Pukul sembilan pagi. Joana bersiap dengan semangat. Dia memeriksa penampilannya sekali lagi di depan cermin lalu, mengambil mantelnya dan segera beranjak.
"Jo, kau belum sarapan, makan ini dulu," Wooseok berlarian dari dapur, menenteng roti di tangannya, "Ini, makan perlahan," ucap Wooseok sambil menyuapkan roti ke mulut Joana.
"Terimakasih, aku akan kembali secepatnya,"
"Hati-hati. Aku akan memasak makanan enak untukmu, cepat kembali," Wooseok melambaikan tangannya. Joana balas melambai, lalu memasuki mobil dan segera melaju.
***
"Nona, kenapa anda tiba-tiba membuat janji dengan saya?" Jung So Hee, seorang dokter kandungan rumah sakit Universitas Hannam. Wanita paruh baya tersebut tak bisa menyembunyikan keterkejutan ketika melihat Joana yang duduk di depannya. Tuan Lee merupakan salah satu penyumbang terbesar rumah sakit ini. Siapapun dokter yang menangani keluarga Lee akan gugup. Hanya saja, sang dokter gugup bukan karena Joana adalah pasiennya, melainkan Joana meminta janji untuk memeriksa hal penting. Mengingat dia merupakan dokter kandungan, sudah pasti hal penting yang disebutkan Joana berkaitan dengan kandungan. Tak mungkin dia menghubungi dokter kandungan untuk memeriksa nyeri punggung, atau sakit di kakinya.
"Dokter Jung. Aku ingatkan sekali lagi, jika kunjunganku ini diketahui orang lain, terlebih media ... kau akan menerima akibatnya."
"Saya mengerti, Nona. Tapi ... siapa yang harus saya periksa? salah satu kenalan atau kerabat Nona?"
"Kau pikir kenapa aku memintamu untuk merahasiakan kunjunganku?"
"M-Maksud Nona ... yang akan diperiksa itu ... Nona Joana sendiri?"
"Hmm, lakukan dengan cepat, dan pastikan hasilnya akurat."
"Nona, bagaimana bisa ..."
"Kau masih tidak bergerak juga? mau kusuruh atasanmu memecatmu?"
"M-Maaf Nona. Saya akan mempersiapkan alatnya."
***
Pukul sebelas siang. Wooseok menarik nafas puas, setelah melihat hasil kerjanya tersaji dengan baik di atas meja makan keramik dengan warna putih bergradasi merah muda di depannya. Wooseok memeriksa jam dinding, dia tersenyum lalu mengambil gawainya. Dengan cepat dia mengetik pesan dan mengirimkan pesan tersebut kepada Joana.
"Kapan kau akan pulang? aku sudah selesai memasak".
tak sampai dua menit kemudian, Joana membalas pesan dari Wooseok.
"Sebentar lagi. Ada sesuatu yang harus aku beli".
"Baiklah, hati-hati. Aku menunggumu."
Wooseok memasukkan gawai kesakunya lalu bergegas menuju kamar.
"Aku harus mandi sebelum Joana tiba," gumamnya lalu mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian, Seulgi ternyata mengunjungi Wooseok. Karena Wooseok masih di kamar mandi, akhirnya pelayann mempersilahkan Seulgi menunggu di ruang tamu. Bukannya menunggu dengan tenang, Seulgi malah mengelilingi rumah tersebut. Memperhatikan setiap sudut rumah megah itu, menyentuh barang-barang yang menurutnya mewah. Hingga Seulgi berhenti di depan kamar Joana dan Wooseok. Pintu kamar sedikit terbuka. Seulgi dengan hati-hati memasuki kamar itu dan melihat sekeliling.
"Jadi ini kamar mereka?" Seulgi mendekat ke tempat tidur lalu menatap kasur empuk berlapis selimut putih tersebut. Dia perlahan mengusap permukaan kasur itu, "Oppa tidur disini?" Seulgi kembali berkeliling lalu menghempaskan dirinya ke sofa tempat dulunya Wooseok tidur, "Wanita itu benar-benar kaya. Hmm, ini seperti bau Oppa," ucapnya kemudian sambil meraba dan mencium bantal sofa.
Beberapa detik kemudian, pandangan Seulgi teralihkan oleh suatu benda yang mencuat keluar dari alas sofa, "Apa ini?" Seulgi membuka alas sofa tersebut. Lalu mengambil sebuah map kuning berisi dokumen. Seulgi membacanya dengan seksama, "Ternyata ... ini yang terjadi? sudah kuduga. Oppa tak mungkin menyukai wanita itu."
"Seulgi! kenapa kau ada di ..." Wooseok yang baru saja keluar dari kamar mandi terbelalak. Dia melihat dokumen yang ada di tangan Seulgi. Wooseok panik dan langsung merebut dokumen tersebut, "Seulgi, dengarkan aku dulu ..."
"Sudah kuduga ada yang tidak beres,"
"Dengarkan aku. Aku akan jelaskan semuanya ..."
"Tidak. Semua sudah jelas. Oppa, dia membayarmu dan dia memanfaatkanmu? tidak bisa begini. Ayo temui dan ceraikan dia sekarang juga!"
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku dan Joana ..."
"Dia membayarmu untuk menjadi suaminya! dasar wanita licik! kenapa Oppa tak cerita padaku?"
"Ayo bicara di tempat lain," Wooseok menarik tangan Seulgi. Namun Seulgi melepaskan tangannya dengan keras.
"Kita harus sudahi perjanjian ini. Oppa tak pernah mencintainya, kan? Oppa hanya terpaksa menikahinya!"
"Seulgi, tenanglah ... nanti ayah bisa dengar!"
"Oppa, apa wanita itu mengancammu? aku tahu dia orang jahat, tapi bisa-bisanya dia memanfaatkan orang seperti ini. Tinggalkan dia, aku akan mengurus semuanya. Oppa bisa kembali ke rumah, dan kita bisa kembali seperti dulu."
"Awalnya memang begitu. Awalnya kami menikah karena perjanjian. Tapi sekarang ..."
"Wooseok ... apa yang baru saja ayah dengar ini?" Tuan Lee berdiri di ambang pintu. Wajahnya yang memang sudah pucat karena penyakit, kini menjadi semakin pucat. Dia menatap Wooseok dengan ekspresi tak percaya.
"Ayah, i-ini tak seperti yang ayah pikirkan ..."
"Tuan Lee. Putri anda sudah melakukan cara licik untuk mendapatkan suami," Seulgi menunjukkan dokumen perjanjian kepada Tuan Lee, "Aku tahu kalian kaya. Tapi bagaimana bisa kalian melakukan ini?"
"Seulgi! ayah, biar kujelaskan ..."
"Kalian menipuku? k-kalian ..." Bruk! Tuan Lee seketika rubuh. Wooseok berlari dengan wajahnya yang memucat karena panik.
"Ayah, bangunlah. Ayah!"
***
"Nona, anda hamil muda,"
Kata-kata dokter Jung membuat Joana terdiam saat itu. Sudah enam puluh menit sejak dia meninggalkan rumah sakit. Kini dia berjalan dengan wajah cerah. Kehidupan baru berada di dalam dirinya. Joana tak bisa menyembunyikan kebahagiaan sekaligus rasa keterkejutannya. Joana berjalan pelan di pusat perbelanjaan. Dia langsung membeli sepasang sepatu mungil. Menatap sepatu tersebut dengan senyumnya yang secerah mentari.
"Makhluk kecil, ayo kita temui ayahmu,"
TBC