Happy Reading.
Sejenak keheningan melanda. Suasana berubah mencekam dan tidak ada lagi yang berani bersuara. Perlahan, di dorong oleh rasa penasarannya yang sangat Arabella mengangkat kepalanya. Saat itu pula mata hazelnya langsung bersibobrok dengan mata coklat milik Lukas. Keduanya saling bertatapan, yang satu dilumuri kebencian yang kental sementara yang satunya lagi berusaha untuk membaca apa yang tengah dipikirkan oleh perempuan itu. Arabella mengepalkan tangan, luka di dahinya cukup parah hingga merembeskan darah dari sana. Tetapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan penghinaan yang didapatkannya dari semua orang. Arabella diolok habis-habisan, dan semua itu karena sosok lelaki yang berdiri menjulang di hadapannya ini.
“Bodoh. Bukannya melawan kau malah menangis.
Lukas mengutuk Arabella dengan nada kesal, melempar tatapan marah. Dia benar-benar sangat benci ketika melihat Arabella yang tampak pasrah dan sama sekali tidak berniat untuk membela diri. Perempuan itu malahan menangis terisak-isak membuat Lukas bertambah emosi, antara geram bercampur kasihan.
“Apa kau bisu. Kenapa tidak menjawab ku.” Lukas kembali bersuara saat tidak mendapat respon dari Arabella.
Sayangnya, Arabella tidak berniat untuk menanggapi perkataan Lukas. Dengan ekspresi jijik dia membuang muka dari lelaki itu, menatap ke arah lain.
Sementara Mia yang sejak tadi berdiam diri sambil memperhatikan interaksi kedua orang itu seketika langsung mengalihkan mata kepada Arabella. Gerahamnya mengeras, tidak menyangka kalau perempuan seperti Arabella memiliki hubungan Lukas. Bagaimana tidak, lelaki dihadapannya ini jelas-jelas melayangkan pembelaan terhadap Arabella dan membuatnya malu di hadapan semua orang. Lukas bahkan berani mengancamnya, dan sejak saat itu Mia menyadari bahwa lelaki itu bukanlah orang biasa. Ada sesuatu yang menarik di dalam diri Lukas. Mia menatap Arabella sinis, menahan dirinya sekuat tenaga supaya tidak menampar perempuan itu. Dia harus menjaga wibawanya di hadapan Lukas. Entah kenapa menantang Lukas bukanlah sikap yang bijak untuk sekarang ini.
“Oh, jadi kau mengenal perempuan miskin ini.” nada Mia terdengar biasa saat berucap namun menyelipkan sindiran keras disana yang langsung membuat Arabella mendongak, menatap ke arah Mia.
Arabella hendak menjawab tetapi segera diurungkan ketika dia mendengar suara Lukas.
“Lebih tepatnya dia kekasihku. Memangnya kenapa.” Lukas berucap gamblang dan dengan suara tegas, membuat semua orang langsung terkesiap karena terkejut.
Lukas melihat Arabella sekilas, mengamati ekspresi keterkejutan perempuan itu ketika mendengar katanya lalu tersenyum samar.
“Kekasihmu?” Mia mengulang pelan, mengalihkan mata dari Lukas sebentar untuk menatap Arabella kemudian mengembalikan pandangan ke lelaki itu lagi. “Kau bayar berapa dia satu malam. Apakah permainan ranjangnya sangat memuaskan mu….”
Tanpa peringatan Lukas seketika mengangkat tangannya, mendaratkan tamparan keras di wajah Mia. Suara tamparan itu saking kerasnya sampai memantul di udara. Semua siswa dilanda syok yang teramat sangat begitupun halnya dengan Arabella yang refleks memekik, tidak menduga jika Lukas akan melakukan hal tidak terpuji itu.
Rasa panas dan perih tiba-tiba menyerang permukaan kulit wajah Mia. Bekas tamparan itu menimbulkan denyutan yang sakit hingga membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat luka sobek. Mia tertegun, lalu mengusap pipinya pelan-pelan. Sungguh di luar dugaan, seorang Mia ditampar oleh lelaki asing di hadapan semua orang. Hal itu membuat Mia melebur dalam amarah yang tak terkendali. Harga dirinya telah dilukai, dan penghinaan ini disebabkan oleh makhluk menjijikkan seperti Arabella.
Aku tidak terima!
Lukas memandangi perubahan-perubahan ekspresi Mia dengan senyum dingin. Sorot matanya tajam, seolah menusuk ke dalam jantung perempuan itu. Kemudian dalam sekejap senyum lebar langsung terukir di bibirnya.
“Itulah salah satu fungsi dari tangan. Saat mulutmu hanya bisa mengeluarkan kata-kata kotor maka dengan sangat senang hati, anggota tubuhku yang lain akan memberimu pelajaran. Kau sangat pantas mendapatkan itu. Dibandingkan dengan Arabella, kau jauh lebih layak disebut perempuan jalaang.” Lukas sengaja menjeda kalimatnya, ekspresinya mengelap dipenuhi murka ketika akhirnya melangkah lebih dekat lagi pada Mia, lalu menatap perempuan itu kejam kemudian berucap. “Lain kali, sebelum kau berbicara pastikan mulutmu tersambung ke otakmu terlebih dulu. Jika kau masih berani menghina Arabella, bukan hanya tanganku yang akan mendarat di pipimu tetapi juga salah satu kakiku.”
****
Kenzo mengamati dari kejauhan. Kerumunan itu membuatnya sedikit kesulitan untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Lukas. Akan tetapi, ketika mendengar suara tamparan yang memantul begitu membahana sampai ke gendang telinganya, Kenzo langsung tahu bahwa ada yang sudah memancing amarah lelaki itu. Kenzo tidak tanya apa yang membuat Lukas bisa lepas kendali seperti itu. Benaknya bertanya-tanya dalam kebingungan membuat kerutan terlihat jelas di dahinya.
"Sampai kapan kita akan mengintai seperti pencuri seperti ini." Andre yang juga tengah bersembunyi di balik tembok langsung memulai percakapan.Tidak tahan terjebak di situasi yang tak mengenakkan ini.
"Siapa perempuan itu." bukannya menjawab Kenzo malah balik bertanya.
Andre menggertakkan gigi, kesal karena Kenzo mengabaikan pertanyaannya. Tetapi dia tidak memiliki keberanian untuk melawan perkataan lelaki itu.
"Namanya Mia. Dia putri pengusaha terkaya di kota ini. Selain itu ayahnya juta cukup berpengaruh terhadap seko_"
"Aku tidak bertanya tentang wanita itu, yang ku maksud adalah perempuan yang satunya lagi." Kenzo menyela dengan sigap, tidak mau mendengarkan Andre lebih lanjut.
Andre mengerutkan kening, tidak mengerti wanita mana yang dimaksudkan oleh Kenzo. Selama ini dia tidak pernah peduli dengan perempuan-perempuan yang berada di star high school. Satu- satunya yang dia tahu adalah Mia. Wanita sombong dan jahat yang selalu ingin mengendalikan semua keadaan sesuai keinginannya. Andre menatap kerumunan itu lekat, hendak mencari tahu sosok yang disebutkan Kenzo.
"Maksud mu si beasiswa." Andre berseru tiba-tiba, menebak maksud Kenzo hati-hati.
Kali ini giliran Kenzo yang mengerutkan kening, kebingungan dalam menelaah kalimat Andre.
"Namanya kenapa aneh sekali. Bagaimana aku harus menyebutnya." sahut Kenzo bergumam pelan.
Andre menghela napas pendek. "Arabella. Namanya Arabella, siswa paling pintar di sekolah ini dan berhasil mendapatkan beasiswa. Kau puas." jawabnya sambil berdecak sebal.
Ekspresi Kenzo tampak datar setelah mendengar penjelasan itu. Tiba-tiba ada seringai tipis yang muncul di bibirnya, yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Arabella... sepertinya kau cukup menarik.
****
"Woi!" Lukas berteriak kencang, menyentak Arabella dari pikirannya yang mengambang jauh.
Kerumunan itu telah bubar karena pengusiran Lukas yang kasar. Para siswa langsung berhamburan, berlari terbirit-b***t ke segala arah seolah ingin menyelamatkan diri dari amukan Lukas. Meskipun lelaki itu terlihat asing, namun ketika menyaksikan penghinaan yang dilakukan secara nyata pada Mia, semua orang langsung ketakutan. Tidak ada satupun yang berani bersuara seperti sebelumnya. Oleh sebab itulah, demi terhindar dari kemarahan Lukas yang seperti laksana api membakar, manusia-manusia itu seketika beranjak cepat. Begitupun halnya dengan Mia dan kedua sahabatnya. Awalnya Mia menolak, bersikeras ingin menantang Lukas, namun Karina berhasil menyakinkan perempuan itu. Akhirnya mau tak mau Mia menurut, meninggalkan Arabella dengan Lukas dengan berat hati.
Lukas masih berdiri menjulang di depan Arabella. Sedangkan perempuan itu masih tetap mempertahankan keras kepalanya, memilih untuk mengabaikan Lukas.
"Kau mau berdiri sendiri atau aku gendong sekarang juga." Lukas mendesis dari sela giginya yang menggertak, mulai kehilangan kesabaran saat melihat kerasnya hati Arabella yang seperti batu.
Arabella mengetatkan geramnya. Lalu mendongak ke arah Lukas menatap lelaki itu marah.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan. Berhentilah menganggu, aku tidak mengenalmu sama sekali." ujarnya dengan nada tinggi, wajah Arabella merah padam karena menahan emosi.
"Dasar kepala batu." Lukas langsung membungkukkan di hadapan Arabella dan tanpa peringatan mengangkat perempuan itu dari lantai untuk kemudian menggendongnya. "Diam atau ku cium kau detik ini juga." ucapnya mengancam dengan suara kejam, saat melihat gerak-gerik Arabella yang hendak memberontak.
Arabella tercekat, ingatannya langsung melayang pada insiden dimana Lukas menciumnya tanpa izin. Lelaki itu sedang menatapnya dengan intens, membuat Arabella sedikit salah tingkah. Ini kali pertama dalam hidupnya, dia berada di jarak yang sangat intim dengan seorang lelaki, membuat jantung Arabella berdetak sepersekian detik lebih cepat.
Lukas mengawasi ekspresi Arabella, kemudian sebelah alisnya terangkat ketika menemukan rona merah sudah merambat di wajah perempuan itu. Mata Lukas terarah pada luka di dahi Arabella, dan dia tidak bisa menyembunyikan kemarahannya hingga tanpa sadar semakin menatap Arabella dengan tatapan membunuh.
"Lain kali kalau kau ditindas, lawan saja. Jangan malah menangis seperti anak kecil. Memangnya jika kau menangis mereka akan mengasihani mu? Dasar bodoh, bukan hanya bodoh tapi juga kepala batu." Lukas berucap dengan mengomel, memandangi Arabella yang berada di gendongannya lekat. "Kau beruntung aku datang tepat waktu. Coba saja kalau terlambat, aku rasa bukan hanya sudut bibir dan dahi mu saja yang terluka." tambahnya lagi.
Arabella hanya terdiam. Mengawasi Lukas dengan pandangan bingung sekaligus aneh. Hatinya mendadak menghangat seolah-olah ada ketenangan disana ketika mendengar kata-kata Lukas. Dia hidup sebatang kara, dan ketika para manusia itu menindasnya, tidak satupun yang mau menolongnya. Bahkan sampai dirinya tergeletak berlumuran darah pun, mereka hanya menatap iba lalu pergi, meninggalkan dirinya sendirian. Tetapi lelaki ini berbeda, datang tanpa sebuah pesan dan kemudian secara sukarela memberi sebuah sandaran padanya. Perasaan ini benar-benar aneh, tetapi entah kenapa dia menyukainya.
"Terimakasih." akhirnya setelah cukup puas memindai Lukas, dia pun berujar dengan nada gemetaran.
Sedetik. Hanya sedetik. Lukas terkesiap saat melihat kesedihan yang pekat di dalam mata hazel perempuan itu. Tetapi kemudian ekspresi dingin langsung menyelubungi wajahnya ketika melihat darah masih saja mengucur dari kening Arabella.
"Tunjukkan padaku dimana letak ruang penanganan." Lelaki itu berucap sedikit ketus, mengabaikan perasaan bersalah ada yang memenuhi benaknya tanpa alasan.
Arabella mengangguk ragu lalu mengarahkan telunjuknya ke sebelah kanan.
"Disana. Ruang penanganan berada di ujung koridor itu." ujarnya memberi tahu.
Lukas mengangguk tipis, kemudian menyapukan seluruh matanya ke wajah Arabella sebelum berujar. "Tubuhmu kurus dan kecil. Tidak ku sangka kau sangat berat hingga membuat lenganku terasa pegal. Sebenarnya kau ini berat karena dosa atau lemak, ya." sambungnya mengejek.
Hai...
Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE.
Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB.
Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya?
Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.