Jantungku seperti berhenti berdetak selama beberapa saat tiap mengingat beberapa waktu tadi. Kehangatan yang berasal dari pelukan erat itu masih kurasakan. Ya elah jangan lebay, Nu. Ya iyalah masih hangat, lo tidur di deket perapian, gubluk, dewi batinku mencerca. Tetapi, debaran ini nyata. Aku masih mengingat dengan jelas ucapan Sabda. Aku menggeliat dan menendang-nendang kaki seperti cacing kepanasan. Kusembunyikan wajah di balik selimut. Setelah mendengar ucapan itu, aku melepas pelukannya, kemudian berkata dengan sangat percaya diri: “Aku pikir-pikir dulu mau memaafkan kamu apa nggak.” Lalu, melenggang pergi. Lagi-lagi aku menggerung dan menendang-nendang kaki. Sok jual mahal segala. Masih mending dia mau sama lo, dewi batinku menyinyir. Mendengar suara langkah kaki, aku buru-buru