Hari-hari di sekolah Part-3

1550 Words
Berbeda dengan Wawan.     Wawan yang berada di kelas X Farmasi klinis dan komunitas 1 ia tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam hal pelajaran akademiknya baik pelajaran umum maupun praktikum, dia selalu mendapatkan nilai yang baik dan pujian dari para guru atas pencapaian prestasinya, kecermelangan dalam hal akademiknya juga berbanding lurus dengan kepopulerannya, dengan wajah putih berkacamata, ketampanannya mampu memikat para siswi di sekolah baik teman sekelas maupun kakak kelasnya berebut untuk bisa dekat dengannya, namun semua itu di respon dengan cuek oleh Wawan, bahkan seringnya karena sikap cueknya itu ia sering dikatakan sombong oleh sebagian banyak temannya, namun saat itu ia sama sekali tidak memperdulikan itu semua, fokusnya ia hanya satu yaitu belajar.     Hal itu yang membuat Wawan memiliki kendala dalam bersosialisasi dengan teman-temannya, dia sulit untuk dekat dan membaur dengan yang selainnya, Wawan merasa ada yang salah dengan dirinya, ia merasa harus ada perubahan dalam dirinya, karena baginya manusia tidak bisa menjalani kehidupan secara individualis. Dalam hatinya ia ingin merubah gaya hidupnya, ia ingin menjadi seperti yang selainnya dan bisa membaur dengan mereka, cuman ia tidak mengetahui harus bagaimana dan memulai dari mana. Selama satu tahun berada di tingkat satu Wawan hampir sama sekali tidak memiliki teman dekat di kelasnya, kecemerlangan Wawan taka da artinya jika hanya untuk dirinya sendiri, tanpa bersosialisasi dengan banyak orang atau mencoba hal-hal baru kecemerlangan Wawan tidak akan bisa terasah dan mampu menghasilkan karya serta keluasan manfaat buat banyak orang, ia akan menjadi bongkahan besi tak berguna yang tidak pernah diasah menjadi tajam. Sementara itu untuk Danila.     Dengan pengalaman bertemannya semenjak SD dan SMP yang kurang berjalan dengan baik, Danila lebih berhati-hati dalam berteman, selama di SMK dia memiliki satu teman dekatnya di kelas bernama Ghea, mereka menjadi dekat karena punya kesamaan hobi yaitu kpop dan anime, bagi Danila, Ghea merupakan anak yang bisa memahaminya dan bisa nyambung jika diajak berdiskusi, sedangkan teman-teman yang selainnya cenderung cuek dan pergaulannya suka memilih-milih teman. Untuk adaptasi pelajaran akademik Danila tidak ada kesulitan dalam memahami dan mengikutinya, dia selalu mendapatkan nilai bagus di kelasnya dan bersaing dengan teman dekatnya yaitu Ghea. Danila dan Ghea merupakan dua anak yang paling menonjol di kelas, hal ini yang membuat banyak temannya di kelas tidak suka dengan kedekatan mereka, ketidak sukaan teman-teman sekelas Danila juga disebabkan karena Danila dan Ghea sama-sama memiliki prinsip untuk tidak memberikan contekan kepada teman-teman sekelasnya yang lain, karena bagi mereka hal itu tidak mendidik dan mencerdaskan mereka. Karena hal tersebutlah yang membuat teman-temanya melakukan berbagai hal buruk untuk menjauhkan Danila dari Ghea. Hingga suatu ketika di saat Danila sedang menjalakan sholat dzuhur sedangkan Ghea sedang pergi istirahat untuk makan ke kantin, teman kelasnya merusak tablet android milik Danila yang diletakkannya dalam tas ransel yang berada di bangku sekolah tanpa sepengetahuannya, tablet android yang diletakkan dalam tas itu tiba-tiba hancur dan pecah ketika dilihat oleh Danila selepas ia kembali dalam menjalankan sholat dzuhur, tanpa mengetahui siapa yang merusaknya.     Danila seketika menangis melihat tablet android satu-satunya alat komunikasi miliknya hancur dan pecah, ia sedih karena dengan keterbatasan ekonomi keluarganya ia tidak mampu lagi memperbaiki atau bahkan membeli alat komunikasi baru, karena tidak punya uang. Tiba-tiba ketika Danila menangis dari belakang ada suara terdengar.     “Tadi gue lihat Ghea mendekati tas lu.” Kata Lina teman kelas Danila yang duduknya di belakang bangku milik Danila.     Mengambil suatu keputusan di saat kita sedang dalam puncak emosi merupakan suatu keburukan, karena nalar rasional kita telah terselimuti benci, sehingga tak mampu untuk berfikir jernih. Saat itu seketika hati Danila hancur dan tidak percaya teman dekat yang ia percayai melakukan hal buruk kepadanya, ia lalu mengusap air matanya dan pergi mencari Ghea di kantin sekolah.     “Lu yang ngerusakin tablet android gue ya? Gue punya salah apa sama lu?” Ucap Danila marah kepada Ghea sembari manangis dan mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Ghea.     “Maksud lu apa Ila? Gue enggak tau apa-apa!” Jawab Ghea sambari kebingungan melihat Danila menangis dan menuduhnya.     Semenjak hari itu hubungan pertemanan Danila dan Ghea pun semakin merenggang, pada akhirnya Danila merasakan konteks pertemanan yang sama dengan yang ia rasakan sewaktu SD dan SMP, ia dijauhi teman sekelasnya, parahnya bahkan karena ia tidak mampu membeli alat komunikasi baru membuatnya sering tertinggal informasi di kelasnya, sementara teman selainnya tidak mau memberikan informasi kepadanya, ia merasa sendirian di kelas, setiap hari ia hanya fokus pada pelajaran saja, tanpa sedikitpun berbaur dengan teman selainnya, hampir setiap hari Danila dikerjain serta dikucilkan sama teman-temannya di kelas, pernah ada suatu peristiwa ketika Danila menjalankan praktikum di laboratorium ia kelupaan membawa satu alat prakteknya, ia merasa kebingungan serta khawatir tidak bisa menyelesaikan praktikumnya yang berbuntut pada kemarahan guru praktiknya atau ia akan kena remedial, karena kondisi itu akhirnya Danila mencoba untuk memberanikan diri untuk meminjam alat praktikum kepada Lina teman sekelasnya yang kebetulan saat itu dia sudah menyelesaikan praktikumnya.     “Lin, lu kan sudah selesai praktikum. Gue pinjam alat punya lu boleh enggak? Soalnya punya gue ketinggalan.” Tanya Danila dengan baik-baik.     “Punya gue nanti akan dipinjam sama Rani.” Jawab Lina dengan ketus kepada Danila.     “Ohh, ya sudah kalau gitu terima kasih.” Ucap Danila singkat karena kesal dengan Lina, Danila mengetahui kalau Rani sudah bawa peralatan praktikum sendiri dengan lengkap.     Hampir setiap hari selepas pulang sekolah Danila selalu menangis, ia menangisi setiap pengalaman pahit yang ia rasakan selama di sekolah. Pengalaman pertemanan yang pahit untuk kesekian kalinya yang terjadi kepada Danila seketika membuat alam bawa sadar Danila me-recall ingatan kelam masa lalu pertemanannya yang buruk, sehingga membuat Danila kembali merasakan bisikan-bisikan negatif muncul menganggu fikirannya, bisikan itu kembali mengatakan kepada Danila.     “Lu enggak berguna, lu enggak diharapin di dunia, mending lu mati saja.” Suara delusi yang muncul di kepala Danila secara berulang-ulang.     Kepala Danila terasa sangat berat dan menyakitkan, kesadarannya sudah mulai goyah, tanpa sadar ia kembali melangkahkan kakinya menuju dapur rumahnya untuk mengambil sebilah pisau yang akan ia gunakan untuk melukai tangannya. Akan tetapi Allah maha baik kepadanya, untuk kesekian kalinya walaupun sempat ia goreskan pisau di lengangan kirinya, ia selalu dihalangi oleh Mamanya yang datang di saat yang tepat, saat itu Mama Danila merasa heran dengan apa yang dilakukan Danila di dapur, kemudian Mamanya berteriak menanyakan apa yang dilakukan oleh Danila di dapur, seketika suara Mama Danila itu menyadarkannya, buru-buru ia sembunyikan luka kecil goresan pisau di tangan kirinya dari Mamanya, untuk kesekian kalinya ia masih mampu menyembunyikan penyakitnya dari Mamanya. Peristiwa seperti itu lebih intens terjadi selama ia berada di tingkat satu SMK, selain ingin menggoreskan pisau, Danila juga pernah ingin membakar tangannya diatas kompor yang tanpa ia sadar, ia nyalakan sendiri ketika kondisinya sedang di pengaruhi oleh delusinya, tak terhitung sudah berapa luka yang ada dalam tubuhnya Danila akibat delusi yang muncul dalam fikirannya, berada di tingkat satu SMK merupakan tahun yang sangat kelam bagi kehidupan Danila, sampai ia bertemu dengan teman-teman serta lingkungan baru di rohis. Sedangkan untuk Mutmainnah.     Pengalaman bersekolah dalam lingkungan pendidikan Islam sejak kecil seakan membentuk kedirian dan standart tersendiri dalam kehidupan Mutmainnah, dikelilingi teman yang terjaga secara adab dan perilaku, budaya keagamaan senantiasa digaungkan, ibadah wajib dan bahkan sunnah senantiasa dijalankan. Hal itu sudah tidak lagi ia rasakan dan temukan dalam ruang lingkup lingkungan pendidikan di SMK, Mutmainnah tidak ada kesulitan sama sekali dalam mengikuti dan memahami pelajaran akademik baik umum maupun praktikum di sekolah, ia selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap pelajaran akademik yang ia ikuti. Namun yang membuatnya ‘shock culture’ adalah pada interaksi pertemanannya yang sangat jauh berbeda dengan dulu sewaktu ia SD hingga SMP.     Mutmainnah sedikit bingung kenapa "gue bener-bener asing sama orang-orang di sini, gue bener-bener bingung dan gue cuma bisa bilang 'oh gini toh sekolah negeri'.“  Ungkap mutmainnah dalam hati.     Yups... di SMK ia merasa punya temen yang bener-bener membuat ia jauh dari agama, contohnya dari perkataan dia, dia merasa sedikit berubah, kata-kata yang tidak biasanya dia denger (seperti Kata-kata kotor menyebut nama binatang), sekarang jadi makanan sehari-hari buat dia. Cerita-cerita yang biasa mereka ceritakan tentang curhatan mereka seperti enggak biasa buat telinga Muthmainnah, sampai terkadang ia enggak habis fikir sebegitu rusaknya kehidupan remaja masa sekarang, mereka sangat jauh dari nilai-nilai agama. Hal ini yang membuatnya sangat hati-hati dalam memilih pertemanan, masa-masa awal sekolah ia kebanyakan berkutat kepada adaptasi dengan lingkungan pertemanan, yang tanpa disadari mampu mempengaruhi kehidupannya hingga akhirnya ia bisa menemukan dua teman yang menurutnya masih ‘baik’ secara moral dan tutur kata, mereka adalah Fadhila dan Merliawati, kebetulan juga dua teman dekatnya ini juga mengikuti ekstrakulikuler yang sama dengannya yaitu rohis.                 Selama di SMK Muthmainnah masih mengubur mimpinya dalam bermusik, ia merasa kelabu jika ingin melangitkan mimpinya kembali hal itu karena ia masih belum menemukan jawaban yang menurutnya bisa memuaskan atas sebuah fatwa yang pernah disampaikan oleh gurunya semenjak SMP bahwa bermain alat musik itu haram dalam ajaran Islam, kehidupan yang sebelumnya bertemankan nada-nada indah dari irama gitar yang sering ia mainkan kini berganti dengan goresan-goresan pena yang bermuara pada bait-bait puisi atau lagu ciptaannya sendiri. Semenjak munculnya fatwa haram bermain alat musik yang ia dengar sejak SMP, kehidupan Mutmainnah berubah, kini ia sibuk membuat karya puisi maupun lagu-lagu ciptaannya sendiri untuk mengisi waktu refresh atau luangnya, sudah banyak puisi, quotes maupun lirik lagu yang sudah ia buat dan sebagaian besar menghiasi laman media sosial milik Muthmainnah, Kadang kamu tak pernah mendapat apa yang kamu inginkan. Tapi Tuhan tak pernah membuatmu gagal dalam segala hal. Kamu akan menemukan keberhasilan dari segi lain. Percayalah apa yang sedang kamu usahakan. Itulah yang akan kamu dapatkan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD