Bab 2 Jebakan

1342 Words
Tepat pukul 00:40, pesta perayaan tahun baru yang diadakan di hotel bintang lima dan dihadiri oleh banyak orang dari dunia fashion, semakin ramai dan meriah dengan musik dan tarian. Ada banyak makanan dan minuman yang menjadi penyempurna di pesta perayaan tersebut. Itu membuat semua orang yang hadir semakin betah dan nyaman untuk menghabiskan malam tahun barunya di sana. Ketika semua orang masih bersemangat menikmati pesta, Dalendra yang sedari tadi sudah mengobrol dan menyapa beberapa rekannya, sekarang berpamitan dan keluar dari tempat acara. Friska yang melihatnya pun segera menarik Febi dan mengikuti ke mana arah pria itu pergi. "Eh, eh ... dia mau pergi ke mana? Masa sudah mau pulang lagi, sih! Acaranya masih belum selesai, kita pun belum berkenalan dengannya, kan? Dia tidak boleh pergi begitu saja," ucap Friska pada Febi sambil terus berjalan keluar dari aula. "Mungki dia sibuk, atau ada acara lagi dengan para kekasihnya, Fris! Makanya dia langsung pergi!" balas Febi dengan asal, namun dengan langkah kaki yang terus mengikuti ke mana Friska menariknya. Ding! Pintu lift sudah terbuka. Dalendra langsung masuk, lalu mengulurkan tangan ke depan seraya menekan angka yang akan dia tuju. "Eh, permisi!" Friska setengah berlari. Dia masuk ke dalam lift lalu tersenyum pada Dalendra yang ada di depannya. "Silahkan!" balas Dalendra dengan tatapan aneh menatap Febi yang baru masuk. Entah mengapa, Dalendra terus menatap Febi yang tadi keluar dari aula bersama temannya ketika Dalendra sedang berbicara. Bukannya mendengarkan dirinya berbicara, kedua wanita itu malah bergegas pergi. 'Sungguh tidak sopan!' pikirnya dalam hati. Ding! Tiba di lantai paling atas, Dalendra keluar dari dalam lift, lalu berjalan menuju salah satu kamar yang sudah disiapkan oleh asisten sebelumya. "Eh, tunggu!" Bukan Friska namanya kalau dia menyerah dan hanya melihat pria itu masuk ke kamarnya tanpa berkenalan. Friska tidak akan tinggal diam ketika keinginannya belum tercapai. "Tuan Dalendra! Tadi Anda kan, yang membuka acara perayaan tahun baru itu? Apa boleh kami berkenalan? Nama saya Friska, dan ini, Febi!" Friska benar-benar mengejarnya sampai ke depan pintu kamar Dalendra. Dia menebalkan muka, mengulurkan tangan ke depan, lalu menunggu pria itu membalas dan menjabat tangannya. "Eh???" Karena kedua wanita itu sudah ada di hadapannya, mau tidak mau Dalendra harus merespon niatan Friska dan Febi untuk berkenalan dengannya. "Oh, ya! Salam kenal juga! Saya Dalendra dari Moress Group. Kalau kalian?" Dalendra bertanya balik dengan nada yang cukup ramah. Mereka bersalaman dan sekarang Dalendra terdiam sambil menunggu Friska dan Febi menjawab pertanyaannya. "Kalau kami perwakilan dari Murberry Zee. Kami bertiga, sih! Hanya saja, teman kami yang satunya lagi sedang istirahat karena tidak enak badan!" jelas Friska yang membuat Febi langsung berdehem sambil membuang mukanya ke samping. "Owh!" Dalendra hanya mengangguk. Ia mengerutkan kening sambil memperhatikan gelagat Febi yang terlihat sedikit aneh. Dalendra mulai mengerti, teman yang dikatakan oleh Friska itu adalah wanita cantik yang tadi keluar bersama Febi. 'Oh, ternyata karena sakit!' Awalnya dia pikir karena tidak sopan. Tidak enak terus diperhatikan oleh pria tampan yang ada di depannya, akhirnya Febi menarik Frsika. "Ayo Fris, kita harus kembali!" "Ah, ya!" Friska pun mengerti. Ia segera berkata, "Kalau begitu, selamat beristirahat! Kami harus kembali ke aula!" "Ah, ya! Selamat bersenang-senang!" balas Dalendra sambil menatap tingkah laku Febi yang terlihat semakin mencurigakan. *** Di kamar yang nampak redup dengan gorden-gorden yang sudah tertutup rapat, Dalendra masuk ke dalam kamar, lalu membuka jas hitam di tubuhnya dan dilemparnya ke sofa. Ia pun membuka tiga kancing atas kemejanya yang terasa sesak, lalu berjalan menuju kamar utama yang ada di ujung ruangan. "Eh ...." Ketika Dalendra sudah membuka pintu kamarnya, tiba-tiba terdengar suara napas berat dari seorang wanita. Dari atas tempat tidur pun terlihat sebuah gerakan-gerakan kecil yang membuat Dalendra semakin terkejut. "Si-siapa kau?" "Sedang apa di tempat tidurku?" Dalendra tidak mungkin salah kamar. Tadi dia membuka pintu kamar menggunakan kunci dari asisten pribadinya. Tapi, kenapa sekarang ada seorang wanita yang berbaring di tempat tidurnya? Ini sungguh aneh. "Apa kau wanita panggilan yang disiapkan oleh asistenku, Marco?" "Haha...." Tiba-tiba Dalendra tertawa kecut. "Maaf, malam ini aku sedang tidak ingin bercinta dengan siapapun! Apalagi dengan w************n sepertimu!" cibir Dalendra dengan sudut bibir yang terangkat. Ada satu rahasia yang tidak diketahui oleh siapapun. Dalendra tidak pernah tidur dengan wanita lain dan tidak pernah serius mengencani wanita yang dekat dengannya. Ia sengaja membuat citra buruk sebagai seorang casanova—pria nakal—semata-mata karena sakit hati. Tiga tahun yang lalu, publik dihebohkan dengan meninggalnya seorang model cantik dan terkenal yang bernama Mikha, yang tak lain adalah tunangan dari Dalendra sendiri. Rencananya, dua minggu lagi mereka akan menikah. Nona Mikha yang kala itu tengah hamil 7 bulan ditemukan tewas di toilet umum yang ada di sebuah mall terbesar di kota itu. Diduga Mikha dibunuh oleh selingkuhannya sendiri membuat Dalendra marah dan kecewa. Berita itu mencuat ke publik dan menggegerkan seluruh dunia. Dalam tragedi mengerikan itu, bayi yang ada di dalam perut Mikha keluar dan terlahir prematur. Namun semua orang tidak ada yang tahu akan hal itu. Dalam keadaan sekaratnya, Mikha membungkus bayi kecilnya dengan jaket, lalu dimasukan ke dalam kloset duduk hingga seseorang menemukannya. "Aishhh! Semua wanita di dunia ini sama saja! Rela membuka kedua kakinya demi uang!" cibir Dalendra lagi sambil berkacak pinggang di depan pintu. Tangan yang satunya memegang ponsel dan segera menghubungi asisten pribadinya. Tidak lama sambungan telepon pun terhubung, Dalendra langsung meminta Marco untuk segera datang ke kamar tanpa menjelaskan apapun. Benar saja, tidak sampai 10 menit, Marco datang ke kamar itu dengan perasaan heran. Ia pun bertanya sambil berjalan mengikuti bosnya. "Ada apa, Tuan? Apa Anda tidak menyukai kamar ini? Apa harus saya ganti dengan kamar yang lebih bagus lagi?" "Bukan, bukan itu! Tapi ..." tepis Dalendra sambil menunjuk seseorang yang ada di atas tempat tidurnya. "Wanita itu, kau saja yang nikmati! Aku sama sekali tidak tertarik!" Dalendra berdiri di depan pintu kamarnya lagi, tidak berniat melihat dan mendekati w************n yang saat ini sedang asyik tidur di kasurnya dan memakai selimut sampai ke leher. "Aishhh, sial kau Marco! Sejak kapan kau punya inisiatif untuk ini?" Tiba-tiba Dalendra bertanya dengan heran. Setahunya, Marco satu-satunya orang yang tahu segalanya di belakang layar. Dalendra tidak pernah tidur dengan wanita manapun walau dirinya dijuluki sang casanova. Dan, sang casanova yang sebenarnya adalah Marco sendiri. "Lakukan tugasmu dengan baik! Untuk kali ini, kau boleh menunjukkan wajamu di hadapan wanita itu! Siapa tahu kalian berjodoh! Haha!" Dalendra tertawa. Biasanya memang tidak boleh memperlihatkan wajah ketika Marco melancarkan aksinya di atas tempat tidur. Tapi kali ini, Dalendra mengizinkan Marco menunjukkan wajahnya karena wanita itu bukanlah pacarnya. "Eh ...." Marco benar-benar bingung. Ia tidak mengerti dengan apa yang bosnya katakan. "A-apa? Si-siapa yang punya inisiatif?" Akhirnya Marco bertanya. "Ya, kau, lah! Kalau bukan kau yang membawa wanita itu kemari, lalu siapa lagi? Tidak mungkin dia masuk ke kamarku dan berbaring di tempat tidurku tanpa ada orang yang membukakan pintu, kan?" "Ah ...." Walau Marco—yang sudah berusia 36 tahun—masih bingung dengan ucapan Dalendra, tapi ia tetap mengangguk tanda setuju. "Ba-baiklah kalau Anda tidak keberatan!" ucap Marco. Tanpa basa-basi lagi, Marco segera berjalan menuju tempat tidur, lalu melihat wanita cantik yang wajahnya sudah basah oleh keringat, juga tubuhnya ditutupi selimut. Kalau diperhatikan, ekspresi wanita ini terlihat aneh dan sepertinya dia kesakitan. "Ahhh ... pa-panas ... panas ...." Marsha melihat Marco yang berdiri di sampingnya. Ia sedikit bersemangat. Berharap Marco mau membantunya mengambilkan minum karena dirinya benar-benar kehausan. "Tuan! Sepertinya ada yang salah dengan wanita ini!" Marco menoleh ke belakang, menatap Dalendra yang masih berdiri di depan pintu kamar dengan heran. "Apanya yang salah?" tanya Dalendra dengan bingung. "Marco, kau sendiri yang memanggil w************n itu ke kamarku, tapi malah kau juga yang mengatakan wanita itu salah." 'Dasar aneh!' "Sepertinya wanita ini minum obat perangsang!" "Apa???" 'Haha .... Wanita gila.' "Dia sendiri yang menjual diri, tapi malah dia yang ingin dipuaskan! Aishhh ... dasar wanita menjijikan!" "To-tolong aku! Ah, pa-panas! Panas! Buka. Ah ...." Marsha merasakan dirinya kepanasan. Hasrat dalam dirinya menggebu-gebu seiring dengan suara percakapan kedua pria itu. "Aishhh ...." Dalendra menedengus kesal. Ia pun menghampiri Marco, lalu membungkuk dan melihat wajah wanita yang berbaring di tempat tidurnya. "Eh! Wa-wanita ini ...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD