Dalam keadaan menangis Naya hendak berlalu mneinggalkan kediaman Erza, namun percuma saja karena Naya kalah cepat dari Erza. Dengan mudahnya Erza menutup pintunya, membuat Naya tidak bisa berbuat apa apa.Ia hanya menangis dengan wajah yang ditutupi oleh kedua tangan yang terlihat bergetar.
Sedangkan Erza, ia kini berdiri dan terdiam tepat di hadapannya dengan tatapan yang menyiratkan penyesalannya.
"Sayang aku--"
"DIAM! AKU MOHON DIEM ZA!" sentak Naya yang masih enggan memperlihatkan wajahnya.
Erza beralih memandang Renata yang tengah menatapnya dan Naya kaget, namun didetik kemudian Renata tersadar bahwa seharusnya ia pergi dan tak melihat pertengkaran antara sepasang kekasih ini.
"Gu--gue permisi..." ucap Renata hendak berlalu meninggalkan mereka berdua.
"Nggak! lo gak perlu pergi karena harusnya gue yang pergi, gak seharusnya gue ada disini dan ganggu kalian berdua!" ucap Naya yang kini berani menatap Erza maupun Renata.
"Pulang Re!" ucap Erza tanpa mengalihkan pandangannya dari Naya yang ditatapnya hanya memalingkan wajah kelain arah.
Renata pergi meninggalkan Erza dan Naya dengan harapan mereka akan baik-baik saja.
"Aku suka main ke club malam!" ucap Erza membuat Naya menatapnya tak percaya dengan apa yang didengar oleh telinganya.
"Aku sempat ciuman sama wanita lain." lanjut Erza dan Naya hanya terdiam.
"Saat kita udah jadian." sambung Erza lagi yang kini berhasil membuat Naya terkejut dan semakin tak habis pikir, bisa-bisanya pria yang selama ini ia jadikan tujuan dengan mudahnya berbicara memberitahukan, bahwa sebenarnya ia tidak seperfect apa yang Naya lihat.
"Kamu jahat Za! KAMU JAHAT ZA, AKU BENCI KAMU!" sentak Naya,"JADI WAKTU ITU KAMU CIUM AKU KARENA KAMU NGERASA BERSALAH? IYA?" sambungnya
"Nggak Nay, gak gitu! kamu salah, aku sayang sama kamu dan jujur aku cinta sama kamu, semua yang aku lakuin semata mata karena perasaan cinta aku bukan rasa bersalah..." ujar Erza menjelaskan dengan berusaha meraih tangan Naya yang masih nggan untuk digenggam.
"Kita putus!" dua kata b******k akhirnya keluar dari mulut manis seorang Naya.
Erza dibuat kaget mendengarnya, "Kamu apa apaansih Nay, nggak akan!aku gak bakalan biarin kamu ninggalin aku!"
"Kamu mau bohongin aku sampe berapa kali Za? heum? sampe semua orang tahu betapa bodohnya Naya, iya?" ujar Naya lelah berusaha untuk melewati Erza yang menghalangi pintu rumah.
"NAYA! AKU GAK BAKALAM BIARIN KAMU PULANG SEBELUM KAMU MUTUSIN KALO KAMU BAKALAN TETEP ADA DISAMPING AKU!" sentak Erza pada Naya yang terus berusaha untuk pergi.
Ceklek.
Erza mengunci pintu rumahnya, Naya yang melihat itu kini menjatuhkan tubuhnya pada lantai, dengan bermodalkan lutut ia kembali menangis meratapi mirisnya kehidupan yang ia alami.
"Dulu Papah sayang sama aku, mamah dan kakak aku! tapi setelah mereka tiada, Papah pergi kerja selama berbulan-bulan dan ninggalin aku dengan seorang pengasuh, dan dari itu semua aku tahu kalo Papah hanya menyayangi Kakak dan ibu saja, dan dengan tega ninggalin aku..." lirih Naya menceritakan apa yang ia rasakan setelah ia kehilangan dua wanita yang membuatnya merasa disayangi.
Erza mensejajarkan tubuhnya dan memeluk Naya yang tengah memeluk lututnya sendiri.
"Lalu kamu datang dengan segala perhatian, tapi bodohnya aku, aku percaya kalo itu semua benar-benar murni karena aku tapi ternyata, kamu--kamu ngelakuin ini karena permintaan kakak aku yang notabennya wanita yang kamu suka!" sambung Naya dan kini benar-benar semakin membuat Erza merasa bersalah.
Erza mencium kepala Naya dengan dalam, "nggak Naya, okay awalnya mungkin benar. Tapi kamu harus percaya aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu lebih dari rasa sayang aku ke Diana kakak kamu." ucap Erza meyakinkan.
Erza semakin mengeratkan pelukannya, sampai-sampai tidak ia sadari bahwa Naya sudah berhenti menangis, bahkan Naya sudah tertidur dalam pelukannya.
Erza mengelus kekasihnya itu dengan lembut, "Naya aku mohon percaya sama aku, aku cinta sama kamu dan aku rela lakuin apapun buat kamu agar kamu percaya sama aku." sambung Erza.
Karena merasa tak ada sahutan akhirnya Erza sedikit melonggarkan pelukannya, Erza mengulas sebuah senyuman sempurnanya, ternyata kekasihnya itu sudah tertidur.
Dengan satu kali angkat Erza berhasil membawa Naya kedalam gendongannya, dan membawanya menuju kamar.
Erza mulai menaiki anak tangga, tadinya ia akan menidurkan Naya dikamar tamu, namun rasa takut Naya akan melarikan diri yang Erza rasakan amatlah besar hingga akhirnya, Erza membawa Naya menuju kamarnya.
Ditidurkannya Naya di atas tempat tidur king sizenya dengan perlahan.
Erza membawa selimut dan menyelimuti gadisnya itu, kemudian ia duduk ditepi ranjang dengan memandang wajah tenang Naya yang sedang tertidur.
Dikecupnya dalam kening Naya, Erza menghampus sisa air mata yang membasahi pipi gadis kecilnya itu.
Erza memutuskan untuk tidur disamping Naya, agar ia tidak kehilangan Naya saat terbangun dipagi hari nanti.
Kini Erza tidur tepat di samping Naya yang dipeluknya erat, perlahan tapi pasti lengannya kini menerobos masuk kedalam kaos yang tengah Naya kenakan. Erza memeluknya erat bahkan sangat rapat, dengan tangan yang melingkar diperut Naya tanpa sebuah penghalang.
Dan itu membuat Naya terusik dan membuka matanya, "ERZA! KAMU NGAPAIN HEUH? LEPAS!" kaget Naya saat merasakan tangan Erza yang tengah mengelus elus lembut pada bagian perutnya.
"Aku cuma meluk kamu, aku takut kamu pergi hanya itu..." jawab Erza dengan tangan yang meminta Naya untuk kembali tidur.
"Nggak. aku mau pulang Za! pokoknya aku mau pulang! aku benci sama kamu!" tekan Naya pada akhir kalimatnya dan hendak turun dari tempat tidur.
"Aarrggghh gak akan!" sentak Erza dengan kasar menarik Naya hingga akhirnya Naya kembali berada diatas tempat tidur dengan posisi terlentang.
Erza beralih posisi, dan kini ia berada tepat diatas Naya yang sudah ingin menangis kembali karena rasa takut.
Kedua tangan Erza mengunci kedua tangan Naya dengan menekannya pada tempat tidur, sedangkan kakinya menghimpit kaki Naya yang terus memberontak.
Naya memejamkan matanya dan itu membuat air matanya keluar, secara bersamaan tubuh Erza terjatuh menimpa sebagian dari tubuh Naya. Erza kembali memeluknya erat.
"Jangan sampe aku ngelakuin cara terbrengsek Nay, aku mohon jangan pernah ngucapin dua kalimat bodoh lagi." lirih Erza yang masih berbaring dengan menindih sebagian tubuh Naya.
Erza mengangkat dagu Naya dan menghapus air mata yang mengalir dari pelupuk matanya, perlahan tapi pasti Erza mencium tepat pada bibir Naya dan beberapa saat bermain disana.
"Aku bisa aja nidurin kamu, jadi sekarang diam dan tidurlah." ucap Erza membuat Naya terdiam dalam kungkungannya.
"Za berat." ucap Naya dan Erza pun sedikit menggeser tubuhnya dan kembali memeluk Naya.
Erza mengelusnya dengan lembut, dan tangan Nakal hasil dari bermainnya diklub malam kini kembali menerobos masuk ke dalam pakaian Naya.
"Za jangan kayak gini..." ujar Naya membuat Erza berhenti.
"Syuuut, biarin aku kayak gini! kamu tidur, lupain semuanya aku mau pagi nanti kita akan baik-baik saja." sahut Erza yang kembali mengelus-elus perut Naya yang tertidur dengan membelakanginya.
Karena rasa kantuk, akhirnya Naya tertidur, meninggalkan Erza dengan kegiatannya.