Raga Lain

1066 Words
“Raga, ada yang ingin bapak sampaikan sama kamu.” “Maaf, pak. Raga potong. Pasti bapak ingin menyampaikan pesan dari ibu agar Raga berhenti melakukan tujuan Raga, benar?” “Iya, kamu benar. Ibumu sangat mengkhawatirkan kamu sekali, nak. Menurutlah padanya.” “Tapi, aku sudah melakukannya sampai sejauh ini. Masa aku harus berhenti, pak?” “Sejauh apa yang kamu maksud? Kamu hanya menikah sementara saja dengan Krisan, dan Krisan pun tidak menerima pernikahan kalian. Jadi, kamu bisa menceraikannya kapan pun kamu mau.” “Inti utamanya adalah aku yang hampir berhasil melakukannya, pak.” “Apa kamu yakin kalau kamu tidak akan melakukannya pakai hati?” “Apa maksud bapak?” “Kamu orang yang sangat sulit sekali jatuh cinta dan bapak sangat tahu itu. Sementara Krisan, dia adalah perempuan yang perlu dikasihani. Wataknya yang keras tapi mudah patuh membuat bapak takut kamu akan jatuh cinta padanya nanti. Ingat Raga, bayi yang dikandung Krisan bukanlah anak kandung kamu!” “Aku tidak akan pakai hati, pak. Aku sudah bertekad untuk melakukan tujuan aku saja sampai benar-benar selesai.” “Selesai yang kamu maksud itu seperti apa, Ga?” “Sampai aku bisa menghancurkannya, sampai sehancur-hancurnya!” “Astaghfirullahalazim, Raga. Bapak dan ibu tidak pernah mendidik kamu seperti ini. Jangan kamu berubah menjadi Raga yang lain hanya karena ambisimu itu. Ikhlaskan saja, nak. Akan ada hal yang baik yang akan datang pada hidupmu nanti.” “Bagaimana aku mudah mengikhlaskannya, setelah semua perbuatan yang telah dia lakukan pada aku, ibu, dan terutama pada bapak.” “Demi, Raga! Demi!! Bapak sudah tidak mau lagi mengungkit masa lalu. Kalau tahu akan begini jadinya, bapak tidak akan mengizinkan wanita itu bicara empat mata denganmu. Bapak menyesali itu, sangat menyesalinya. Andai saja waktu bisa diulang kembali, maka bapak akan mengusir wanita itu!!” Raga pun bergeming. Dia sudah terlanjur terbawa emosi pada realita hidupnya yang baru dia ketahui setelah dia dewasa. Maka dari itu, apapun yang dikatakan oleh Anwar tidak akan berpengaruh apa-apa untuk Raga, karena Raga akan tetap teguh pada pendiriannya untuk menyelesaikan niatnya yang selama ini telah dia rencanakan, yaitu balas dendam. “Maaf, pak. Raga harus segera kembali ke rumah sakit sekarang. Kasihan Krisan sendirian di sana.” Ucap Raga, berpamitan. Lalu, dia pun pergi. Anwar tidak mampu mencegah kepergian Raga, karena dia sudah tidak tahu lagi harus mengatakan apa lagi untuk meyakinkan putranya soal tindakannya yang salah. Saat Raga kembali ke ruang perawatan, dia melihat Krisan sedang ditemani oleh seorang laki-laki yang tidak dia kenali. Raga pun mencoba menghentikan langkah kakinya sejenak untuk memperhatikan mereka melalui kaca pintu ruangan tersebut. “Siapa dia?” Batinnya bertanya. Tidak lama kemudian, laki-laki itu keluar dari ruang perawatan, Raga pun segera bersembunyi di balik dinding agar keberadaannya tidak sampai diketahui oleh laki-laki tersebut. Setelah laki-laki itu pergi dan tidak terlihat lagi olehnya, barulah Raga keluar dari persembunyiannya dan masuk ke dalam ruangan untuk menemani Krisan kembali. “Kenapa kamu datang terlambat?” Krisan bertanya, begitu Raga baru saja kembali. “Aku menghubungimu berkali-kali sebelum laki-laki itu datang, tapi kamu malah datang setelah laki-laki itu pergi.” Raga diam tidak membalas. Dia hanya duduk di samping ranjang lalu mengupas buah apel untuk Krisan. “Jangan diam saja! Katakan sesuatu dari ucapan aku barusan!” Krisan kesal. “Apa yang harus aku katakan padamu? Aku kan sudah salah. Mau protes seperti apapun kamu, aku tetap telah membuat kamu kecewa.” Mendengar ucapan Raga membuat Krisan langsung merengutkan dahinya. “Kamu kenapa? Apa yang terjadi denganmu?” “Tidak ada.” “Bohong. Jangan membuat aku bertanya-tanya tentangmu. Aku ini istri kamu!” Raga langsung mengangkat wajahnya begitu sebuah pengakuan dengan lugas Krisan ucapkan di hadapannya. “Memangnya, apa fungsi istri untuk kamu kalau bukan sebagai tempat mengaduh?” “Jangan mulai membuat drama yang akan sulit untuk kita hindari.” “Aku tidak membuat drama. Bukankah itu realitanya yang sedang terjadi pada hubungan kita saat ini?” Raga kembali bergeming. “Asal kamu tahu saja, kalau laki-laki yang baru saja pergi dari ruangan ini adalah Aska. Dia adalah ayah biologis dari bayi ini.” “Lalu?” Raga bertanya datar. “Dia mengatakan padaku, kalau... dia tidak mengizinkan aku untuk menuliskan namanya di dalam akte kelahiran bayi ini setelah bayi lahir nanti. Dia juga mengatakan kalau aku tidak boleh memberitahu pada anak ini kalau ayah kandungnya adalah dia. Kamu tahu kan seperti apa rasanya menjadi aku mulai sekarang?” Yang dikhawatirkan oleh Anwar pun terjadi. Raga langsung terenyuh begitu mendengar cerita yang dialami oleh Krisan. Betapa mirisnya menjadi Krisan. “Kalau bukan kamu, lalu, siapa yang akan membantuku untuk menjalani hidupku selanjutnya?” Ada setetes air mata yang terlihat jelas di kedua sisi mata Krisan, tapi dengan cepat langsung dihapus olehnya. Raga pun tidak bisa menanggapi apapun perkataan Krisan itu, dia hanya bisa menyuruh Krisan untuk memakan buah apel yang sudah dikupas kulitnya dan dipotong-potong olehnya. “Makanlah!” Krisan langsung sadar diri, kalau dia bukanlah siapa-siapa untuk Raga. Makanya, dia mudah menerima diamnya Raga terhadap semua ucapannya. Ddrrr... dddrr... Ponsel Raga bergetar di saku celananya dan dia langsung melihatnya. Ada sebuah panggilan dari Alde, sahabatnya. “Halo, Al.” “[Raga, cepat kamu datang ke Klub sekarang juga. Bapakmu dalam bahaya!]” Titah Alde dengan suara gentar. “Bahaya bagaimana, Al?” “[Bapakmu diserang sama anggota geng motor tak dikenal.]” Tanpa bertanya lebih jauh lagi, Raga langsung memutus telpon itu dan bergegas pergi meninggalkan rumah sakit untuk menuju ke tempat Anwar berada saat ini. Saking paniknya, Raga sampai mengabaikan pertanyaan Krisan tentang tujuan kepergiannya. Setibanya Raga di depan Klub Havana, dia langsung mendapati Anwar sedang berkelahi melawan para anggota geng motor yang tidak dia kenali, lantaran semua anggota geng motor itu menggunakan masker untuk menyamarkan wajah mereka. Raga pun tidak tinggal diam, dia langsung membantu Anwar melawan para anggota geng motor dan dibantu oleh Alde. Perkelahian sengit semakin terjadi ketika salah satu anggota geng motor membawa senjata api yang dikeluarkan dari dari balik pakaiannya, dan senjata api itu langsung ditujukan ke arah Anwar yang sedang berkelahi. Raga yang menyadari Anwar dalam bahaya langsung segera berlari cepat menghampiri Anwar untuk melindunginya, namun sayangnya peluru sudah lebih dulu meluncur ke tubuh Anwar tepat di bagian d**a kiri pria tua itu. Saat itu juga tubuh Anwar langsung terjatuh ke atas aspal dan tubuh Raga langsung lemas seketika dengan tumpahan keringat yang memenuhi seluruh wajahnya. “Bapak....” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD