Biar langit menentukan

800 Words
Wooseok sangat panik setelah tiba di rumah sakit pun, Wooseok bahkan tidak melepaskan genggamannya dari tangan Joana. Hingga Joana masuk ke ruang operasi dan dokter meminta Wooseok untuk tetap di luar. Wooseok mondar-mandir tak keruan. Sesekali dia berdiri di depan pintu dan mencoba mengintip ke dalam, walaupun dia tahu, dia tak kan bisa melihat apa-apa. "Wooseok, kau bisa duduk tidak? kepalaku pusing melihatmu seperti setrikaan dari tadi," Sekretaris Kang tak tahan lagi. Wooseok sangat meresahkan, dia tak berhenti bergerak, membuat Sekretaris Kang memijit kepalanya. "Operasinya akan sukses, kan?" tanya Wooseok harap-harap cemas. "Park Wooseok. Kenapa kau begitu panik? dokter sudah bilang itu hanya operasi kecil. Hanya potong usus yang busuk, lalu dijait, selesai. Tidak akan membahayakan,” Sekretaris Kang kembali memberi Wooseok pemahaman. Yah, menurut dokter Joana terkena penyakit usus buntu, dan dia harus dioperasi untuk menormalkan ususnya kembali. “Ah, aku hanya terkejut melihatnya pucat dan pingsan. Aku tidak pernah melihatnya kesakitan seperti itu. Sekretaris Kang, itu benar-benar hanya usus buntu, kan? tak ada penyakit parah lainnya, kan? atau kita minta dokter Choi melakukan pemeriksaan ulang?" "Kau mau meminta dokter Choi periksa ulang lagi? Wooseok, dokter Choi itu dokter keluarga Lee selama bertahun-tahun. Dia tak mungkin salah diagnosis." "Tapi, Joana terlihat sangat kesakitan!" "Itu karena dia cengeng. Kau tahu? Nona itu hanya keras di luar saja. Kenyataannya dia cengeng tak bisa menahan sakit." "T-Tapi kan ... tetap saja ..." Wooseok kembali menatap ke arah pintu ruang operasi, "Kenapa operasinya lama sekali! Joana baik-baik saja kan di dalam sana?" Wooseok menatap Sekretaris Kang. Sekretaris Kang menghela nafas, lalu memukul dahinya, "Bocah ini sepertinya sedang tak waras, hah! lama-lama aku yang akan masuk ruang operasi kalau begini." Wooseok terus mondar-mandir, dia tak duduk sedikitpun. Sekretaris Kang sudah kehilangan kata-kata. Dia membiarkan Wooseok melakukan apapun, sedangkan dia menutup matanya tak ingin melihat Wooseok. Setelah hampir empat puluh lima menit, pintu ruang operasi akhirnya terbuka. Melihat itu, Wooseok segera berlari menghambur ke dokter Choi yanh baru saja keluar dari ruang operasi. “Dokter, bagaimana operasinya? Joana baik-baik saja, kan? dokter yakin tak ada penyakit lain? benar-benar hanya usus buntu, kan?" “Hahaha, kau sepertinya panik sekali. Nona baik-baik saja. Operasinya lancar, dia hanya harus istirahat untuk sementara waktu," “Benarkah? terimakasih dokter,” Dokter tersenyum dan mengangguk lalu meninggalkan Wooseok. “Dengar sendiri, kan? sudah kubilang Nona akan baik-baik saja. Itu hanya operasi kecil, kekhawatiranmu terlalu berlebihan, ck ... ck ..." Sekretaris Kang hanya berkedip sekali, namun dia sudah tak melihat Wooseok di depan matanya, "Wooseok ... ya ampun cepat sekali hilangnya. Sekretaris Kang menggelengkan kepalanya ketika melihat Wooseok berjalan cepat mengikuti para suster uang tengah mendorong Joana ke ruang rapat, "Terserahlah, lebih baik aku makan, hah! aku lapar sekali," *** “Aku ingin pulang!” Jo duduk memegangi perutnya yang masih terasa ngilu karena bekas operasi. Kini dia sudah di ruang rawat VIP. Begitu dia siuman kurang lebih satu jam setelah operasi, hal pertama yang dia inginkan adalah pulang ke rumahnya karena dia benci rumah sakit. “Jo, kau belum bisa pulang. Tak dengar apa yang dikatakan dokter Choi? kau harus istirahat jangan keman-mana. Baru saja satu jam selesai operasi," “Are you kidding me? maksudmu aku harus disini? dengan pakaian pasien ini? aku tak mau. Aku benci rumah sakit, aku mau pulang!" “Dasar keras kepala. Kau tak boleh kemana-mana, kau baru selesai operasi! kau dengar?" Wooseok menegaskan ucapannya. “Aku tak mau disini. Panggilkan dokter Choi, aku mau pulang! sekarang!!" Joana membalas lebih tegas lagi. “Lee Joana!" Wooseok meninggikan suaranya. Seketika Jo terdiam menatap Wooseok. Wooseok menghela nafas dan perlahan mendekati Joana. “A-Apa? kau mau apa?” Jo berusaha bergeser dari duduknya namun perutnya masih terasa ngilu. Jo memegangi bekas operasinya. Secara tiba-tiba Wooseok meraih tangan Joana dan menggenggamnya erat, “Baiklah ... kita alan pulang. Tapi besok. Untuk hari ini kau harus tetap di sini, kau baru saja selesai operasi, dan itu tidak baik untuk membawamu sekarang. Kita akan pulang besok, akan kusuruh Sekretaris Kang mengurus semuanya," Wooseok menatap Joana dengan lembut. Joana membatu seketika, tatapan Wooseok menyihirnya hingga dia tak bisa berkedip, "Jo, kau dengar?" "A-Aku ... kenapa aku membiarkannya menggenggam tanganku, kenapa aku seperti ini? Batin Jo yang tidak mampu mengalihkan pandangannya dari wajah Wooseok. “Joana," panggil Wooseok sekali lagi. “Ah, i-iya, pokoknya besok harus pulang,” jawab Jo, sambil menundukkan kepala lalu menarik tangannya dari genggaman Wooseok. “Baiklah, sekarang istirahatlah, kau harus segera sembuh, banyak yang membutuhkanmu, di perusahaan, dan di rumah,” Wooseok mengusap kepala Joana dengan lembut. Jo hanya menatapnya aneh, namun tak bisa menolak sentuhan itu. Sementara Wooseok bergumul dengan pikiran-pikiran di kepalanya yang kacau, "Ya ampun. Apa yang terjadi padaku? aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya? pada wanita gila ini? hah, terserahlah. Biar langit saja yang menetukan, apa yang akan terjadi nanti. Aku sudah lelah berpikir." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD