12. Menikah Denganmu

1405 Words
Hari pernikahan yang ditunggu akhirnya tiba juga, hari ini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah. Shireen kini tengah didandani untuk acara resepsi, dia berada di kamar hotel, Ayana sangat setia mendampinginya. Menjadi asisten pribadinya. Para bridesmaid memakai pakaian berwarna biru langit dengan gradasi putih yang membuatnya tampak semakin cantik. Mereka sudah hadir satu persatu untuk acara resepsi pernikahan ini. “Aku ke bawah sebentar ya?” ujar Ayana pada Shireen yang masih dirapikan alisnya karena acara resepsi memakai make up yang lain yang lebih glamour. “Oke,” timpal Shireen. Penata rias terlihat konsentrasi memulaskan pensil alis di bagian itu. Ada asistennya yang siap mendampingi. Ayana berpapasan dengan Gyandra yang juga masuk ke dalam kamar hotel itu. Gyandra menuju walk in closet dan menatap dirinya di cermin. Ponselnya berdering, dia pun menerima panggilan yang ditunggunya sejak tadi. “Ya. Kenapa enggak datang?” tanya Gyandra, nada suaranya terdengar sedikit meninggi sehingga Shireen bisa mendengar ucapannya. “Ini kan acara penting, masa untuk saudara sendiri enggak bisa luangin waktu? Enggak perlu alasan segala macam deh, kamu memang enggak pernah berniat terlibat dalam moment penting aku kan? Papa? Mama? Itu hanya alasan kamu aja.” Lama Gyandra terdiam, dia membuka kran wastafel untuk menyamarkan suaranya, lalu dia berbicara lebih pelan dan memutuskan panggilan itu. Dia menatap ponsel yang layarnya telah mati itu. Gyandra menggeleng perih. Di saat penting seperti ini, salah satu orang terpenting dalam hidupnya tidak hadir. Dia jelas sangat kecewa. Gyandra kemudian keluar dari walk in closet, menghampiri penata rias untuk meminta pakaiannya. Asisten penata rias pun memberikan setelan jas untuk Gyandra yang menggantinya di toilet. Ini kali pertama Shireen melihat wajah Gyandra yang terbalut rasa kecewa, wajahnya tampak murung. Setelah penata rias selesai merias wajah Shireen, kini bergantian dengan penata rambut yang menata rambut Shireen, diberikan mahkota kecil yang memperindah tampilan rambutnya. Hari semakin siang dan Shireen serta Gyandra sudah kembali ke hallroom hotel untuk acara resepsi. Para bridesmaid berbaris di depan mereka, pembawa acara memanggil kedua mempelai untuk memasuki pelaminan, musik pun mengalun. Lampu-lampu menyala dengan sangat indah. Ada lampu sorot yang menyorot mereka berdua sepanjang perjalanan. Para pengiring pengantin itu menabur bunga di sepanjang jalanan karpet merah yang terhampar menuju kursi pelaminan. Seorang penyanyi yang cukup terkenal menyanyikan lagu khusus pernikahan. Shireen yang berjalan mengamit tangan Gyandra terlihat sangat cantik bak ratu dari negeri dongeng. Dan Gyandra lah rajanya. Dia pun terlihat berkali lipat lebih tampan dan gagah, mereka sangat serasi berjalan bersama. Shireen melirik ke arah salah satu meja tamu undangan, terdapat orang yang paling ditunggunya. Danna serta Steffani dan orang tuanya yang menganga melihat acara mewah ini, bibir Steffani maju beberapa senti, tangannya dilipat dengan wajah kesal. Sejujurnya penampilannya tidak terlalu baik untuk ada di acara ini, begitu pula dengan Danna yang justru memakai kemeja hitam, yang sama dengan petugas catering, hanya kurang dasi merah saja. Atau dia bisa diminta tolong oleh tamu untuk membereskan tempat itu. Orang tua Danna memasang wajah muram, dia tak menyangka bahwa Shireen, wanita yang ditolak hadir dalam keluarganya terlihat sangat cantik, dan sialnya dia sangat pantas dengan kemewahan ini! Shireen tak bisa menyembunyikan senyumnya melihat hal itu, dia belakangan ini jadi sering upload foto di sosial medianya dan mereka adalah orang-orang yang pertama melihatnya, membuat Shireen semakin semangat membalaskan dendamnya. Kini kedua mempelai itu telah berada di atas kursi pelaminan, acara dilanjutkan dengan tarian tradisional khas penyambutan pengantin. Dekorasi hotel yang megah, makanan yang berlimpah, juga acara yang tak membosankan membuat siapa pun berdecak kagum akan kemewahan ini. Setelah acara tarian selesai, para tamu pun bergantian menjabat tangan kedua mempelai dan mengucap selamat atas pernikahan Gyandra juga Shireen. Orang tua Gyandra ikut ke atas pelaminan mendampingi mereka. Orang tua Ayana cukup tahu diri untuk tak menempatkan diri terlalu intens sehingga dia memilih menyapa para tamu dari bawah panggung pelaminan. Kini tiba giliran Danna dan keluarganya naik ke atas panggung. Shireen melihat mereka dan mengulum senyumnya. “Selamat ya,” ucap Steffani dengan senyum palsunya. “Terima kasih sudah hadir,” balas Shireen. “Kamu cantik,” tutur Danna yang langsung mendapat hadiah cubitan di pinggang oleh istrinya. Kondisi Danna tak kalah memprihatinkan, wajahnya tampak kusam tak bercahaya padahal mereka baru satu minggu menikah, kumisnya tumbuh dan tidak rapih. Orang tua Danna masih bersikap angkuh ketika menyalami Shireen serta Gyandra. Shireen sengaja memeluk ibu Danna dan tersenyum miring, “bagaimana Bu? Ehm sekarang saya panggil tante kali yaa, pasti tante tidak menyangka bahwa acara pernikahan saya jauh lebih megah dari pada yang tante lakukan,” tutur Shireen sambil melepas pelukan itu, dia memaksa senyumnya membuat Gyandra menggeleng geli. Mata Shireen menyipit dan terlihat sangat lucu. Wanita congkak itu seperti harimau kehilangan taring, hanya terdiam dengan wajah malu karena telah kalah telak di hari ini. “Selamat menikmati hidangannya tante, om,” sapa Gyandra yang dibalas senyum miring oleh mereka. Shireen dan Gyandra saling tatap dan menahan tawa ketika mereka turun dari panggung pelaminan. Tamu yang hadir cukup banyak membuat mereka hampir tak memiliki jeda istirahat, jika saja sang pembawa acara tak membatasi jabat tangan itu untuk ke pengisi acara tarian adat lainnya. “Ngomong-ngomong tadi ketika aku dirias, abang telepon siapa? Ada masalah?” tanya Shireen ketika mereka berdua duduk di pelaminan untuk sekedar meluruskan punggung. “Saudara, dia enggak bisa datang,” ucap Gyandra dengan raut kecewa, Shireen menatapnya lekat. Saudara? Dia tak bertanya lagi, karena Arumi sudah mengajaknya berbicara. Mungkin sepupunya yang dimaksud Gyandra, karena yang Shireen tahu Gyandra anak tunggal, tak pernah dia melihat anggota keluarga inti lain selain orang tua Gyandra selama mengenalnya. *** Gyandra dan Shireen memutuskan untuk pulang ke rumah setelah acara selesai, mereka sangat lelah dan butuh istirahat. Gyandra berkata dia tidak menyiapkan acara bulan madu sehingga mereka akan menghabiskan hari di rumah saja. Langit sudah gelap ketika mereka tiba di rumah, barang-barang yang berada di beberapa kardus milik Shireen masih teronggok di sudut dekat tangga karena belum sempat di bereskan. Ini kali pertama Shireen menjejakkan kaki di rumah itu sebagai istri Gyandra. Nyonya dari rumah yang diidamkan olehnya ini. Rumah yang membawanya menjadi seorang istri dari Gyandra Satria Mahesa. Pria tampan nan baik hati berkulit putih bersih seperti pangeran tampan dalam negeri seribu dongeng. Pria yang tulus membantu Shireen dan memberikannya keluarga yang utuh. Shireen tak akan kesepian lagi mulai kini, karena dia memiliki seorang suami dan orang tua yang menyayanginya seperti anaknya sendiri. “Kamu mau tidur di kamarku malam ini?” tanya Gyandra pada Shireen yang masih duduk bersandar di sofa ruang televisi. Dia terlihat kelelahan, matanya mungkin sudah lima watt, tadi di kamar hotel dia hanya memutuskan mandi dan membersihkan wajahnya agar bisa tidur sesampai di rumah. “Di sini juga enggak apa-apa,” jawab Shireen dengan suara malas. “Jangan, di sini kalau malam dingin. Di kamar saja, biar aku di kamar tamu,” ucap Gyandra. Mereka belum membahas tentang pembagian kamar, atau memang sengaja tak dibahas dan membiarkan naluri mereka yang mengambil alih nantinya. Bukankah dibalik pembalasan dendam Shireen, mereka menginginkan rumah tangga yang berjalan normal? “Tidur bareng aja, Bang. Enggak akan terjadi apa-apa juga kan?” ucap Shireen memastikan. Gyandra menggaruk tengkuknya. “Di sana kamarnya,” tunjuk Gyandra. Dengan langkah gontai Shireen masuk ke dalam kamar itu, dia mencari posisi yang pas untuk tidur, Gyandra mengekornya. Shireen sepertinya sudah setengah sadar ketika dia kembali duduk dan membuka kait branya, dia lepaskan bra itu melalui celah bajunya dan melemparkan ke sembarang arah. Gyandra membelalakkan mata dan Shireen justru kembali berbaring dan menarik selimut, dengan cepat dia tertidur pulas. Gyandra memandang benda yang teronggok mengenaskan itu, dia mengusir rasa aneh yang menyergapnya, dia mengambil benda itu, melipatnya dan meletakkan di atas meja. Gyandra pun merasakan kantuk yang luar biasa, kasurnya cukup untuk dua orang karena berukuran double. Dia memutuskan berbaring setelah mematikan lampu kamar, sepertinya Shireen tak terganggu dengan gerakan di atas kasur itu. Karena napasnya masih terlihat teratur, mungkin karena kelelahan sedang menguasainya. Gyandra membalik tubuh menghadap Shireen, wajah yang tertidur pulas itu terlihat cantik alami. Dia pun mengaguminya, sebenarnya sejak awal dia bertemu Shireen dia sudah jatuh hati padanya, hanya saja dia menyembunyikan di balik sikapnya yang seolah tak peduli. Kini dia bisa puas memandang wajah wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu, tangan Gyandra terulur, disentuh puncak hidung mungil milik Shireen. Dengkuran halus terdengar, wanita itu benar-benar terlelap tanpa terganggu sama sekali. Gyandra tersenyum tipis, dia pun ingin menyambut dunia mimpinya sejenak melepaskan lelah atas kegiatan luar biasa seharian ini. Kegiatan yang menguras tenaganya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD