Belajar

1337 Words
"Kenapa berdiri disana, kau mau masuk?" Wooseok menggeleng, "Ini daerah pribadimu," "Hahaha, Park Wooseok. Kau tidak sadar? kau sudah melanggar begitu banyak daerah pribadiku." "I-Itu ...." telinga Wooseok mulai memerah, membuat Joana terkekeh. "Pembuluh darahmu sepertinya sangat aktif," "K-Kenapa?" "Telingamu memerah," ucap Joana sambil mendekati Wooseok. Wooseok tersipu. Sistem saraf simpatetik yang merupakan bagian dari respon tubuhnya terbangun, adrenalin Wooseok meningkat mengakibatkan detak jantungnya semakin cepat, dan Joana benar, karena rangkaian proses itu, pembuluh darah Wooseok sangat aktif melebarkan dirinya, hingga kini tak hanya telinga Wooseok yang memerah. Tapi wajahnya juga. "Kau seperti terbakar matahari," Joana tersenyum lalu menangkupkan tangannya ke wajah Wooseok. "Terimakasih," ucap Wooseok sambil menggenggam tangan Joana yang ada di wajahnya. "Untuk apa?" "Hari ini kau luar biasa. Kau ... tidak memecat pelayanmu," "Pfttt ... aku melakukannya dengan baik. Apa aku sudah cukup lembut?" "Hmm, aku tak menyangka kau bisa berubah," "Itu karena kau. Kau membuatku mencintaimu dan merubahku. Bagaimana? aku sudah cukup pantas?" "Joana, bisa dicintai seseorang sepertimu, bagiku merupakan suatu kemewahan." Wooseok dan Joana saling menatap. Kini adrenalin keduanya berpacu. Perlahan Wooseok mendekat. Joana bisa merasakan nafas hangat laki-laki itu, menyentuh kulit wajahnya. Dua keranuman siap menyatu, udara mengalir diantara keduanya, membawa keharuman yang lembut. Sedetik, sebelum kehangatan itu beradu, Joana berdehem lalu mengalihkan pandangannya. Wooseok langsung berdiri, salah tingkah sambil menggaruk kepalanya sendiri. "A-Aku ada pertemuan. Sekretaris Kang sudah menunggu diluar," ucap Joana dengan gugup. "Ah, benar juga. Kau harus memilih pakaian," "Sudah kutemukan," Joana mengambil jaket kulit berwarna hitam di sebelahnya secara acak, "Aku pergi dulu," ucapnya sambil lalu. "Hati-hati," ucap Wooseok sambil menatap punggung Joana. Setelah beberapa langkah, Joana berbalik lalu berlari kecil kearah Wooseok. Cup, Wooseok terdiam. Sebuah kecupan hangat dan manis mendarat di bibirnya, "Aku akan kembali secepatnya," ucap Joana lalu berlari keluar. Wooseok menyentuh bibirnya sambil tersenyum, "Joana! cepat kembali, aku menunggumu!" seru Wooseok sambil berlonjak kegirangan. *** Hari ini pertama kalinya Joana duduk di rumah Wooseok bersama keluarga Wooseok. Bu Hye Ja mertuanya terlebih Hanbi sangat senang akan kedatangan Joana. Wooseok mengajak Joana untuk makan malam di rumahnya. Karena Hanbi yang merengek meminta Joana mengunjungi rumah. "Menantu ... maaf, makanannya tidak seberapa, tak seperti di rumahmu," ucap Bu Hye Ja dengan lembut. "Tak masalah, Bu. Ini sudah lebih dari cukup," Joana menatap semua makanan yang tersaji di meja, lalu mengalihkan pandangannya ke objek yang membuatnya hampir sakit mata, "Semua ini ... dia yang masak?" batin Joana agak kesal. Objek yang membuat mata Joana tak nyaman itu tak lain tak bukan adalah Seulgi. Karena dia sudah dianggap sebagai keluarga Wooseok, hari ini dia datang untuk membantu Bu Hye Ja. Dia memasak semua hidangan yang tersaji. Demi memberikan kesan baik kepada Joana? tidak. Itu bukan niat Seulgi. Dia hanya ingin bertemu Wooseok dan memamerkan keterampilan memasaknya kepada Wooseok. "Ibu, ini makanlah. Ibu harus makan sayur yang banyak agar sehat. Aku sudah masakkan sayur sesuai selera Ibu," Seulgi mengambilkan makanan untuk Ibu Wooseok, "Oppa, ini ikan kesukaanmu," Seulgi menaruh ikan di piring Wooseok, "Makan yang banyak yah, Oppa," Joana terdiam melihat Seulgi yang sangat cepat dan mahir, dia bahkan mencabut duri ikan untuk Wooseok. Hanbi, dengan senyumnya yang tak pernah pudar saat melihat Joana, bergerak mengambil makanan kesukaannya, "Eonni, ini makanlah," Hanbi menaruh paha ayam ke piring Joana, "Biasanya Hanbi yang selalu mendapat paha ayam. Tapi sekarang ini untuk Eonni. Hanbi tahu Eonni sangat suka paha ayam, nih Hanbi berikan dua," Hanbi girang, menatap Joana sudah membuatnya kenyang. Joana tersenyum, lalu kembali menatap Seulgi yang sibuk mengambilkan makanan untuk Wooseok dan Ibunya, "Seok, ini ... makan paha ayam," Joana mengangkat paha ayam dari piringnya dan hendak memberikan ke Wooseok. "Ah Jo, tak ..." "Oppa gak suka paha ayam!" Seulgi memotong Wooseok. Wooseok tak jadi melanjutkan kalimatnya, "Oppa, ini sayap ayam kesukaan Oppa. Eonni pahanya untuk Eonni saja. Oppa lebih suka sayap ayam," "O-Owh ..." Joana menaruh paha ayam kembali ke piringnya dengan kecewa. "Bagaimana Oppa, makanannya enak?" tanya Seulgi dengan senyumnya yang cerah. "Seperti biasa. Makanan buatanmu selalu enak," jawab Wooseok sambil menyendokkan makanan ke mulutnya. "Seulgi memang yang terbaik," Bu Hye Ja mengacungkan jempolnya kearah Seulgi, "Menantu, ayo makan. Semua ini khusus Seulgi buatkan untukmu. Seulgi mungkin tak sehebat koko di rumahmu, tapi makanan buatannya cukup enak. Ayo habiskan," "I-Iya, Bu ..." Joana menunduk, baru kali ini dia merasa iri pada seseorang, "Wanita itu bisa semuanya, dia ramah, bisa bersih-bersih, dia bisa memasak, sedangkan aku ... aku tak bisa apa-apa," batin Joana sambil menggenggam sendok di tangannya dengan erat. *** "Bibi Kim!" Joana melemparkan tasnya kepada Bibi Kim begitu tiba di depan rumahnya. Dia bergegas masuk ke dalam, sementara Wooseok hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Joana. "Selamat malam, Tuan," ucap Bibi Kim begitu melihat Wooseok. "Selamat malam. Bibi Kim, kemarikan tasnya Joana. Aku saja yang membawanya ke dalam," Wooseok mengulurkan tangannya. "Tak masalah, Tuan. Ini memang tugasku, tapi ... Nona kenapa? suasana hatinya seperti tidak baik," "Mungkin dia hanya lelah," Wooseok mengambil tas Joana dari tangan Bibi Kim, "Bibi istirahat saja, aku akan mengurus Joana," ucap Wooseok kemudian berlalu. Begitu masuk ke kamar, Wooseok melihat Joana duduk di tempat tidur dengan wajahnya yang cemberut. Wooseok menaruh tas di meja rias lalu mendekati Joana. "Ada apa? sepanjang perjalanan wajahmu begitu cemberut," Wooseok duduk di tempat tidur, lalu menatap Joana lekat. "Tak ada apa-apa!" jawab Joana dengan jutek. "Kau pasti marah pada sesuatu. Kenapa seperti ini? biasanya saat marah, kau selalu menyuruh orang lain mati, tapi sekarang malah memasang wajah cemberut." Joana menyembunyikan wajah di kedua lututnya, beberapa menit kemudian, dia mulai terisak, "Hiks ... huwaa ...." tangisan Joana semakin lama semakin keras. Wooseok terbelalak, lalu menangkupkan tangannya ke wajah Joana, "Kau kenapa? ya ampun. Apa yang terjadi? a-apa aku melakukan kesalahan?" "A-aku tak tahu kalau kau lebih suka sayap daripada paha ayam, hiks ...k-kalau aku tahu, aku pasti memberikan sayap untukmu, hiks ... hiks ...." "Hanya gara-gara itu?" Wooseok tersenyum lalu mengusap air mata Joana dengan lembut, "Sstt ... Jo, jangan menangis," Joana masih terus menangis, sambil sesenggukan, "Hmm ... sebenarnya ... aku lebih suka paha ayam," Mendengar ucapan Wooseok, Joana mulai menghentikan tangisnya sedikit demi sedikit, "B-benarkah? hiks ...." Wooseok mengangguk, "Benar, tapi Hanbi juga suka, kau tahu dulu keunganku sangat sulit. Aku hanya bisa membeli sebelah ayam, jadi ... aku tak pernah memakan paha ayam karena hanya mendapatkan satu setiap kali membeli. Sekarang, ada kau yang juga menyukai paha ayam. Aku tak kan tega merebut makanan kesukaanmu, lebih baik aku kelaparan," "M-Merebut apanya, aku memberikan padamu, tapi aku sedih karena salah memberikan potongan," "Kau tak salah, sudah jangan menangis," "Kenapa tak bilang dari awal bahwa kau suka paha ayam! jika aku tahu aku tak kan menangis!" Joana mengusap wajahnya dengan kesal. "Iya, aku memang salah. Maafkan aku," Wooseok merentangkan tangannya, Joana masih cemberut namun dia dengan cepat menghambur ke pelukan Wooseok. Menyamankan dirinya ke d**a bidang yang hangat itu, "Maafkan aku, sayang. Maafkan aku," gumam Wooseok sambil mengecup lembut kepala Joana. *** Sekretaris Kang berlarian menuju dapur, disana telah menunggu Bibi Kim, dan beberapa pelayann senior. Sekretaris Kang menarik nafas, Joana meneleponnya beberapa menit yang lalu, meminta Sekretaris Kang datang ke rumah dalam lima menit, dan segera bersiap untuk mengadakan pertemuan di dapur. "Bibi Kim! hah ..." Sekretaris Kang menepuk dadanya karena kelelahan berlari, "Nona belum disini, kan? ya ampun kenapa mengadakan pertemuan di dapur, pertemuan macam apa ini?" "Sekretaris Kang, duduk!" terdengar suara tegas yang sangat khas menuju dapur. Sekretaris Kang segera duduk dan memperbaiki stelannya, Joana berdiri menatap Sekretaris Kang, Bibi Kim dan beberapa pelayannya dengan serius. "Terimakasih sudah hadir dalam pertemuan ini. Aku harus menyampaikan pengumuman penting." "Masalah apa Nona? kenapa harus mengadakan pertemuan di rumah?" Sekretaris Kang penasaran. "Sekretaris Kang untuk beberapa hari, aku serahkan urusan perusahaan padamu. Jika butuh butuh persetujuanku kau hanya perlu melepon, jika butuh tanda tanganku kau harus memintanya di rumah," "Jadi Nona tak kan masuk kantor? tapi ... kenapa?" tanya Sekretaris Kang lagi "Ada sesuatu yang penting, yang harus aku lakukan. Bibi Kim," Joana menatap Bibi Kim, sambil menyilangkan tangannya, "Kau punya tugas yang sangat penting mulai besok," "Tugas penting apa, Nona?" "Ajari aku memasak." "A-apa!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD