9. Salah Paham

2003 Words
Sesuai dengan apa yang Erza katakan, benar saja saat ini tepatnya pukul 05.30 ia sudah berada dikediaman Rainaya dengan stelan olahraganya. "Bi Nayanya ada?" tanya Erza pada asisten rumah tangga sekaligus yang selalu menemani Naya. "Ada Den tapi Non Nayanya belum bangun tuh," jawab Bi Nun seraya mempersilahkan Erza untuk masuk. "Kalo gitu Den Erza duduk saja dulu, biar Bibi bangunkan." "Eh jangan Bi, biar Erza aja yang bangunin." ucap Erza kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamar kekasih malasnya itu. Dan inilah alasan Erza datang pagi karena sudah bisa ditebak jika Naya akan terlambat bangun di hari libur. Ceklek. Erza membuka pintu kamar kekasihnya itu yang ternyata tidak dikunci. Dilihatnya pemandangan dimana seorang gadis yang seharusnya sudah bangun namun ia masih saja bergulat dengan selimut hangatnya di atas tempat tidur. Erza berjalan mendekati Naya yang masih memejamkan matanya dengan tenang. "Naya! Nay bangun!" ujar Erza berusaha membangunkan kekasihnya itu dengan menepuk-nepuk tangannya. "Emh.." gumam Naya yang masih setia dengan tidurnya. Erza mencoba cara lain yaitu dengan memencet hidung Naya dan benar saja Naya langsung terbangun karena ia tidak bisa bernafas akibat apa yang Erza lakukan. "Kamu udah siap?" "Cuci muka kamu, aku tunggu di bawah." ucap Erza tanpa menjawab pertanyaan Naya dan tak lupa mengecup kening kekasihnya itu dalam. "Aku tunggu!" lanjut Erza menatap Naya dengan senyum manisnya dan berlalu dari kamar Naya membiarkanya untuk bersiap-siap. Erza terlihat tengah menunggu Naya di depan rumah dan beberapa saat kemudian Naya datang dengan kaos putih polos, celana di atas lutut, sepatu sport dan topi yang menutupi kepalanya sudah siap untuk pergi jogging bersama kekasihnya itu. "Ayo Za!" "Oh udah siap yah, yuk! kamu masuk duluan ke mobil, aku mau angkat telphone dulu." ujar Erza, namun Naya hanya diam tanpa ada niatan untuk. masuk ke dalam mobil lebih dahulu "Aku cuma mau angkat telphone dari Sam, Nay. " lanjut Erza memberitahukan siapa yang menelphone. "Bohong, buktinya kamu gak mau aku denger," "Ya udah kita masuk ke mobil, aku bisa nelphone dia lagi nanti." ucap Erza membukakan pintu mobil untuk Naya dan disusul olehnya. Sebelum Erza menjalankan mobilnya ia kembali membuka ponselnya dan menyimpannya dilaci mobil. "Pake seatbeltnya Naya..." ujar Erza kemudian menjalankan mobilnya menuju sebuah taman kota yang luas untuk mereka kelilingi dengan berlari. Sepanjang perjalanan Naya terus berkutat dengan ponselnya dan sesekali terkekeh membuat Erza ingin tau apa yang sedang kekasihnya itu lakukan. "Kamu lagi chat-an sama siapa?" akhirnya Erza mengeluarkan pertanyaan itu. "Eh ini lagi Chat sama Kak Aland, dia lucu juga ternyata hehe..." jawab Naya kembali terkekeh. Erza menautkan alisnya heran, "udah dari kapan suka Chat sama Aland?" tanyanya membuat Naya tersenyum penuh arti. "Emh kamu cemburu yah hayoo ngaku!" tebak Naya mencolek lengan kekasihnya itu sembari menaik turunkan alisnya. Erza memutar bola matanya, "Aku tanya sama kamu udah dari kapan suka chat sama Aland?" ulang Erza bertanya. "Kok kayak kesel gitu sih, bukannya suka chat sama kak Aland tap--" "Tapi seneng, itu sama aja Naya..." potong Erza. "Kak Aland lucu kok kalo dichat, dan kita chatan udah sering kok!" ujar Naya. "Kenapa gak bilang sama aku kalo kamu suka chat sama Aland? emang dia suka nanyain kamu apa? dan kenapa Aland ngechat kamu padahal dia tahu kalo kamu itu pacar aku." ceroscos Erza yang merasakan keheranan dengan sahabatnya itu. "Ya karena aku kira, aku gak perlu ngasih tau kamu kita cuma chat biasa kok." sahut Naya. Erza langsung memarkirkan mobilnya karena mereka sudah sampai disebuah taman. "Aneh aja Aland gak pernah ngobrol sama kamu, tapi ck udahlah yuk turun!" ucap Erza. "Maaf deh, jangan marah yah..." ujar Naya mengikuti Erza yang keluar dari mobil. "Wajar aku marah." ucap Erza sembari melakukan warming up. "Jadi kamu cemburu? aku suka kalo kamu cemburu." senang Naya namun Erza membalasnya dengan tatapan tajamnya. "Aku cemburu atau nggak kamu gak perlu tau, karena yang ngerasain sakitnya cemburu itu cuma aku." ucap Erza yang langsung saja menuntun Naya agar ikut berlari di sampingnya. Naya senang karena secara tidak langsung Erza mengakui bahwa ia tengah merasakan cemburu padanya. "Aland..." nama itu yang ada dipikiran Erza saat ini. "Erzaa aku cape!" keluh Naya dan berhenti untuk berlari begitupun dengan Erza. "Ini baru 3 putaran, ayo Nay!" ucap Erza. "Nggak ah cape, kamu aja sana!" tolak Naya yang kini mendudukan tubuhnya di atas rumput dengan memanjangkan kakinya yang dirasa pegal. Erza mensejajarkan tubuhnya dengan Naya yang terduduk, "kalo gitu kamu tunggu disini, aku mau keliling lagi!" Naya mengangguk paham, "Za aku haus dan aku gak bawa uang!" ucap Naya dengan cengiran khasnya. Erza mengeluarkan dompetnya dan memberikan selembar uang merah pada Naya dengan semangat Nayapun mengambil uangnya dan berlalu menuju pedagang yang berada di pinggir jalan. "Ck katanya cape, giliran jajan semangat 45!" gumam Erza dan kembali melangkahkan kakinya untuk berkeliling. Selepas membeli minum dan gorengan Naya pun duduk disalah satu bangku taman, namun alangkah kesalnya ia saat melihat Erza tengah memegang lengan seorang wanita dan setelah Naya teliti itu adalah Renata. Naya langsung berjalan mendekati mereka. "Naya kamu--" "Apa? gak suka? lepasin gak tuh tangan!" titah Naya dan langsung saja menarik tangan Erza yang tengah memegang lengan Renata. "Gak sopan!" bisik Erza pada Naya membuat Naya semakin kesal. "Aku gak perduli, dan yah kenapa kalian pegangan tangan?" "Tadi tangannya luka, Nay" jawab Erza. "Halah bohong dan lo walaupun lo arrghh, udahlah gue gak perduli!" ucap Naya menunjuk Renata tapi ia kembali menarik tangannya. "Naya maaf tapi tadi tangan aku beneran sakit Nay dan tadi kita gak sengaja ketemu, terus Erza ngajak aku buat nemuin kamu..." jelas Renata menjelaskan. "Serah, gue gak perduli." sahut Naya yang langsung diberi tatapan tajam dari Erza. "Rena gue duluan yah, nanti gue ceritain lagi." bisik Erza pada Renata dan langsung membawa Naya menjauh dari Renata. Erza mengajak Naya untuk kembali ke mobil. "Kenapa? takut aku nyakar dia heuh?" Erza mengusap wajahnya kasar, "Kamu salah paham, cemburu kamu itu gak beralasan." ujar Erza. "Liat seseorang yang kita cinta mesra mesraan sama orang lain itu udah cukup dijadiin alasan buat cemburu." sahut Naya. "Tapi gak semua orang kamu cemburuin, dan dia itu baru di sekolah kita, dia butuh temen!" ujar Erza. "Kamu bisa bilang kayak gitu karena kamu gak pernah ngerasain yang namanya cemburu bahkan kamu gak pernah bilang i love you ke aku!" ucap Naya dengan melempar botol minuman yang ia beli kemudian berlalu menjauh dari Erza. Erza tak tinggal diam ia langsung mengejar Naya yang berjalan dengan cepat untuk menjauhinya. "Naya denger, kamu boleh marah tapi gak gini! kita pergi bareng jadi pulang juga harus bareng!" ujar Erza mencoba menahan Naya. "Stop! jangan ikutin aku, Za aku itu emang childish tapi aku gak bodoh aku bisa bedain yang mana cinta dan rasa iba, yang kamu lakuin tadi, tatapan kamu ke Renata semuanya itu cinta bukan rasa iba karena tangannya luka!" ucap Naya yang terdengar seperti sebuah lirihan dengan air mata yang sudah menumpuk di kelopak mata indahnya. Erza benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut gadis kecilnya itu. "Kamu ngomong apasih Nay, mandang Renata? kapan aku mandang dia... Naya kamu itu cuma lagi marah aja okay, aku sayang kamu, kamu harus percaya itu." ujar Erza membuat Naya mengerti. Naya sudah tidak bisa menahan air matanya akhirnya ia menangis selepas mungkin persetan dengan pandangan mata orang. "Say--sayang kata itu sering kamu ucapin ke aku, aku percaya sama kamu tentang hal itu tapi cinta? nggak ada Za kamu cuma kasian sama ku iya kan?" tangisnya pecah diantara kalimat yang ia lontarkan. "Kamu salah Nay, kamu salah..." ucap Erza menggelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang Naya ucapkan. "Naya kamu kenapa?" tanya Aland yang tiba-tiba saja berada di sana. "Kak Aland anterin Naya pulang Kak!" ucap Naya yang langsung membawa Aland masuk ke dalam mobil yang Aland kendarai. Dan akhirnya Naya pun meninggalkan Erza yang terlihat tengah merutuki kebodohannya yang tidak bisa mencegah air mata kekasihnya itu terjatuh. *** Setelah kejadian tadi malam ini Erza benar benar tidak bisa tenang memikirkan bagaimana keadaan hati Naya, ia sudah beberapa kali mengirimi pesan bahkan menelphone tapi semuanya nihil karena Naya tidak membalas atau mengangkat telphonenya sama sekali. "Za gue udah ada di depan rumah lo. " satu pesan yang Erza dapatkan dari Renata. Dengan langkah gontai Erza keluar kamarnya untuk mempersilahkan Renata masuk. "Masuk Ren..." ucap Erza mempersilahkan. "Makasih, btw orang tua lo mana Za?" tanya Renata. "Lagi diluar kota, ini minuman sama camilannya." "Elah Za lo kan nyuruh ke sini mau cerita bukan ngajak makan makan, jadi langsung aja cerita keburu malem." ujar Renata. Erza mendudukan tubuhnya tepat di samping kanan Renata, ia mulai menarik nafas untuk bercerita. "Lo cantik Ren," "Hah?" kaget Renata. "Maksud gue, lo cantik mirip Diana." ralat Erza. "Diana, siapa Diana?" "Dia perempuan pertama yang gue cinta, dia mirip sama lo dan Naya pun bilang gitu." jawab Erza. Renata terlihat heran, "Naya tahu?pantesan dia marah." "Nggak, dia gak tau, yang dia tau cuma wajah lo mirip banget Diana cuma itu." jelas Erza. "Gue gak paham Za," bingung Renata. "Karena Diana adalah Kakak perempuan dan satu satunya Rainaya." jelas Erza membuat kaget Renata. "Tega lo Za, kalo lo suka Kakaknya kenapa lo jadian sama Naya?" "Gue udah coba nembak Kakaknya tapi dia nolak gue, sampai akhirnya dia meninggal dan minta tolong sama gue buat jagain Naya..." "Dan lo mau?" heran Renata. "Karena gue cinta sama Diana gue rela ngelakuin apa pun buat ketenangan dia." jawab Erza menerawang jauh kebelakang. "Tapi gak dipacarin juga Za!" "Awalnya gue jagain Naya sebagai sahabat dan karena gue kasian sama Naya yang udah kehilangan ibu sama Kakaknya ya udah supaya gue leluasa jagain dia, ya dia harus jadi milik gue." ujar Erza. "Dan disaat gue ngabisin banyak waktu dengan kehadiran Naya, sifatnya yang berbeda dari gadis diusianya, gue sadar kalo rasa iba sama sayang gue udah berubah jadi cinta, gue cemburu saat dia sama cowok lain, gue marah saat dia terluka dan gue mengutuk diri gue sendiri saat dia nangis!" ucap Erza yang terdengar seperti sebuah lirihan. Jika Erza tengah menceritakan kisahnya disisi lain terlihat Naya yang baru saja turun dari sebuah taksi tepat di depan rumah Erza kekasihnya. "Erza pasti sedih karena secara gak langsung aku udah ngeraguin kasih sayangnya dan sekarang aku harus minta maaf." dengan semangat Nayapun memasuki gerbang rumah Erza. Saat ia akan mengetuk pintu Naya merasa aneh karena pintunya tidak tertutup sempurna, akhirnya ia memutuskan untuk masuk saja. Langkah Naya terhenti melihat pemandangan di depannya, ia melihat Erza yang tengah menangis dengan Renata yang sedang mengelus punggung Erza dengan lembut. "Dulu saat gue ketemu Diana gue langsung jatuh cinta, tapi Naya, dia--" "Kamu jahat Za!" tekan Naya membuat Erza langsung berbalik menatap ke arahnya. "Jadi semuanya bener, Kak Aland bener kalo kamu itu gak pernah cinta sama aku, tap--tapi aku gak percaya kamu tega mainin perasaan aku dengan alasan kamu cinta sama almarhumah Kakak aku..." lirih Naya tak percaya. "Nggak Naya kamu salah paham, kamu gak denger semuanya..." "Naya, Erza bener, dia cinta sama kamu..." ucap Renata membantu Erza meyakinkan. "Diem Lo, dari awal gue liat lo, gue bilang sama Erza kalo lo itu mirip kakak gue dan gue salah karena udah ngasih tau Erza yang notabennya emang cinta Sama Kak Diana, Kakak aku sendiri!" sesal Naya dan Erza langsung saja memeluk Naya dengan erat karena Naya terus saja memberontak. "Lepas Za gue benci! harusnya dari awal aku tahu kalo kamu itu cuma ngerasa kasian sama aku, tapi dengan PDnya aku mandang semuanya itu cinta!" ujar Naya yang sudah mulai menangis dalam pelukan Erza. "Sayang dengerin aku, kamu salah, aku sayang sama kamu dan aku cinta sama kamu, okay aku emang gak pernah bilang i love you karena cinta aku itu pembuktian bukan cuma ucapan..." ucap Erza mencoba meyakinkan dan ia berjanji bahwa ia akan memperbaiki hubungannya itu. Naya melepaskan pelukan Erza dan menggelengkan kepalanya seraya tersenyum miris menjauhi Erza. "Nggak, kamu pembohong Za, aku emang kekanak-kanakan tapi aku tau kalo kamu bohong, bahkan bukan cuma aku tapi kamu MEMBOHONGI DIRI KAMU SENDIRI!" tekan Naya hendak berlari meninggalkan kediaman Erza. Namun dengan Cepat Erza menutup pintu rumahnya dan kembali mendekati Naya yang tengah menutup wajahnya menutupi tangisannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD