Ferdi Muda dan Kaya Raya

1613 Words
Kecupan demi kecupan kembali diluncurkan setelah sepuluh kali lemas melanda usai puncak kenikmatan. Ferdi semakin tersulut libidonya dengan semua sentuhan s*****l dari sebuah horor yang penuh kenikmatan. Memadu kasih dengan makhluk astral memang tidak seperti saat berhadapan dengan sesama manusia. Ferdi tidak menyadari kalau aura kehidupannya juga secara perlahan dihisap oleh Marry Ann. Dia terlihat langsung lemas dan berwajah kusut (bukan benang saja yang bisa kusut, wajah dan pikiran juga bisa wkwkwk). “Aah ... Aaaah ....” gumam Ferdi yang masih menikmati permainan yang sejak pagi membuatnya penuh keringat. Perempuan dengan tubuh sedingin es yang sejak tadi aktif di atas tubuh Ferdi pun segera menyelesaikan keinginan dan mencapai puncak bersama Ferdi siang itu. Sebelas kali permainan cukup untuk Marry Ann dan Ferdi siang itu. Ferdi dan istri gaibnya melakukan hal yang terlarang selama lima jam. Setelah sama-sama puas, Marry Ann pun menghilang setelah meniup wajah Ferdi. Ya, Ferdi terlelap seketika karena tiupan dari Marry Ann. Selalu saja Ferdi kehilangan kesadaran seusai b******a dengan kekasih gaibnya. Seolah Marry Ann memberikan istirahat pada lelaki itu agar kondisi tubuhnya pulih kembali. Seperti itulah Marry Ann memanfaatkan kehidupan Ferdi. Seperti Ferdi juga memanfaatkan pemberian Marry Ann. *** Siang berganti sore dengan cepat. Tanpa disadari Ferdi masih terlelap dalam kenikmatan tiada tara. Lelaki itu bahkan lupa jam, lupa makan, dan lupa segalanya saat bersama Marry Ann. Hingga senja mulai surut dan berganti gelapnya malam, Ferdi belum juga sadar. Tentu saja gelap malam merayap ke dalam rumah Ferdi yang belum ada penghuni lain. Ferdi terbangun dan membuka matanya perlahan. Merasakan tubuhnya lumayan pegal dan lelah. Setelah membuka mata dengan sempurna, dia mendapati kondisi di sekitarnya gelap karena belum menekan sakelar lampu satu pun sama sekali. Lelaki itu bangkit dari ranjang yang empuk dan berantakan, lalu melangkah perlahan sambil meraba ke dinding untuk mencari sakelar lampu dan menekan ke tombol on. Saat lampu menyala di kamarnya, dia sudah tidak melihat adanya Marry Ann di sana. Dia lupa kalau perempuan yang membuat hasratnya membuncah itu adalah makhluk gaib yang bisa datang dan pergi begitu saja. “Arggh ... Kepalaku pening sekali. Ternyata sudah malam ... Marry Ann sudah pergi ... Hmm ... Dia memang terbaik,” lirih Ferdi yang awalnya merasa kepalanya sakit dan kemudian tersenyum senang melihat kasurnya berantakan hingga seprei dan bantal berserakan ke lantai. Ferdi segera mengambil pakaian dari dalam lemarinya karena masih dalam kondisi tanpa busana. Dia meraih handuk dan melilitkan ke tubuhnya terlebih dahulu. Kemudian berjalan pelan-pelan ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Ferdi membilas tubuhnya dengan kucuran air hangat dari shower. Perlahan tetapi pasti kucuran air itu membasahi rambut, wajah, dan turun ke badan hingga ujung kaki Ferdi. Dia segera meraih botol di sampingnya, menggunakan sabun cair merk Allen Body Wash yang hanya terjangkau oleh orang kaya raya. Lelaki itu melemaskan tubuhnya dan membersihkan setiap inchi sela tubuhnya dengan telaten. Setelah itu, Ferdi membilas bersih tubuhnya dan mengeringkan dengan handuk putih lebar yang saat ini melilit pinggulnya. Ferdi berjalan kembali ke kamar, segera meraih pakaian yang tadi diletakkan di meja. Dia berganti pakaian dan menatap ke cermin di kamarnya. Betapa tampannya pantulan cermin itu dengan pakaian putih. Dia tersenyum penuh percaya diri, harusnya sejak dahulu dia kaya raya agar banyak perempuan takluk padanya. Dahulu memang banyak yang menyukai Ferdi, tetapi kebanyakan perempuan itu materialistis dan menuntut untuk memiliki uang lebih. Sedangkan saat sekolah hingga kuliah, Ferdi sudah sering melanggar uang sekolah untuk mentraktir kawan-kawan jelas saja dia kekurangan uang untuk mengajak kencan seorang gadis idaman. Haus pun melanda tiba-tiba di kerongkongan Ferdi. Dia segera pergi setelah menata kembali ranjangnya yang berantakan bak diterpa angin p****g beliung lokal, sebelum pergi ke dapur. Ya, lokal, karena hanya di kasurnya saja yang kacau balau. He he he he .... Lelaki itu keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ke dapur yang berada di lantai bawah. Dia tak lupa menekan semua tombol sakelar lampu di area rumah yang dia lewati. Ternyata tinggal sendirian di rumah yang seluas itu membuat Ferdi lelah juga ke sana ke sini sendiri. Dia haus dan berjalan menuju ke dapur yang cukup jauh, kalau ada asisten rumah tangga mungkin lebih mudah tinggal memerintah. Dapur itu pun masih kosong, di mana hanya ada air mineral saja satu botol kemasan satu setengah liter. Ferdi teguk air mineral dalam kemasan itu sampai habis dan meletakkan botolnya di dapur. Dia pun berjalan menuju ke ruang tamu sambil meraih ponsel yang sudah di saku celana untuk memesan makanan dan minuman delivery order via aplikasi hijau. Memilih seporsi nasi goreng spesial seafood dan es jeruk kesukaan dirinya. Meski sudah kaya raya, Ferdi tetap menyukai makanan itu. Tidak apa, kan? Setelah memesan dan aplikasi tersebut merespons pesanannya, Ferdi pun sudah sampai di ruang tamu untuk menunggu sambil duduk di sofa yang ada di rumah itu gratis bonus pemberian dari pihak marketing karena p********n kontan – cash – lunas. Sangat empuk dan cukup masuk di selera Ferdi, Fortuna Sofa L Pajero warna hitam. Namun bagi Ferdi itu kurang cocok dengan gaya bangunan rumahnya. Dia ingin mengubah sesuai dengan yang diinginkan agar perfect dan pas dengan interior bangunan ala Eropa. “Oh iya, napa gue lupa, ya? Sekarang jadi inget kalau Marry Ann bolehkan gue pilih perabot rumah apa pun dalam pikiran, lalu nanti dia yang belikan semua. Oke, kalau gitu, gue browsing dulu!” Jelas saja Ferdi tidak membuang-buang kesempatan yang ada saat ini. Apalagi sejak pagi hingga saat ini dia belum makan dan lupa untuk melakukan apa pun karena bersama dengan istri gaibnya. Semua kemudahan dan kenikmatan duniawi ini membutakan mata Ferdi sehingga dia semakin jauh dari sang pencipta dan juga melupakan semua norma agama. Hanya kekayaan kejayaan dan juga kehormatan yang saat ini ada di pikiran Ferdi. Jelas dia ingin mengambil kembali Cha-cha yang sudah meninggalkan dirinya begitu saja. Lalu membuat perempuan itu menyesal sudah mencampakkan saat dia sakit dan tak berdaya. Ferdi juga ingin membuktikan kepada semua teman-teman di kampus yang saat itu menghina dirinya karena anak dari seorang yang berasal dari desa. Dia sudah mempersiapkan semua untuk update status di semua akun sosial medianya sehingga Semua mata memandang ke arah dirinya yang saat ini menjadi orang yang kaya raya. “Hmm, kalau begitu berarti gue harus mencari alibi atas semua kekayaan ini. Gue harus rencanakan mau membuka bisnis apa untuk ke depan,” gumam Ferdi sambil menggulirkan layar ponselnya ke atas dan ke bawah mencari semua model furnitur ala Eropa yang cocok untuk mengisi rumah mewahnya. Pemikiran Ferdi pun cukup cerdas dengan memikirkan untuk membuat sebuah bisnis sebagai alibi dari kekayaan instan yang saat ini dia mengalami. Beberapa saat kemudian petugas delivery order makanan pun datang ke sana. “Permisi, maaf. Tadi saya tunggu di gerbang tidak ada respons jadi masuk ke sini,” ujar seorang lelaki separuh baya yang menggunakan helm dan jaket hijau khas serta menenteng kantong plastik. “Oh, iya. Silakan masuk, Pak. Maaf lupa beri tahu kalau belum ada pekerja di sini. Cuma aku saja sendirian,” jawab Ferdi yang langsung bangkit berdiri sambil mengambil uang seratus ribu dari dalam dompetnya. “Pantas saja sepi, Mas. Rumah sebesar ini sayang sekali kalau cuma sendiri. Ini pesanannya, Mas,” ujar lelaki yang kemudian memperkenalkan namanya sebagai Jono. “Pak, ini uangnya pemesanan makanan. Oh iya, Pak Jono bisa setir mobil, tidak?” Ferdi justru terpikir soal sopir pribadi. “Bisa, Mas. Dulu saya sopir taksi reguler, tapi kena PHK. Jadilah sekarang masuk aplikasi ojek online ini. Oh iya, ini kembaliannya, Mas,” kata Pak Jono sambil menyodorkan kembalian empat puluh ribu rupiah. “Tidak usah, buat Bapak saja. Hmm ... Kalau begitu, Bapak mau jadi sopir pribadi di sini? Kebetulan aku cari pekerja dan sudah dapat untuk asisten rumah tangga, tukang kebun, dan satpam, besok mereka mulai bekerja.” Ferdi pun menawarkan posisi sopir pribadi untuk bapak tersebut karena terlihat orang itu baik dan sabar. “Ma-mau, Mas. Mau banget.” “Nah, oke. Besok pagi jam delapan ke sini ya, Pak. Mulai kerja denganku. Kita ke showroom mobil untuk cari mobil yang sesuai untuk sehari-hari,” kata Ferdi membuat Pak Jono sangat bahagia. Kebetulan dia memang mendambakan kerja dengan gaji pasti untuk menunjang kehidupan keluarganya. “Baik. Baik, Mas. Terima kasih banyak.” Pak Jono pun pamit berlalu pergi dari rumah megah itu. Ferdi segera menyantap nasi goreng spesial seafood seporsi pedas itu sambil minum es jeruk yang nikmat baginya. Hari ini, dia senang sudah menemukan empat orang pekerja yang akan mulai bertugas besok, serta soal Marry Ann yang selalu mengesankan bagi jiwa lelaki muda seperti Ferdi. Pak Jono mengendarai motor matic berwarna hijau senada dengan helm dan jaket khas aplikasi ojek online tempat dia mengadu nasib selama satu tahun ini. Sepanjang jalan Pak Jono tak henti bersyukur dengan tawaran dari Ferdi tadi. Bagi dirinya, Allah sedang mengabulkan keinginan Pak Jono sekeluarga. “Terima kasih, ya, Allah. Akhirnya impianku terwujud bisa kerja dengan penghasilan pasti. Kalau begitu jelas bisa menyekolahkan si bungsu ke Sekolah Menengah Kejuruan Tata Boga. Mas Ferdi ini sudah tampan, kaya raya pula. Pasti kerjaannya mapan.” Apa yang dirasakan Pak Jono saat ini juga dirasakan oleh Bu Jainun serta dua lelaki yang akan bekerja di rumah Ferdi. Mereka semua bersyukur mendapatkan pekerjaan yang bagus dan di perumahan elite kawasan pengusaha sukses dan kaya raya. Pastinya mereka membayangkan gaji dengan nominal cukup besar. Mereka semua tidak tahu kalau keputusan untuk menerima tawaran bekerja di rumah Ferdi adalah hal yang akan menjadi mimpi buruk yang tak akan bisa mereka lupakan seumur hidup. Mimpi buruk yang akan segera menjadi kenyataan dan membuat semua pekerja di rumah Ferdi tidak bisa hidup dan bernafas dengan tenang barang semenit pun. Satu per satu teror akan datang, entah dari mana dan karena siapa. Mungkin ini yang disebut takdir, karena masing-masing memiliki kesalahan fatal di masa lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD