat sangat lusuh dan tubuhnya sangat kurus, hanya dengan melihat tatapan Rocelin pun mampu membuat hatinya bergetar
"Baiklah Kak." Rocelin menunduk hendak melepas sepatunya namun dengan cepat Adira menahannya dengan wajah sedikit tidak suka.
"Apa yang kau lakukan?" Adira
mengernyit heran.
Rocelin menunjuk sepatunya yang terlihat kotor dan sudah tak layak pakai. "Sepatuku sangat kotor Kak. Biarkan aku melepasnya agar tidak mengotori lantai rumahmu." Rocelin memasang wajah memohon.
Adira hanya bisa menghela napasnya panjang, dia pun mengangguk lalu membiarkan Rocelin meletakkan sepatunya di luar. Adira kembali merasa
iba saat melihat kaos kaki milik Rocelin sudah berlubang.
Juam menatap mereka berdua dari
kejauhan, matanya menatap dingin ke arah punggung Rocelin. Rahangnya mengeras mengingat siapa Rocelin sebenarnya. Dia kembali teringat dengan masa lalu kelamnya bersama Rocelin. Ck, kenapa istrinya bertemu dengan wanita sialan itu?! Juan berdecak tidak suka. Ia pun hendak masuk rumah namun matanya tertuju pada sepatu usang milik Rocelin, ia mengernyit jijik sesaat lalu masuk kedalam rumah begitu saja. Adira
segera membawa Rocelin masuk dan mempersilahkan bocah itu untuk duduk di sofa mahalnya.
Adira berlari kecil menuju dapur untuk mengambilkan Rocelin air minum.
Rocelin mengedarkan kepalanya ke segala arah, dia terperangah melihat kemewahan rumah mereka. Ia tersenyum kecil melihat pigura besar yang berisikan potret pernikahan Juan bersama Adira.
"Baby kau dimana?!" Teriak Juan yang turun dari lantai atas. Pria tampan itu memakai pakaian santai dan hal itu membuat Rocelin kembali terpesona dengan pria itu. Juan melewati Rocelin begitu saja seakan wanita itu tidak ada.
"Di dapur Sayang!"
Jujur saja Rocelin merasa tidak nyaman berada di sini, namun ia tidak ingin mengecewakan Adira yang sudah sangat baik kepadanya.
Tak lama kemudian Adira datang dengan minuman dan camilan di atas nampan.
Juan duduk di sofa seberang lalu menyalakan televisi mengabaikan atensi Rocelin.
"Silahkan-ini cookies buatanku sendiri." Adira memberikan segelas jus jeruk kepada Rocelin.
Rocelin menerimanya dengan baik,
ia meminumnya seteguk dan rasanya ia ingin menangis dengan keras karena bisa merasakan minuman selezat itu. Dia menunduk menatap jus jeruk di
tangannya, terlihat sangat segar dan mahal. Dia mengucap puji syukur di dalam hatinya karena bisa merasakan minuman seenak ini. Sudah lama rasanya dia tidak merasakan sesuatu yang manis. Dia pun dengan malu-malu mengambil sebuah cookies di meja lalu menggigitnya kecil.
"Apa enak?!" Tanya Adira dengan antusias. Rocelin mengunyahnya lebih dulu lalu menelannya. Dengan semangat dia mengangguk, ia tersenyum lebar dan itu terlihat sangat manis.
"Sayang lihat?! Rocelin mengatakan ini enak. Kau saja yang seleranya buruk hingga mengatakan cookiesku tidak
enak!" Cibir Adira sembari mencubit pinggang sang suami.
Juan meringis kecil lalu mengangguk malas, dia menarik tubuh Adira agar duduk di sampingnya. Dia memeluk tubuh istrinya dengan manja yang mana membuat Adira sedikit malu akan keberadaan Rocelin.
Dengan cepat Rocelin menunduk
enggan melihat kemesraan mereka
berdua. Dia merasa bersalah kepada Adira karena menyimpan rasa kepada Juan.
"Kau bisa memasak?" Tanya Adira kepada Rocelin. Rocelin mengangguk pelan, namun setelahnya ia menggelengkan kepalanya.
"A-aku tidak terlalu bisa memasak karena memang aku tidak sering berkutat di dapur." Rocelin tersenyum malu.
Bukan karena ia tidak sering berkutat di dapur-namun karena ia tidak mempunyai apapun untuk dimasak. Yang la makan hanyalah makanan hambar dari bahan sisa restoran. Terkadang dia juga memasak bahan makanan yang la beli sendiri, namun tetap saja rasanya hambar karena ia tak mampu membeli bumbu dapur.
"Kalau begitu kau tunggu di sini saja eum?! Aku akan memasak untuk kalian." Adira berlari naik ke atas untuk mengganti pakaian nya.
Suasana menjadi hening di ruang keluarga, Juan fokus ke arah televisi sedangkan Rocelin hanya menunduk menatap jempol kakinya yang keluar dari kaos kaki.
"Tidak tahu malu." Juan mendengus geli tanpa menatap Rocelin. Rocelin meremas kuat gelas di tangannya, dia takut jika Juan marah kepadanya. Dia bahkan tidak berani untuk sekedar menatap Juan sekilas, kedua tangannya menjadi dingin seketika.
"Sebaiknya kau pergi dari sini. Ujar
Juan tanpa perasaan.
"Tapi Kak---"
"Beraninya kau menyebut istriku dengan mulut hinamu. Pergi sekarang juga dari rumahku." Juan menggeram marah.
Rocelin meletakkan gelas minumannya di atas meja dengan tangan bergetar. Lalu ia pun pergi tanpa mengeluarkan sepatah katapun, ia harap Adira tak melihatnya sehingga ia bisa pulang tanpa halangan. Ia bernapas lega saat sudah keluar dari pekarangan rumah Juan. Dia menoleh ke belakang dan terus berlari tak tahu arah. Rocelin terus berjalan tanpa tau arah jalan pulang, berharap dia bisa sampai ke rumahnya.
.
"Loh? Dimana Rocelin?" Beo Adira
bingung tidak melihat siluet Rocelin. Juan sendiri sudah tidak ada di ruang keluarga, dia pun menuju kamarnya dan melihat Juan sedang bermain game.
"Rocelin dimana Sayang?" Tanya Adira dengan tidak sabar.
"Bukankah dia masih ada di bawah? Aku di sini sedari tadi " Jawab Juan dengan santai. Adira menghela napasnya kasar, dia terlihat kecewa dengan kepergian Rocelin, la pun menyuruh Juan turun untuk segera makan malam.
Di sisi lain-Rocelin terlihat kelelahan di pinggir jalan dengan wajahnya yang terlibat pucat. Dia tidak tahu dia dimana, dia tidak merasa pernah melihat jalan ini. Dia tidak mempunyai uang untuk naik angkutan umum, jadilah dia berjalan tanpa arah sedari tadi.
"Aku harus bagaimana?" Rocelin terlihat bingung. Dia duduk di trotoar lalu melepas sepatunya, in meringis kecil melihat luka di tumit kakinya karena gesekan. Dia menyentuh pelan lengannya yang terasa nyut-nyutan akibat jahitan tadi. Dia pun memutuskan jalan lebih lama lagi hingga ia menemukan halte bus dan terdapat beberapa orang di sana.
Dengan ragu dia ikut duduk di sana yang mana membuat orang di sekitarnya sedikit takut melihat penampilan Rocelin. Kemeja usang yang sudah berlubang lalu celana formalnya yang berwarna hitam namun beberapa spot warnanya sudah hilang, tak lupa sepatu dan tas usangnya.
"Maaf-arah ke perusahaan XX kemana?" Tanya Rocelin dengan hati-hati. Perusahaan XX adalah perusahaan besar yang berada di dekat rumahnya.
"Perusahaan XX?! Itu ada di seberang sana, sangat jauh dari sini. Kau tidak bisa naik dari halte bus ini." Jawab seorang pria paruh baya di sampingnya. Rocelin
membuka mulutnya terkejut. ta pun mengangguk kecil lalu bergumam terima kasih. Ternyata dia sedari tadi berjalan ke arah yang berlawanan dengan rumahnya. Dengan terpaksa dia kembali berjalan melalui jalan yang ia lewati tadi. la berjalan tertatih karena kakinya sangat perih, dia menghela napasnya lelah.
"Apa aku istirahat lebih dulu?" Monolognya kepada diri sendiri. Dia tersenyum lega melihat gang kecil di sana, dia berjalan kesana dan seketika. terkejut saat melihat banyak tunawisma yang bertempat tinggal di sana. Dia pun duduk di samping barisan timawisma yang tertidur, ada juga yang sedang bermain kartu. Dia duduk berselonjor lalu bersandar ke dinding, dia memejamkan matanya dengan cepat karena ia benar-benar kelelahan, Hingga la kembali terbangun karena rintikan air hujan di wajahnya.
Para tunawisma berhamburan pergi dari sana mencari tempat berteduh, namun ia tak melakukan hal itu. Dia hanya duduk di sana tak memperdulikan hujan yang semakin deras mengguyur tubuhnya.
"Rasanya menyedihkan." Rocelin tertawa kecil sembari mendongak membiarkan wajah cantiknya diterpa air hujan yang terasa menyakitkan di kulit wajalnya.
"Apa yang harus kulakukan?" Gumam Rocelin dengan perasaan hampa. la melihat sekumpulan berandal berjalan dari kejauhan. Dia menatap mereka dengan pandangan kosong seakan tak bernyawa. Rocelin memusatkan atensinya kepada orang yang memanggilnya, la mendongak sembari menajamkan pandangannya.
"Maaf-siapa?" Tanya Rocelin tidak mengenali pria di depannya.
"Yaak!! Aku Mike teman sekelasmu dulu!" Kesal Mike karena tidak dikenali oleh temannya. Rocelin herusaha mengingat lalu membulatkan kedua matanya. Dengan cepat ia berdiri dan hampir saja terjatuh karena kakinya yang sakit, Rocelin menahan tubuhnya di dinding.
"Kak Mike?! Syukurlah aku bertemu denganmu." Rocelin terlihat sangat bahagia. Mike memang satu tahun lebih tua dari Rocelin karena pria itu tidak naik kelas dan berakhir satu kelas dengan Rocelin.
"Kenapa kau bisa disini?" Tanya Mike heran. Rocelin merengut sedih yang mana membuat Mike terkekeh gemas, dia melepas jaket kulitnya lalu memberikan kepada Rocelin. Dengan senang hati Rocelin menerimanya, walau mereka dulu bukan teman dekat namun Mike. Namun Mike cukup sering mengganggu wanita manis itu karena sangat menggemaskan.
"Aku tersesat Kak. Bisakah kau memberitahuku arah jalan pulang ke rumahku?" Tanya Rocelin penuh harap. Mike menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Rocelin, sebesar ini bisa-bisanya tersesat di tempat kotor seperti ini.
"Beruntung hari ini hujan. Jika tidak maka tamatlah riwayatmu Roce. Ayo ikut denganku." Mike berjalan lebih dulu dan diikuti teman-teman nya. Rocelin tersenyum lega, dia mengikuti Mike hingga berhenti di depan motor sport. Mike menyuruh Rocelin segera naik lalu ia melajukan motornya diikuti oleh teman-temannya di belakang. Namun nampaknya hujan semakin deras dan Mike merasa Rocelin menggigil kedinginan di belakangnya.
"Sebaiknya kita berteduh ke rumah kakakku lebih dulul Ada di dekat sini!" Mike berteriak dengan kencang. Rocelin tak mendengarnya, kepalanya sangat pusing hingga relinganya berdenging tak mendengar apapun. la mencengkeram pakaian Mike dengan kuat agar tidak terjatuh. Mereka pun sampai di depan rumah mewah, Mike menekan bel berulang kali dengan brutal la terlihat terkejut saat merasakan beban berat di punggungnya.
"KAKAK!! INI AKU MIKE CEPAT BUKA!!" Mike berteriak dengan keras karena suara gemuruh saling bersahutan. Klik! Kunci pagar pun terbuka, ia turun dari motor dan terkejut saat menemukan Rocelin sudah tidak sadarkan diri. la mengerang kesal lalu menggendong tubuh basah Rocelin masuk kedalam. Teman-teman Mike sudah pergi lebih dulu menuju markas mereka.
"Auhh dingin sekali ..." Mike menggigil sembari membaringkan Rocelin di lantai. Pemilik rumah pun datang menghampiri adiknya-
"Siapa yang kau bawa?" Tanya Juan dengan wajah yang terlihat terkejut. Mike tersenyum konyol sembari melepas kaos basahnya.
"Temanku Kak. Aku bertemu dengannya di perbatasan kota, dia tersesat." Mike tertawa geli mengingat apa yang terjadi kepada Rocelin. Tak lama pun Adira keluar dan ia membulatkan matanya melihat Rocelin terbaring di atas lantai dengan tubuh yang terlihat pucat.
"Ada apa dengannya??" Panik Rocelin sembari memukul kuat punggung sang suami agar memindahkan Rocelin ke atas sofa. Dengan wajah malas Juan menggendong tubuh lemah Rocelin ke atas sofa. Padahal Mike meletakkan Rocelin di lantai karena ia takut terkena amukan Adira karena sofa mahalnya basah jika meletakkan Rocelin di sana. Mike Aksana namanya, dia adik bungsu Adira yang benar-benar berandal dan tak bisa diatur. Bocah itu menyukai kebebasan.
"Bagaimana bisa kau bersamanya?" Tanya Adira sembari masuk kedalam mengambil handuk.
"Dia temanku! Bertemu di seberang rumah kita Kak. Kau mengenalnya?" Tanya Mike berteriak. Dan Mike tidak terkejut saat mengetahui sang kakak mengenal Rocelin. Karena kakak cantiknya itu mengenal banyak orang terutama mereka yang membutuhkan bantuan seperti Rocelin. Mike terkejut melihat bagaimana menyedihkan nya kehidupan teman nya ini.
"Kenapa hidupnya berubah menyedihkan?" Mike tertawa kecil menatap Rocelin. Juan sedari tadi hanya diam duduk di sofa sembari menatap wajah Rocelin yang terbilang masih sama seperti dahulu. Ia berdecih pelan lalu pergi dari sana dengan wajah angkuhnya, Mike menatap heran kakak iparnya tersebut. Adira segera menyelimuti tubuh Rocelin dengan selimut tebal lalu memberikan adiknya handuk.
"Sebaiknya bawa dia ke kamar. Dan lepas semua pakaian basahnya!" Perintah Adira membuat Mike melongo.
"Kak! Aku dan dia bukan suami istri! Kau ini kadang-kadang ya!" geram Mike.
Adira menepuk dahinya lupa, lalu dia sendiri memutuskan untuk menggantikan baju Rocelin.