Bab 4 Pengunduran Diri

1094 Words
Di dalam mobil, Marsha duduk di samping Jona dengan perasaan yang tidak karuan. Ia gelisah dan terus memainkan jari jemarinya tanpa berbicara. Bagaimana Marsha bisa tenang, selama ini Jona sudah baik pada Marsha dan keluarganya. Pria itu pun sudah merawat Daniel dari bayi sampai sekarang, bahkan semua kebutuhan Daniel pun Jona yang penuhi. Dan sekarang .... "Kata Daniel semalam kau tidak pulang. Apa itu benar?" Akhirnya Jona memecah keheningan. Dia bertanya karena Marsha tidak menjelaskan. "Ah, itu ...." Marsha semakin gugup mendengar pertanyaan itu. Ia menjawab dengan bibir yang sedikit bergetar. "I-iya, semalam aku tidur di tempat Febi." "Hemh ... benarkah?" tanya Jona dengan ragu. Jona melirik ke samping, melihat Marsha yang hanya mendunduk, tidak berani menatapnya. "I-iya, itu benar. Tadi aku pulang jam 5." Marsha berbicara sambil memalingkan muka untuk menghindari tatapan Jona. Marsha memalingkan muka ke arah jendela, melihat pemandangan yang mulai berjalan mundur dengan sinar mentari yang cukup menyilaukan. Di hadapan pria ini, Marsha benar-benar sangat tertekan. Ia tidak bisa menjelaskan apapun tentang kejadian semalam. Kebaikan Jona selama ini pada Marsha, itu semata-mata karena Marsha adalah wanita spesial di hati Jona. Tapi Marsha ... malah tidur dengan pria lain. Bagaimana ini bisa? *** Tiba di depan gedung perusahaan Murberry Zee, Jona menghentikan mobilnya. Ia pun turun dari mobil, lalu membuka pintu untuk Marsha. "Nanti sore aku jemput!" ucap Jona sambil memegang pintu mobilnya. "Enh!" Marsha mengangguk. Lalu keluar dari dalam mobil sambil berterima kasih pada Jona. "Hati-hati di jalan!" ucap Marsha lagi sambil melambaikan tangan. Setelah Jona pergi, Marsha segera masuk ke dalam gedung. Di dalam lift, Marsha terdiam sambil berpikir. Kenapa Jona menjemputnya dan mengantarnya ke kantor tanpa memberi tahu terlebih dahulu? Padahal sebelumnya Marsha selalu pergi bekerja sendiri dengan menggunakan kendaraan umum. Kalaupun Jona menjemput, itu pasti karena ada sesuatu hal. 'Sekarang, kenapa?' Ding! Pintu sudah terbuka di lantai tiga. Marsha pun keluar dari dalam lift, lalu masuk ke ruang kerjanya dengan langkah cepat. Di dalam ruangan yang sangat luas dan terdapat banyak meja berjajar milik rekannya yang lain, Marsha berjalan ke mejanya yang disambut dengan tatapan aneh dari semua orang. Friska yang biasanya sangat baik dan ramah pads Marsha pun, kini mentapanya dengan tajam sambil memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. 'Ada apa?' tanya Marsha dalam hati. Ia tidak berani bertanya karena suasananya terasa sangat aneh. Tepat pukul 8.30, Marsha dipanggil oleh manager dan diminta untuk segera ke ruangannya. "Mampus kau, Ca! Suruh siapa menjual diri!" "Dipercaya menghadiri acara perayaan tahun baru mewakilan perusahaan ini, eeeh malah tidur dengan pria!" "Ckckckck, dasar janda gatal!" Omongan jelek terus terdengar seiring dengan perginya Marsha ke ruangan manager. Ya, sebenarnya hari ini perusahaan masih libur karena ini tanggal merah—libur tahun baru. Tapi semua orang diharap hadir karena perusahaan akan mengadakan acara di luar kantor. Mereka akan pergi ke tempat yang sudah disiapkan untuk makan-makan dan bergembira. *** Di ruangan manager yang sepi dan sunyi, Marsha berdiri di depan meja sambil melihat manager pria itu mengambil beberapa foto dari dalam lacinya. Detik berikutnya, 10 lembar foto berukuran kecil dilempar ke tubuh Marsha sambil berteriak. "Memalukan!" "Kami menyuruh kalian menghadiri acara itu untuk mewakili perusahaan kita. Tapi kenapa kau malah tidur dengan pria yang jelas-jelas sering berganti wanita?" makinya lagi sambil bangkit berdiri. Manager Rio berkacak pinggang, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sambil menghampiri Marsha. Marsha pun sangat terkejut mendengar kata-kata dari Manager Rio. Dengan segera Marsha mengambil foto-foto yang berserakan di bawah kakinya, lalu melihatnya satu per satu. "A-apa ini ...." Tangan Marsha bergetar hebat memegang satu per satu foto-foto itu. Bahkan kakinya pun hampir ambruk ke lantai karena tidak bisa lagi menopang tubuhnya. "Kau lihat sendiri, seseorang mengambil gambar saat kau keluar dari kamar hotel di jam 04.30 menggunakan jubah mandi. Satu jam kemudian, seorang pria berpakaian rapi masuk ke kamar itu sambil membawa paper bag. Tidak lama, dia keluar lagi membawa kantong kresek." "Setahuku, dia adalah Marco, asisten pribadi Tuan Dalendra yang terkenal sering berganti pasangan itu!" "A-apa?" Mulut Marsha terbuka lebar saking syoknya mendengar ucapan sang manager. Tangannya tidak bisa lagi memegang foto-foto itu dan kembali berserakan di lantai. "Dan ini .... " Manager Rio membungkuk, mengambil foto saat Dalendra keluar dari kamar itu. "Ini Tuan Dalen!" Lalu foto Dalendra diberikan pada Marsha lagi. "Kelakuanmu yang memalukan ini sudah tersebar di grup karyawan! Apa kau tidak malu, hah? Aku yang melihatnya malah malu sendiri!" tegas Manager Rio yang kini mulai menurunkan nada suaranya. Melihat keadaan Marsha yang sangat menyedihkan ini, jelas saja Manager Rio ikut kasihan. Ia yang awalnya menggebu ingin marah, sekarang hanya terdiam sambil menatap Marsha yang mulai meneteskan air mata. "Makanya, lain kali, cari hotel yang jauh untuk kalian tidur. Bukan malah di hotel yang sama seperti ini. Jadinya ada orang yang memata-matai kalian, kan!" ucap Manager Rio sambil kembali ke mejanya. Ia kembali duduk dan menyuruh Marsha juga duduk di depannya. "Aku rasa, setelah kejadian ini kau tidak akan sanggup menerima tekanan dari rekan-rekanmu yang lain. Sebaiknya buat surat mengunduran dirimu sekarang. Nanti aku akan membantumu membereskan masalah yang lain!" ucap Manager Rio sambil memijat pelipis matanya yang terasa menegang. Marsha yang sudah duduk di depan Manager Rio hanya terdiam sambil menyeka air mata di pipinya. Kali ini, Marsha benar-benar sangat syok. Ia tidak ingat kalau pria yang semalam bergulat dengannya adalah sang casanova yang disukai oleh Friska. Juga tidak menyangka kalau Febi menyuruhnya tidur di kamar pria itu, lalu hal memalukan ini terjadi. 'Febi .... Apa ini ulah Febi?' Setelah menenangkan diri beberapa menit, akhirnya Marsha bangkit berdiri. Ia membungkuk hormat pada Manager Rio sambil berbicara. "Terima kasih! Saya akan membuat surat pengunduran diri sekarang!" *** Pukul 10.00, semua orang sudah berkumpul di lobi dan bersiap pergi ke suatu tempat menggunakan bus yang sudah disiapkan oleh perusahaan. "Di mana si penghianat itu?" tanya Friska pada Febi. Friska menatap kiri dan kanan sambil terus mencari keberadaan teman baik yang saat ini sangat dibencinya. "Sudahlah! Jangan marah lagi. Toh sekarang dia sudah mengundurkan diri. Ica tidak akan bertemu kita lagi di sini," balas Febi sesuai informasi yang dia terima dari rekannya yang lain. "Hah .... Dia mengundurkan diri? Tanpa menjelaskan apapun padaku? Aishhh, sial! Dia anggap apa kita ini?" gerutu Friska yang semakin kelas dengan cara Marsha yang pergi tanpa pamit dan pergi tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Walau di matanya Marsha adalah seorang penghianat, tapi Friska masih ingin mendengar penjelasan dari teman baiknya itu. Friska ingin tahu, kenapa Marsha sampai menikungnya dari belakang dan merebut Tuan Dalendra yang gagah dan tampan itu—yang sangat Friska kagumi. Padahal Marsha tahu sendiri kalau Friska sangat tergila-gila pada pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD