Bagian 2

1594 Words
Segala berkas untuk mengurus pemberkasan administrasi pendaftaran CPNS telah dilakukan oleh Sabrina. Dia sudah menscan semua berkas dan akan menguploudnya pada web nanti malam. Dia tidak ingin menunggu terlalu lama untuk menguploud berkasnya, karena Sabrina adalah tipe orang yang tidak ingin menunda-nunda sesuatu. Dia juga memilih malam hari untuk menguploud agar kemungkinan web error dan lemot bisa terhindari. Ketukan pada pintu kamar Sabrina membuat Sabrina yang sedang memasukkan berkas ke dalam map terhenti. “Iya, buk,” ucap Sabrina saat melihat Kanaya yang ada di depan pintu. “Ayo, makan dulu.” Ajakan Kanaya untuk makan siang membuat Sabrina segera ijin untuk membereskan berkas-berkasnya terlebih dahulu. Jika dia lolos seleksi, berkas ini akan dibutuhkannya kembali. Maka dia harus menyimpannya dengan rapi dan baik. Saat Sabrina sudah sampai di dapur, Sabrina melihat Kanaya yang sedang mengobrol dengan ayahnya. Tumben sekali ayah sudah pulang, batin Sabrina. “Ayah sudah pulang?” Keheranan Sabrina akhirnya dia tanyakan ke ayahnya. “Biasanya kan ayah baru pulang sore,” lanjut Sabrina. Ayah Sabrina hanya tersenyum singkat mendengar pertanyaan putrinya. “Ya karena sudah tidak ada hal yang harus diurus lagi di kebun makanya ayah pulang lebih awal, Sab.” Kanaya menjawab pertanyaan Sabrina. “Lagian kalau masih di kebun ayah juga gak di rumah, Sab.” “Kan aku tanya sama ayah, kenapa ibu yang selalu menjawab,” jawab Sabrina jengkel. Dia heran kenapa ibunya selalu seperti mengajaknya untuk bertengkar kapan pun. “Sudah, sudah, ayo makan dulu. Ibu sudah masak enak ini,” ajak Atma. Sabrina menghela napas agar dia tidak semakin jengkel dengan ibunya. Dia mengambil makanan seporsi karena hari ini ibunya masak ayam bakar dan urap-urap. Hem, enak sekali, batin Sabrina. Dia suka makanan tradisional seperti ini dari pada makanan yang dimasak ala-ala jaman sekarang. “Makan yang banyak, Sab. Ibu khusus memasakkan ini buat kamu. Karena ibu tahu persiapan buat semuanya juga butuh energi.” Sabrina tersenyum dan mengangguk mendengar ucapan ibunya. Yah, walaupun ibunya menjengkelkan tapi dia sangat sayang ibunya. Ibunya juga selalu memastikan makanan yang dia makan baik atau tidak bagi tubuhnya. Akhirnya mereka semua menikmati makanan dengan diisi canda tawa dan godaan sang ayah untuk ibunya. Sabrina selalu merasa bangga berada di antara mereka. Keharmonisan dan kemesraan selalu ditunjukkan oleh kedua orang tuanya walaupun hanya dengan hal-hal yang sederhana. *** Malam harinya setelah makan malam, Sabrina segera menyalakan laptopnya dan menghubungkannya dengan hotspot pada handphonenya. Web CPNS segera dia buka untuk dapat menguploud berkas-berkas syarat administrasi. Setelah web terbuka dia segera menguploud berkas-berkas dan mengeceknya sebelum mengklik simpan data. Setelah dicek dan semuanya telah teruploud, akhirnya Sabrina memutuskan untuk menyimpan data berkasnya. Dirasa sudah selesai semua, laptop dimatikan dan dia memutuskan untuk segera istirahat. Saat akan memejamkan mata ada pesan masuk di handphonenya. Bima Jangan lupa uploud semua berkasnya, Sab. Jangan lupa bismillah juga. Sabrina Iya, baru selesai uploud semua berkas. Bismillah lolos ya. Bima Sudah segera istirahat. Besok kuantar beli buku bekas latihan soal CPNS ya di pasar loak Sabrina Oke. Kamu segera istirahat juga. Thanks, Bim. Sabrina tersenyum-senyum sendiri melihat chat dari Bima. Rasanya menyenangkan ada yang memberikan perhatian kepadanya selain orang tuanya. Apalagi dari orang yang dia sukai sejak lama. Bahagia sekali rasanya Sabrina. Dia memutuskan untuk segera tidur dan memasang senyum bahagia untuk mengantar tidurnya. *** Bahagia sekali rasanya hati Sabrina akan keluar dengan Bima. Bima selalu saja bisa jika dimintai tolong. Kapan pun dan di mana pun itu. “Kelihatan bahagia sekali putri ayah ini. Sampek senyum-senyum terus dari tadi.” Atma yang melihat Sabrina tersenyum bahagia segera merecoki putrinya. “Apa sih yah? Sab, ndak senyum-senyum juga,” elak Sabrina. Dia tidak tahu jika kebahagiaannya tersalurkan melalui senyuman. Dia kira hanya hatinya saja yang berbunga-bunga. Ternyata senyuman di bibirnya juga mengikutinya. “Ayo sarapan dulu. Hari ini ibuk masak nasi goreng.” Atma dan Sabrina segera menuju ke meja makan dan menikmati sarapan yang dibuat Kanaya. “Nanti, Sab mau keluar sama Bima beli buku buat latihan soal CPNS ya, yah.” “Kamu itu sama Bima terus, kasihan Bimanya tho, Sab. Dia kan harus jualan.” Kanaya yang menyahuti ucapan anaknya. “Iya gak apa. Pokok jangan lama-lama, ya. Bima diajak makan disini nanti.” “Terima kasih, ayah.” Sabrina merasa di atas angin karena Atma mengijinkan Sabrina pergi bersama dengan Bima. Sabrina memandang ibunya sekilas yang hanya memasang wajah datar dan sepertinya ibunya sedang menahan jengkel karena ijin yang diberikan oleh ayahnya. Sabrina merasa geli sendiri melihat wajah Kanaya yang mulai sedikit cemberut. Sarapan pun segera dilanjut sebelum perdebatan antara Kanaya dan Sabrina semakin memanas. Ya memang dasaran Kanaya yang suka banyak bicara jadinya selalu menjadi perdebatan apapun yang mereka perbincangkan. Pukul 9 pagi, Bima sudah menjemput Sabrina untuk membeli buku. Seperti biasa, Bima selalu pamit pada Kanaya dan Atma terlebih dahulu. Sabrina dan Bima akan membeli buku di dekat stasiun Malang Kota. Mereka juga sekalian ingin menikmati pemandangan rumah warna warni di perkampungan Jodipan. Setelah membeli buku, mereka memutuskan untuk jalan ke Jodipan langsung. Mereka ingin menikmati jembatan kaca yang baru saja dibangun dan melihat lukisan di dinding yang menarik mata. “Aku baru kesini lagi hari ini sejak satu tahun yang lalu. Tahun kemarin belum ada jembatan kacanya, Bim.” Sabrina mengoceh menceritakan pengalamannya saat terakhir berkunjung ke rumah warna. “Disini juga biasanya banyak bule yang datang.” “Iya, Sab. Aku juga pernah kesini waktu belum ada jembatannya. Pasti kamu mau difotokan di sana kan?” tanya Bima sambil menunjuk jembatan kaca yang terlihat ramai oleh pengunjung. Sabrina cengengesan di hadapan Bima. Memang cewek tidak bisa dijauhkan dengan yang namanya foto. Mereka menikmati pemandangan rumah warna dan saling mengomentari lukisan dinding pada tiap rumah. Rasanya membahagiakan jika bisa jalan bersama dengan orang yang kita sukai. Sabrina rasanya begitu senang bisa berjalan dengan Bima. “Nanti kita beli bakso di food court depan stasiun yuk, Bim. Aku sudah lama tidak makan bakso.” Bima hanya mengiyakan saja keinginan Sabrina. Sabrina dengan segala keinginananya memang luar biasa. Banyak sekali yang dia inginkan. *** Penguman seleksi administrasi CPNS sudah diumumkan kemarin. Sabrina segera membuka web kabupaten untuk melihat apakah namanya masuk dalam daftar peserta lolos seleksi. Sabrina merasa takut jika seleksi administrasi tidak lolos. Jantung rasanya berdetak cepat seperti saat sidang skripsi. Bismillah. Ucap Sabrina dalam hati ketika sudah berhasil mendownload pdf daftar nama peserta lolos seleksi. Dia mencari namanya pada kolom pencarian pada file pdf. Ternyata banyak yang namanya hampir sama dengan namanya. Rasanya semakin berdebar saja jantungnya ketika melihat bukan namanya yang berhasil discroll. Rasanya berebut dengan banyak orang untuk suatu formasi di CPNS memang luar biasa sekali berdebarnya. “Alhamdulillah. Akhirnya ketemu namaku.” Dia merasa sangat senang dan bahagia luar biasa sekali. Walaupun dia baru lolos seleksi administrasi rasanya luar biasa senang. “Ibuk, Sab alhamdulillah lolos seleksi administrasi,” ucap Sabrina saat menghampiri ibunya di ruang keluarga. “Alhamdulillah kalau begitu. Belajarnya yang bener ya, Sab. Walaupun ibuk memang tidak memaksa kamu untuk jadi PNS tapi setidaknya PNS kehidupannya akan terjamin.” Sabrina tersenyum senang dan mengangguk di samping ibunya yang sedang melihat berita infotaiment gosip artis Indonesia. Memang ibu-ibu suka sekali dengan yang namanya gosip. Dia juga kan calon ibu, batin Sabrina. Di lain tempat, Bima sedang menyiapkan dagangannya dibantu dengan Darma—ibunya. Menjual harum manis sudah dijalani Bima sejak dia lulus diploma. Ya, dia memang memilih diploma saja karena merasa dia harus menjaga ibunya dari pada menghabiskan waktu di kampus. Sudah sejak lama ibunya menderita penyakit jantung, sejak itu Bima selalu menemani ibunya sehingga ketika ibunya memaksa Bima untuk kuliah dia hanya mengambil diploma. Bersyukurnya Bima ketika dia bisa mendapatkan beasiswa untuk biaya kuliahnya sehingga dia tidak perlu bingung masalah biaya kuliah dan menambah beban ibunya. “Hari ini mau jualan ke mana, Bim?” tanya Darma disela-sela menyiapkan sarapan untuk Bima. “Ke sekolah-sekolah SD dekat sini saja, bu. InsyaAllah juga habis kalau dijual di sana.” Darma tersenyum menyetujui pendapat Bima. Masalah rejeki sudah diatur oleh Allah sendiri. Kita sebagai makhluk-Nya hanya perlu berusaha agar mendapatkan rejeki yang berkah dan bermanfaat. Tak perlu banyak jika tidak berkah. Yang penting cukup dan mencukupkan. “Ya sudah, ayo sarapan dulu. Istirahatnya anak-anak sekolah pukul 9 kan? Mumpung masih jam 8. Segera sarapan biar nanti di sana ndak terburu-buru membungkusnya.” Bima segera menuju ke dapur untuk mengambil sarapan dan memilih makan di ruang tamu. Di rumah Bima memang tidak disediakan meja makan. Tapi ada meja dan kursi untuk menata makanan yang sudah matang. Terkadang Bima dan ibunya juga makan di meja itu, tapi terkadang mereka atau salah satu memilih makan di ruang tamu. Setelah sarapan, Bima akhirnya memilih segera bersiap berangkat. Karena dia harus mengemas harum manis dengan harga seribu rupiah dan dua ribu rupiah. Ibunya sudah menyarankan agar dikemas dalam cup dan ditutup rapat dengan pengepress. Namun, Bima menyukai hal-hal sederhana untuk membungkus jajanannya dengan plastik kiloan. Ya sudah, biarkan saja seperti itu, batin Darma. Bima menyukai hal-hal yang berbeda dan unik memang. Saat tiba di depan sekolah, Bima segera melakukan rencananya tadi. Di tengah-tengah membungkus harum manis, terdengar keributan di lapak sebelahnya. Mbak-mbak penjual es campur dan es kopyor. Banyak pedagang yang menghampiri penjual itu, namun keributan tidak berkurang. Bima segera menghampiri kerumunan dan melihat mbak-mbak sedang bertengkar dengan seorang laki-laki tinggi besar dan berambut gondrong. “Ada apa ini?” tanya Bima. Si lelaki berambut gondrong akhirnya menghampiri Bima dan memberikan pandangan menantang. “Siapa kamu? Tidak perlu ikut campur yang bukan urusanmu,” ucap lelaki itu. “Tapi mas membuat keributan di depan sekolah. Yang rugi nanti kita-kita karena tidak boleh berjualan disini lagi. Kalau memang ada masalah bisa diselesaikan dengan suara tenang. Bukan malah menimbulkan keributan.” Lelaki itu segera beranjak pergi dan memberikan pandangan peringatan kepada Bima dan mbak penjual es itu. “Mbak, tidak apa-apa?” tanya Bima. “Tidak apa mas. Maaf ya membuat keributan,” ucap si mbak-mbak itu sungkan. Akhirnya Bima meminta semua kerumunan untuk membubarkan diri agar semua penjual bisa berjualan kembali karena sebentar lagi jam istirahat akan berlangsung. Bima pun segera kembali ke lapak jualannya untuk membungkus harum manis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD