14. Manis

1738 Words
Shireen mencoba membuat bolu gulung dengan resep yang dia lihat di ponselnya, sebenarnya dia sering membacanya, namun dia harus memastikan takarannya sudah sesuai. Dia pun mengurangi jumlah gula dalam resep itu agar sang suami bisa ikut menikmatinya. Setelah membuat adonan, dia pun memanggang dalam oven dan menyiapkan creamnya, dia juga membuat cokelat leleh untuk bolu gulung itu. Rasanya pasti lembut. Dulu dia sering membantu, tepatnya bekerja siang malam ketika bulan puasa membuat kue kering yang dijual oleh ibu yang menampungnya yang membuat jam tidurnya hanya dua jam setiap malam. Karena itu dia cukup familiar menggunakan pemanggang dan alat membuat kue. Dia pernah bercita-cita memiliki toko kue sendiri, namun harus diurungkan mengingat modalnya cukup besar dan dia memilih menjadi karyawan saja dengan pertimbangan tak ada kerugian yang akan dialami. Setelah bolu itu siap, dia pun mengeluarkannya menunggu dingin sementara, lalu dia menggulung dengan cream itu, bolunya siap disajikan. Namun, dia memilih menyimpan di lemari pendingin agar lebih nikmat. Shireen melihat sang suami yang bermain dengan laptopnya di ruang televisi, dia menghampiri dan duduk di sebelahnya. “Mana bolunya? Aromanya harum banget tadi,” tutur Gyandra. Shireen yang duduk di atas karpet itu hanya mendongak melihat suaminya dengan balutan baju santai terlihat semakin tampan. “Di kulkas, dingin lebih enak,” kekeh Shireen. Gyandra mengangkat kedua alisnya dan mengangguk pelan. “Lagi buat apa?” tanya Shireen, Gyandra menunjukkan design baru untuk meja belajar yang akan diaplikasikan di perusahaannya. “Wah bagus banget, kamu buat sendiri?” tanya Shireen. “Ya iseng-iseng,” jawabnya. “Iseng aja sebagus ini ya?” Gyandra hanya tersenyum menanggapinya, Shireen melihat ke arah televisi yang menyiarkan acara entertainment di mana terdapat dua artis kakak beradik yang asik bermain air. “Enak ya kalau punya kakak, dari dulu aku pengen banget dipanggil adek, tapi aku anak tunggal,” keluh Shireen membuat Gyandra ikut melihat tontonan itu. “Mau dipanggil adek? Nanti aku panggil adek,” ujar Gyandra yang cukup peka. Shireen lagi-lagi mendongak menatap suaminya dengan mata berbinar. “Beneran?” tanya Shireen. Gyandra mengangguk. “Jadi panggilnya abang adek sekarang?” tanya Gyandra. “Iya iya iya,” jawab Shireen antusias. “Hmmm adek mau makan siang apa? Dari tadi buat kue, enggak ingat sudah lewat jam makan siang?” tanya Gyandra. “Astaga bang, adek lupa,” kekeh Shireen merasa lucu sendiri dengan bahasa yang diucapkannya. “Abang pesan online saja ya,” timpal Gyandra dengan senyum khasnya. Shireen mengangguk lalu dia kemudian menggeleng. “Jangan, kalau pesan online kan nanti banyak pakai penyedap rasa, adek buat tumisan daging sebentar ya,” ujar Shireen. “Jangan nanti kamu kecapekan, kita makan di luar saja,” ucap Gyandra. “Makan di luar?” “Ya, di rumah mama,” kekeh Gyandra membuat Shireen ikut tertawa. “Setuju, sekalian kita bawain bolunya ya agar mama bisa coba juga,” jawab Shireen. “Siap, ganti baju dulu,” ungkap Gyandra. Shireen mengangguk dan berlari kecil menuju kamar. Baru sehari, namun dia sudah merindukan ibu mertua yang menyayanginya sepenuh hati itu. Setelah Shireen bersiap, mereka pun menuju rumah Arumi dengan membawa bolu buatan Shireen. “Mama pasti suka,” ucap Shireen yang kebetulan tahu bahwa ibu mertuanya menyukai kue cokelat. Bolu gulung itu telah dilapisi cokelat dan rasanya pasti nikmat. “Iya, mama suka banget kue cokelat, aku juga jadi pengen coba,” rutuk Gyandra karena Shireen sepertinya lebih senang jika memberikan kue itu ke ibu mertuanya dibandingkan dirinya. “Ya nanti bareng-bareng makannya sambil ngeteh ala bangsawan inggris,” celetuk Shireen sambil memangku kotak berisi kue buatannya tersebut. “Bangsawan Inggris? Ada-ada saja. Oiya kamu punya passpor, jalan ke luar negeri yuk,” ajak Gyandra. “Enggak punya lah, ke luar kota aja enggak pernah kecuali saat study tour dulu,” rutuk Shireen. “Masa sih?” “Iya, sedih kan jadi aku,” rutuknya. “Jangan sedih lagi, nanti kita jalan-jalan. Mau ke luar negeri atau luar kota, boleh,” ujar Gyandra membuat lengkungan ke bawah di bibir Shireen kemudian berubah menjadi melengkung ke atas, senyum lebar seperti anak kecil menghiasi bibirnya. “Janji ya?” “Iya abang janji,” jawab Gyandra. Shireen benar-benar seperti mendapatkan kebahagiaan berkali lipat, dia memiliki suami yang mengerti dan menuruti keinginannya, seperti burung yang lepas dari sangkarnya, meski dia sudah menikah namun dia seolah mendapat kebebasan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya, dari belenggu kisah hidupnya yang pahit. “Jadi mau ke mana dulu?” tanya Gyandra. Sejujurnya dia memang ingin membahagiakan Shireen, rasa sukanya pada gadis yang telah menjadi istrinya itu membuatnya menginginkan melihat dia tersenyum lebar terus ketika berada di dekatnya. “Swiss,” ucap Shireen setelah berpikir cukup lama. “Hmmm boleh,” balas Gyandra, dia jadi teringat bahwa dokter senior kakak sepupunya itu berada di Swiss dan dia diminta berkonsultasi dengannya, mungkin dia bisa sekaligus berkonsultasi nanti. “Beneran?” “Kok enggak percaya banget?” rajuk Gyandra. “Ya habisan cepat banget jawabnya,” rutuk Shireen. Gyandra menggeleng geli. Mobil yang mereka naiki pun tiba di rumah di rumah ibu Gyandra. Petugas keamanan membuka kan gerbang untuk Gyandra. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah itu. Arumi tampak menyiapkan makanan di dapur bersama asisten rumah tangganya. Gyandra sudah mengabari padanya bahwa mereka akan mengunjunginya. “Mama!!” panggil Shireen membuat Arumi menoleh. Dia memakai apron berwarna cokelat muda. “Hai, sudah tiba?” ujar Arumi memeluk menantunya. “Aku buat kue untuk mama,” ucap Shireen. “Wah kue apa itu?” tanya Arumi menerima kue buatan menantunya dengan wajah penuh senyum. “Bolu gulung, tapi belum terlalu dingin, aku taruh kulkas dulu ya,” ujar Shireen. “Iya boleh, mbak taruh kulkas ya,” tutur Arumi meminta asisten rumah tangganya membawa bolu buatan Shireen. “Masak apa Ma?” “Sup daging, sudah siap kok, tunggu di meja makan ya.” “Papa mana?” tanya Shireen. “Papa sedang golf, sebentar lagi juga pulang tadi dia bilang sudah di jalan,” jawab Arumi. Shireen kemudian duduk di meja makan bersama Gyandra menyusul Arumi yang membawakan makanan ke meja karena dia tak mau Shireen membantunya. Tak lama Bima tiba dan meletakkan tas golfnya di sudut ruangan tempat biasa meletakkan tas besar itu, dia terlihat prima dengan topi dan kaos berwarna putih. Shireen menyalami ayah Gyandra dengan takzim. “Pas sekali, makanan matang kita sudah lengkap,” ucap Arumi. “Belum lengkap,” cicit Gyandra membuat semuanya menoleh ke arahnya. Gyandra mengangkat wajah dan tersenyum lebar. “Belum lengkap kalau belum makan,” imbuhnya membuat Shireen tak jadi penasaran dengan ucapannya, sementara kedua orang tuanya hanya saling tatap seolah menyembunyikan sesuatu. “Makan yang banyak Reen,” tutur Arumi. “Iya, Ma,” jawab Shireen sambil menyendok makanannya, dia pun menyendokkan nasi serta lauk untuk Gyandra, membuat Arumi tersenyum simpul. “Jadi sudah nentuin mau honeymoon ke mana?” tanya Arumi. “Swiss,” jawab Gyandra. “Oiya kapan?” tanya Bima yang ikut antusias. “Nanti setelah passpor untuk adek jadi,” jawab Gyandra. “Adek?” tanya kedua orang tuanya serempak. Gyandra menunjuk dengan bibirnya ke arah Shireen yang tersenyum malu. “Jadi panggilnya adek?” tanya Arumi menggoda. Shireen mengangguk dengan wajah bersemu. “Pokoknya pulang dari Swiss bawakan papa cucu, oke?” timpal Bima. “Doanya aja biar cepat dikasih momongan,” balas Gyandra membuat Shireen merasa hawa di sekitarnya menjadi panas. Cucu? Momongan? Bukankah untuk mendapatkan itu dia harus melakukan hubungan suami istri? Shireen belum siap, katanya sakit ya? Dia juga belum memiliki rasa cinta pada Gyandra yang membuatnya ragu untuk melakukannya. Entah jika nanti dia semakin dekat dengannya? “Ayo makan lagi, kok bengong?” ujar Arumi pada Shireen. “Ah iya Ma,” jawab Shireen. Setelah makan mereka pun menuju ruang televisi, berbincang santai berdua Arumi sementara Gyandra dan ayahnya menuju ruang kerja sang ayah untuk membahas rancangan terbaru yang Gyandra buat. “Reen, mama mau bicara agak serius sama kamu,” ucap Arumi membuat Shireen menegakkan posisi duduknya. “Iya Ma?” “Gyandra itu sebenarnya ... ,” ucap Arumi terputus, dia menggigit bibir bawahnya, perlukah dia menceritakan tentang kondisi Gyandra? Namun dia khawatir Gyandra marah padanya, dia sangat menyayangi putranya itu. “Bang Gyandra kenapa?” tanya Shireen. “Hmmm itu, dia pemalu, jadi kalau dia enggak mengajak kamu duluan, sebaiknya kamu yang mulai untuk beri cucu mama,” jawab Arumi pada akhirnya membuat wajah Shireen pias. “Mama dikira mau bilang apa?” tuturnya. “Belum kan?” tanya Arumi karena cara jalan Shireen yang tak berubah, harusnya jika sudah melakukan itu tentu cara jalannya akan sedikit berubah. “Belum,” jawab Shireen. “Sering-sering di atas ya,” ucap Arumi. “Di atas apanya?” tanya Shireen membuat Arumi tertawa, menantunya itu memang masih polos. “Ya pokoknya kalau melakukan itu sebaiknya kamu yang lebih aktif, karena Gyandra itu orangnya pasif pasti,” ujar Arumi menyembunyikan kondisi putranya. Kemarin saat Adnan, keponakannya yang juga dokter Gyandra hadir di pesta pernikahan, dia menanyakan padanya tentang kemungkinan hubungan suami istri antara anak dan menantunya. Adnan hanya berkata semuanya aman selama Gyandra tak kelelahan. “Iya, Ma,” tutur Shireen kemudian. Lalu kedua pria itu menghampiri mereka dan ikut duduk. “Katanya Shireen buat kue? Mana papa mau coba,” ungkap Bima. “Oiya pasti sudah dingin,” ucap Shireen, “sebentar aku ambil ya,” imbuhnya. “Mama siapkan teh dulu,” sambung Arumi. Keduanya berjalan bersama menuju dapur. Shireen mengambil kue, sementara Arumi menyiapkan teh. Shireen memotong kue tersebut, potongannya sempurna sekali. Dia sangat bangga akan kemahiran dirinya membuat kue yang langsung berhasil dalam sekali percobaan. Kemudian mereka menyajikan di atas meja, Shireen mengambil satu potong dan meletakkan di atas piring kecil untuk disajikan ke suaminya. Gyandra menyuapnya dengan mata takjub. “Enak, hebat banget adek bikin kuenya,” puji Gyandra. “Iya dong, istrinya siapa dulu?” timpal Shireen membuat Gyandra tersenyum lebar. Dia mengambil satu sendok kue dan menyuapi Shireen mereka terlihat sangat mesra. “Kemanisan enggak?” tanya Shireen. “Enggak terlalu, enak banget,” tutur Gyandra. Kedua orang tua Gyandra memandang hal itu dengan wajah senang, baru pertama mereka melihat Gyandra yang terus tersenyum seperti hari ini, dia berharap Gyandra bisa terus bahagia bersama Shireen tanpa bayang-bayang penyakitnya lagi. “Mama papa cobain dong,” pinta Shireen keduanya pun mencoba makanan itu dan bergumam ketika menikmatinya semua setuju bahwa kue buatan Shireen sangat enak, bahkan keduanya meminta suatu saat dibuatkan lagi tentu saja Shireen menyambutnya dengan senang hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD