part 3

1196 Words
Aku merebahkan diri di sofa ruang tamu, aku pejamkan mataku untuk meredakan kelelahan hari pertamaku mengajar. Sebuah sentuhan aku rasakan di bahuku, kubuka mataku dan kulihat mama sedang berdiri di hadapanku. "Capek yang sayang?" tanya mama. "Lumayan ma." "Kamu mandi dulu sana, lalu makan siang. Mama udah siapkan sayang." "Iya ma." Aku beranjak dari dudukku dan naik ke kamarku kemudian mandi untuk menyegarkan tubuhku yang lelah. Jam menunjukkan pukul 2 siang, saat aku menikmati makan siang ditemani oleh mama. Walau mamaku seorang istri dari pengusaha besar tapi ia lebih suka berada di rumah mengurus rumah tangga dari pada arisan bersama ibu ibu sosialita teman temannya. "Bagaimana tadi hari pertama mengajar?" tanya beliau padaku. "Ya gitu deh ma," jawabku sedikit terpaksa mengingat kejadian Aura yang walk out dari kelas yang aku ajar. "Kok jawabannya nggak semangat gitu sih?" "Iya, ada sedikit masalah tadi ma." "Masalah apa?" "Tadi ada yang nggak berkenan memiliki dosen muda yang hampir seumuran dengan mereka akhirnya dia walk out dan tidak mau masuk di kelas yang aku ajar." "Banyak?" "Cuma satu orang ma, itu juga saat pagi dia menabrak aku dan aku menegurnya untuk minta maaf." "Ya sudah, nggak semua bisa menerima kemampuan kamu sayang." "Iya ma tapi kan its not good kalau baru sehari mengajar aku sudah punya musuh." "Nggak usah terlalu difikirkan, habiskan makanan kamu, mama mau ke belakang dulu." Mama kemudian meninggalkan aku berada di ruang makan. Setelah insiden Aura, salah satu mahasiswaku yang walk out keluar kelas waktu itu, semua berjalan lancar. Mahasiswaku yang lain mau menerima pengajaran dari aku, aku minta mereka tidak sungkan padaku karena jarak usia kami tidak terlalu jauh. Bahkan aku akrab dengan beberapa dari mereka, tapi aku masih tahu kapasitasku sebagai dosen mereka sehingga aku tahu batasan akrab antara dosen dan mahasiswa. Seperti yang aku katakan bahwa siapapun yang absen dari kelas aku, akan aku berikan nilai F, begitupun dengan Aura. Saat aku berjalan di koridor kampus, Aura menghadang langkahku. "Beraninya anda memberikan nilai F pada saya?" ucapnya emosi. "Lalu saya harus beri nilai kamu apa, nilai A? are you kidding me?" jawabku tergelak melihat kemarahannya. Wajahnya semakin memerah, ia menghentakkan kakinya dan berjalan meninggalkan aku, aku hanya tersenyum melihat sifatnya yang kekanakan itu. Aku heran di jaman sekarang masih saja ada seorang manusia berpredikat mahasiswa tapi sifatnya masih seperti anak TK. Aku lihat jam tanganku masih pukul 11 siang, lebih baik aku menelepon kedua sahabatku untuk makan siang bersama. Aku tekan nomor Mika di ponselku, terdengar nada sambung. "Halo......." "..............." "Lunch yuk girls?" "............" "Ya sudah lunch di kantin kantor kalian saja." ".........." "Oke, aku jalan sekarang ya?" Mika dan Reny tidak bisa lunch di luar karena setelah jam makan siang akan ada rapat internal perusahaan yang seluruh karyawan harus hadir, jadilah aku yang mengalah datang ke kantor mereka dan lunch di cafetaria kantor Mika dan Reny. Aku berjalan keluar kampus untuk mencari taksi menuju kantor dimana Mika dan Reny bekerja, mereka bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta walau beda departemen. Hanya Mika dan Reny yang masih mau berteman denganku walau aku mengambil kelas akselerasi, teman lain menganggap aku aneh. Makanya aku menganggap mereka sahabatku, semoga saja mereka pun demikian. Setengah jam kemudian aku sampai di depan gedung tempat mereka bekerja, aku melangkah masuk dan menuju meja resepsionis, aku diberikan kartu pengenal sebagai visitor yang dikalungkan di leher. Aku harus menunggu mereka setengah jam lagi karena masih jam 11.30 sekarang. Aku mengedarkan pandanganku ke area lobby yang luas ini, desainnya bagus dan nyaman, membuat guest yang datang akan merasa di rumah sendiri. Aku berjalan menuju sofa sofa yang berjajar yang memang di peruntukkan bagi para visitor yang menunggu seseorang atau untuk santai karyawan. Saat aku berjalan menuju sofa yang berseberangan dengan meja resepsionis, aku melihat 3 orang yang berjalan keluar dari lift, aku seperti mengenal salah satu dari mereka dan tanpa sadar aku terus menatapnya, dan dia pun menatapku. Wajahnya familiar seperti aku pernah bertemu dengannya. Ya Tuhan aku ingat sekarang, dia adalah om om yang aku tabrak di mall beberapa hari yang lalu. Semoga saja dia tidak ingat padaku, aku menundukkan kepalaku dan berjalan menuju sofa di ujung lobby, sialnya karena aku berjalan sambil menunduk membuat aku tidak sadar di depanku ada orang dan kemudian aku menabrak orang itu. Aku terjerembab kebelakang tapi untungnya orang itu memegang pinggangku sehingga aku tidak jatuh terlentang. Betapa malunya jika aku terjatuh karena ini hampir jam makan siang dan banyak orang di lobby ini. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat orang yang menyelamatkan mukaku dari rasa malu, ya Tuhan kebetulan macam apa ini, om yang pernah aku tabrak di mall itu yang kini aku tabrak lagi tapi kali ini tidak sampai terjatuh. "Sepertinya sudah hobby kamu menabrak orang saat jalan," ucapnya masih memegang pinggangku, aku tersadar dan berdiri serta melepaskan pegangannya di pinggangku, ucapannya membuatku mengerti kalau dia ingat padaku. Ya ampun dia mengenalku sebagai gadis yang suka menabrak orang, padahal aku tidak pernah sekalipun seceroboh itu waktu di USA, hanya kemarin di mall dan hari ini di kantor Mika. "Maaf om saya tidak sengaja," ucapku segera meninggalkan om itu, betapa malunya aku karena semua orang di lobby melihat kejadian memalukan itu, ingin aku menghilangkan diri saat ini juga agar terhindar dari rasa malu. Aku duduk di sofa walau masih dengan menahan rasa malu. Ku lihat om itu berjalan keluar dengan 2 orang pria yang mengikutinya, sebelum keluar dari pintu lobby ia menoleh padaku dan tersenyum. Ya Tuhan ini kenapa jantungku berdetak tak tentu saat melihat senyumnya itu, eits apa iya dia tersenyum padaku, aku melihat kanan kiriku sepertinya mereka asyik dengan diri mereka sendiri. Aaahhh.....apa yang aku fikirkan, kenapa aku jadi salah tingkah melihat senyumnya. Sungguh perasaan yang aneh, aku belum pernah merasakan hal yang seperti ini. Aku mengambil ponselku dan menghubungi Mika tapi ponselnya tidak dapat dihubungi, aku coba menghubungi Reny dan tersambung, aku mengatakan kalau aku sudah berada di lobby. Tepat jam 12 aku melihat mereka keluar dari lift dan berjalan ke arahku. "Kenapa muka kamu Kei. ...kenapa cemberut begitu?" tanya Mika saat sudah ada di hadapanku. "Ada insiden tadi, membuat aku malu," jawabku.  "Insiden? insiden apa?" Reny ikut bertanya. "Panjang ceritanya, kita ngobrol sambil makan siang aja ya." Mika dan Reny mengajakku ke sisi lain lobby yang ternyata adalah cafetaria kantor mereka. Aku pun menceritakan kejadian di mall waktu itu dan kejadian beberapa menit lalu itu. Mika dan Reny tertawa terbahak-bahak mendengar ceritaku. "Ini kenapa kalian malah mentertawakan aku, bukan malah prihatin. Malu tahu." "Itu namanya jodoh Kei," ledek Reny. "What!??, jodoh. Maksud kalian jodoh aku om om begitu? tega banget sih kalian," jawabku dengan muka cemberut. "Kalau bukan jodoh apa coba? Jakarta ini luas Kei, kalau kamu bertemu orang yang sama dua kali dengan tidak sengaja itu apa namanya?" "Kalian jangan sembarangan kalau bicara, kalau itu suami orang kalian mau aku jadi pelakor?" "Ya nggak gitu juga Kei, siapa tau dia duda." "Ish amit amit.... amit amit, jangan sampai. Udah ah jangan di bahas lagi. Membuat hilang nafsu makan tahu," jawabku. Kami melanjutkan makan siang sambil ngobrol ringan. Jam 12.45 kami keluar dari cafetaria dan menuju lobby. Kami ngobrol sebentar dan aku pamit pulang pada mereka. Aku mengembalikan tanda pengenal ke meja resepsionis dan keluar dari gedung kantor itu. Lynagabrielangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD