Cinta memang sedahsyat itu

821 Words
Bibi Kim sebenarnya sudah hampir mengibarkan bendera putih. Namun, melihat Joana yang terus saja berusaha, Bibi Kim akhirnya luluh, dan mengajari Joana dengan sabar. Walau harus mengulang hal yang sama beberapa kali. "Bibi Kim! lihat, makanannya sudah jadi!" Joana memamerkan masakannya yang tampak tak beraturan. Bibi Kim tersenyum paksa, lalu mengacungkan jempolnya, "Selamat, Nona." "Bibi Kim, menurutmu Wooseok akan menyukai masakanku?" "S-Soal itu ..." Bibi Kim menggaruk kepalanya tak yakin. "Sayang, kau sudah selesai menghancurkan dapur?" entah sejak kapan, Tuan Lee berdiri di ambang pintu dapur, menatap Joana sambil menghela nafas. "Ayah, sejak kapan ayah disana?" "Sejak tadi. Cukup melihatmu membuat keributan," "Aku sedang belajar memasak," "Sayang, kau mau koki terkenal? koki dari luar negeri? akan ayah pekerjakan disini. Jadi, berhentilah belajar memasak. Kau menghancurkan dapur dan menghabiskan bahan makanan untuk seminggu. Jika terus begini ayah bisa bangkrut." "Ayah bicara apa? kita tak mungkin bangkrut. Hanya masalah kecil ini, hah ... dasar, ayah memang pelit." "Karena ayah pelit makanya ayah kaya." Joana cemberut mendengar ucapan Tuan Lee. Tak lama kemudian, Wooseok tiba di rumah, dan langsung menuju dapur karena melihat Tuan Lee berdiri disana. "Ayah ... aku membawa ma ... ka ... nan ..." Wooseok terdiam, "Ayah, kenapa dapur jadi berantakan begini?" "Penyihir itu menghancurkannya," Tuan Lee menunjuk Joana, "Dia juga membuat kerugian besar," "Ayah!" Joana menggembungkan pipinya, "Seok, aku membuat ..." Joana terhenti begitu melihat kotak makan di tangan Wooseok, "Itu ... makanan dari Seulgi?" "Ah iya. Seulgi baru saja mengantar makanan kesini," "Wah, ayah suka makanan buatan Seulgi. Dia koki hebat," Tuan Lee melirik Joana, yang tampak kecewa. "Jo, tadi mau bicara apa? kau membuat sesuatu?" Joana langsung menyembunyikan makanan buatannya ke belakang, "I-itu ... bukan apa-apa. Aku hanya asal bicara," "Nona belajar memasak untuk Tuan Muda," Bibi Kim buka suara. "Bibi Kim!" Joana menundukkan wajahnya karena malu. "Kau benar-benar belajar memasak?" raut wajah Wooseok terlihat bahagia berkali lipat. "Wooseok, ayah sarankan jangan memakannya. Ayah tak mau kau keracunan," Tuan Lee menepuk pundak menantunya. "Joana sudah bersusah payah belajar. Aku harus mencobanya, mana makanannya? berikan padaku," Wooseok antusias lalu meletakkan kotak makan yang diberikan Seulgi ke atas meja. "T-Tapi ... sepertinya tidak enak. Tak seperti masakan Seulgi," "Aku harus mencobanya dulu untuk tahu rasanya. Berikan padaku," "T-Tapi ..." Joana mengeluarkan makanan dari belakangnya, "Aku tak yakin ... lebih baik kita makan di luar saja." Wooseok segera merebut piring dari tangan Joana, "Aku coba dulu," Wooseok duduk lalu menatap makanan tersebut, "Ini ... orak arik telur?" "Bukan. Itu omelet berisi nasi dan daging," "O-Oh, begitu ... nasinya mana?" "I-Ini ..." Joana menunjuk ke piring. Wooseok hampir tertawa, melihat gumpalan gumpalan nasi yang agak hangus hingga terlihat seperti telur, warnanya agak merah karena terlalu banyak saus. "Baiklah ... sepertinya enak," Wooseok menyuapkan makanan ke mulutnya. Tuan Lee dan Bibi Kim menahan nafas, dan Joana terlihat khawatir, "Hmm ... lumayan, kau sepertinya berbakat," ucap Wooseok sambil tersenyum. "Benarkah?" Joana berlonjak. Dia segera mengambil sendok dan ikut mencicipi. "Wuek! ini makanan atau racun? Seok, jangan makan lagi!" Joana merebut sendok dari tangan Wooseok. "Kenapa sendokku diambil? Jo ..." Wooseok tiba-tiba terdiam. Dengan cepat dia menangkap tangan Joana dan memeriksa, "Jo, tanganmu kenapa? Aih, kenapa bisa luka begini?" "Ini hanya luka kecil. Yang penting hentikan makanmu, jangan makan lagi." "Lee Joana! kau ini benar-benar ..." Wooseok menghela nafas, "Bibi Kim tolong ambilkan kotak obat!" Bibi Kim segera berlari begitu mendengar perintah Wooseok. "Ini hanya luka kecil. Kenapa ribut sekali?" "Kau sebelumnya tak pernah terluka, kan? ini pasti luka karena memasak!" "I-Itu ..." Joana tak bisa bicara, dia hanya menunduk sambil menyembunyikan wajahnya. Wooseok mendudukkan Joana ke kursi, lalu menatap Joana lekat, "Kenapa kau harus belajar masak segala?" "Aku juga ingin membuatkanmu makanan seperti Seulgi. Tapi ... aku tak bisa apa-apa," Suasa hening. Wooseok menarik nafas panjang. Masih menatap Joana. Menatap wanita yang kini selalu saja membuatnya khawatir. Bibi Kim tiba lalu memberikan kotak obat kepada Wooseok. Tuan Lee memberikan kode, agar semua pelayan termasuk Bibi Kim segera pergi, dan meninggalkan pasangan itu di dapur. Kini hanya ada Wooseok dan Joana. Dua manusia yang awalnya hanya orang asing, tapi sekarang saling melindungi dan membutuhkan satu sama lain. Cinta memang sedahsyat itu. "Lain kali hati-hati, jika kau terluka lagi, aku akan marah." "Aku bukannya mau terluka, aku ..." "Kau tak perlu belajar memasak," Wooseok memotong Joana. Joana terdiam menatap Wooseok dengan mata jernihnya, "Jika kau ingin belajar, kau tak perlu masak makanan enak. Apapun yang kau berikan, akan aku makan. Bahkan racun sekalipun, aku tak peduli. Jadi, jangan berusaha terlalu keras, hingga melukai dirimu." Wooseok menyeka wajah Joana yang berantakan. Joana yang glamor, kini terlihat seperti anak kecil yang menggemaskan. Selesai membersihkan wajah dan merapikan rambut Joana, Wooseok kemudian mengoleskan saleb ke luka Joana. "Park Wooseok ..." "Hmm ..." Joana mengecup pipi Wooseok dengan cepat. Wooseok kaget sejenak, lalu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Wooseok sangat berhati-hati mengobati luka Joana. Mereka tersenyum dan saling tertawa bersama. Benci yang dulu pernah tumbuh, akhirnya menemukan jalan untuk sembuh. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD