Bagian 3

1677 Words
Tes sudah selesai dilaksanakan satu bulan yang lalu. Tentu saja Sabrina minta antar Bima untuk pelaksanaan tesnya. Hari ini akan diumumkan peserta yang lolos untuk mengikuti tes seleksi kompetensi bidang. Sudah sejak seleksi administrasi Sabrina belajar untuk tes kompetensi dasar dan diiringi dengan belajar kompetensi bidang agar dia tidak keteteran dalam mengerjakan tes. Sabrina rasanya lebih takut untuk mengetahui hasil tes hari ini dari pada saat pengumuman seleksi administrasi. Karena ini akan menentukan dia lolos atau tidaknya untuk mengikuti tes selanjutnya. Walaupun nanti jika tidak lolos tes seleksi kompetensi bidang atau SKB lebih sakit karena itu jalur penentu. “Kenapa kelihatan pucet banget gitu sih, Sab? Mondar-mondir saja dari tadi. Ibuk lihatnya jadi pusing.” Kanaya yang melihat Sabrina dari tadi seperti setrika berjalan akhirnya mengeluarkan protes kepada putrinya. “Hari ini pengumuman hasil tes SKD, buk. Sab takut ndak lolos enam besar. Soalnya yang diambil hanya dua formasi saja. Makanya Sab takut.” Kanaya mengerti perasaan putrinya. “Sudah minum dulu sana. Pengumumannya pasti kalau jam kerja pegawai tho, kenapa sudah heboh dari pagi. Bismillah pokoknya yakin saja lho, Sab.” Sabrina akhirnya memutuskan minum air untuk mengurangi kegugupannya. Dia memilih duduk di sebelah Kanaya. Atma pagi ini sudah ke kebun lebih awal sehingga hanya menyisakan sang istri dan putrinya saja di rumah. “Nyamil dulu sana. Ibu tadi buat pudding cokelat.” “Masih pagi bu. Lagian baru saja sarapan.” “Ya sudah. Bismillah. Kan waktu tes kamu sudah berusaha semaksimal mungkin. InsyaAllah usaha kamu tidak akan menghianati hasil,” ucap Kanaya menenangkan. Di dalam hatinya Kanaya juga ikut gugup melihat hasil tes Sabrina nanti. Namun dia berusaha untuk tetap tenang agar suasana tidak semakin heboh. “Iyah, buk.” Sabrina mengikuti Kanaya untuk melihat berita nasional yang sedang terjadi. Berusaha tenang dan menikmati tontonan tanpa memikirkan hasil tes. Waktu terus berjalan dan saat ini sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Sabrina yang terlalu asyik dengan Kanaya melihat berita sampai tidak menyadari. Diiringi dengan obrolan ringan membuat waktu tidak terasa berjalan cepat. “Sab, coba cek di websitenya. Sudah pukul 9 ini. Semoga pengumumannya sudah diuploud. Jangan lupa bismillah ya.” Kanaya mendekati Sabrina dan memberikan pelukan pada bahu Sabrina. Sabrina tentu saja merasa deg-degan saat membuka web. Bismillah. “Bagaimana Sab?” Kanaya ikut deg-degan saat mendengar Sabrina mengucap basmallah. Merasa khawatir dan ikut takut melihat hasilnya. “Harus dilihat per formasi yang diambil, buk. Haduh. Jadi harus ekstra sabar per formasi lihatnya. Tapi alhamdulillah langsung pakai sistem perangkingan jadinya Sab tidak perlu mencari nama terlalu lama.” Sabrina terus menggulir halaman pdf hingga beratus halaman formasi yang dia ambil dan dia melihat namanya ada pada daftar itu. “Bagaimana Sab? Hasilnya bagaimana?” Kanaya semakin tidak sabar saat melihat wajah Sabrina yang tidak menunjukkan tanda-tanda lolos atau tidak lolos. Hingga suara isakan Sabrina menjawab semuanya. Kanaya langsung memeluk Sabrina. Kanaya merasa bangga dan bersyukur ketika melihat nama Sabrina ada dalam urutan enam besar. “Alhamdulillah, Sab. Alhamdulillah. Ya Allah. Semoga Engkau melancarkan dan memberkahi semuanya. Aamiin.” Sabrina mengaminkan ucapan Kanaya dalam hati. Dia membalas pelukan Kanaya dan menangis sesenggukan. Rasa haru dan bersyukur menjadi satu sehingga membuat Sabrina menangis. Siang hari saat Atma sudah pulang dari kebun, Kanaya segera memberitahu suaminya bahwa Sabrina lolos untuk mengikuti tes SKB. Kehebohan Kanaya dalam menceritakan membuat Atma hanya menggeleng-gelengkan kepala dan rasanya ikut terharu tetapi juga gemas sendiri dengan kehebohan sang istri. “Sabrina sekarang di mana buk?” Atma menanyakan keberadaan sang putri karena sejak dia pulang dia tidak melihat kehadiran Sabrina. “Ada di kamarnya, yah. Tadi sudah makan siang ijin masuk kamar buat sholat dan istirahat katanya.” Atma hanya menganggukkan kepala mengerti dan mengajak sang istri untuk makan siang. *** “Alhamdulillah. Anak ayah lolos buat lanjut tes SKB ya. Selamat sayang. Belajar dengan tekun, jangan lupa selalu didoakan. Ayah dan ibu pasti selalu mendoakan untuk kebaikan Sabrina juga.” Atma langsung menggoda sang putri saat Sabrina bergabung untuk makan malam. Sabrina segera menghambur ke pelukan sang ayah. Tangisan haru Sabrina kembali lagi setelah tadi pagi dia sudah berderu tangis di pelukan sang ibu. Memang dasaran Sabrina yang manja dan mudah terharu sehingga membuat Sabrina mudah menangis. Kanaya yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepala dan tersenyum hangat atas kehangatan sikap suaminya dan putrinya. Kanaya merasa bersyukur karena keluarganya selalu hangat walaupun dia dan Sabrina sering membuat keributan karena perdebatan hal sepele. “Sudah. Sudah menangisnya Sab. Kasihan dong baju ayah banyak ingus kamu. Ayo makan malam.” Kanaya yang merusak momen hangat antara ayah dan anak menbuat Atma hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang istri. Sabrina pun cemberut karena ibunya yang selalu ada saja kesempatan untuk menggoda dan mengajaknya ribut. Akhirnya mereka makan malam bersama dengan diisi canda tawa dan juga beberapa wejangan dari Atma. Sebagai kepala keluarga, Atma harus selalu meluruskan dan mengingatkan hal yang terbaik untuk istri dan juga putrinya. “Jangan memaksakan kehendak ya Sab, nanti. Ayah tahu ini adalah keinginan kamu untuk mendaftar jadi PNS, tapi jangan terlalu berharap. Tetapi ayah yakin, Sab pasti bisa lolos.” Kanaya dan Sabrina mengaminkan doa Atma. Memang menjadi PNS kehidupannya terjamin, tapi proses yang dilaluinya tidak semudah melihat kesuksesan orang lain. Banyak tahapan, banyak tenaga yang harus dikeluarkan agar bisa lolos menjadi orang yang sukses. Apalagi untuk menjadi PNS harus bersaing dengan beribu-ribu orang dari berbagai wilayah. “Iya, yah. Ayah dan ibu bantu doa untuk Sab ya.” Atma dan Kanaya mengangguk. Tentu sebagai orang tua, mereka mendoakan yang terbaik untuk putrinya. Apalagi putri semata wayangnya. “Kalau bosen belajar terus bisa disambi refreshing ikut ayah ke kebun. Lihat ijo-ijo bisa membantu menjernihkan pikiran, Sab. Biar pikiran kembali fresh.” “Bener kata ayah, Sab. Bolehlah yah kita ke kebun bersama-sama. Ibu juga sudah lama ndak ikut ayah ke kebun. Ibu juga pingin lihat ijo dan merahnya kopi.” “Akhir pekan ini hayuk, yah. Sab juga kangen main ke kebun.” Atma menyetujui keinginan sang istri dan anaknya. Memang dengan melihat sesuatu yang menyegarkan pikiran yang sedang banyak dan semrawut bisa menjadi lebih bebas dan ringan. Ajakan Atma ke kebun bersama-sama juga untuk merekatkan hubungan keluarga agar semakin menempel dan kasih sayang selalu terlimpahkan. Atma juga tidak ingin menyia-nyiakan kebun yang dimilikinya. Kebun kopi yang dimilikinya berdekatan dengan lokasi kebun teh. Membuat pemandangannya menjadi lebih sejuk dan menyegarkan. Didukung dengan background gunung Arjuna membuat pemandangan semakin indah. Akhir pekan ini, keluarga Sabrina akhirnya bersiap untuk merealisasikan rencana mereka pergi ke kebun. Setelah sarapan Atma segera mengajak Kanaya dan Sabrina berangkat agar dapat menikmati udara sejuk dan dapat berjalan-jalan sebelum matahari menyingsing semakin tinggi. Melewati area Lawang, banyak perkebunan buah naga yang sudah mulai berbuah. Jalan berkelok tak membuat perjalanan itu terganggu. Semua menikmati pemandangan di kanan dan kiri jalan yang penuh dengan perkebunan buah naga. Buah naga warna merah ataupun kuning yang sudah mulai berbuah di batang-batangnya yang hijau membuat mata semakin segar. “Yah, nanti saat kita pulang kita beli buah naga yuk. Dibuat salad buah seger sepertinya. Ibu juga banyak stok buah di rumah.” Kanaya menawarkan ide untuk membuat salad buah setelah melihat kesegaran buah naga di perkebunan milik warga. “Iya, nanti saat kita pulang kita sekalian beli buah naganya buk.” Mereka akhirnya sampai di perkebunan kopi milik Atma. Atma pamit untuk mengecek kondisi kebun dulu. Sedangkan Kanaya dan Sabrina menunggu di gazebo depan sambil melihat-lihat kopi yang sudah mulai berbuah juga di sekitar gazebo. Sabrina tentu saja menikmati hijaunya pepohonan kopi dan buah kopi yang bergerombol. Sambil menunggu Atma kembali ke gazebo, Kanaya dan Sabrina berjalan ke sekitar gazebo untuk melihat hijau dan segarnya daun kopi serta gerombolan buah kopi yang seperti buah anggur dengan perpaduan warna hijau dan merah. Setelah 30 menit, akhirnya Atma kembali ke gazebo. “Ayo, kita lanjut ke kebun teh. Sudah jam 9 ini. Nanti keburu semakin siang.” Kanaya dan Sabrina mengikuti Atma menuju ke mobil agar mereka dapat segera melanjutkan perjalanan ke kebun teh. Saat sampai di kawasan kebun teh, mereka disuguhi pemandangan kebun teh yang hijau berjajar. Setelah membayar karcis masuk, Atma segera memarkirkan mobilnya pada area parkir mobil. Kawasan depan kebun teh sudah mulai ramai. Kafe yang ada di depan juga sudah mulai dipenuhi oleh wisatawan yang berdatangan. “Yah, Sab pingin foto-foto di jembatan baru itu. Ayo ke sana yah.” Sabrina ingin berfoto di jembatan di tengah kebun teh. Jembatan dari kayu yang memang didesain untuk spot foto. Jembatan dari kayu itu sepertinya baru selesai dibangun. Saat Sabrina dan teman-teman kuliahnya dulu berkunjung ke sini satu tahun lalu, jembatan itu belum ada. “Ibu beli minum dulu sama camilan. Kita jalan ke kebun tehnya juga lumayan jauh dan luas. Nanti pasti akan haus dan lapar. Kalian tunggu ibu dulu ya. Jangan tinggalkan ibu.” Kanaya segera bergegas ke toko minuman dan camilan di dekat mereka berdiri. Sabrina dan Atma menunggu Kanaya di tempat duduk kawasan taman depan wisata kebun teh. Suasana yang agak mendung membuat udara semakin dingin. Apalagi daerah dataran tinggi seperti kebun teh ini, sedikit angin yang berhembus akan membuat udara semakin dingin. Kanaya menghampiri Sabrina dan Atma setelah membawa satu tas kresek yang lumayan besar berisi minuman dan beberapa camilan. “Ayo kita jalan.” Sabrina segera memimpin berjalan di depan saat orang tuanya telah bersiap berdiri. Selain pejalan kaki, ada beberapa pengunjung yang menyewa kuda untuk menikmati segarnya udara di perkebunan. Kawasan perkebunan yang sangat luas membuat kebanyakan pengunjung hanya menuju ke jembatan kayu. Jika terus naik ke atas bisa menuju area pendakian gunung Arjuna dan bukit kunir. “Sabrina terlihat senang sekali ya buk.” “Ya mungkin karena dia jarang refreshing, yah. Kalau libur dia juga selalu berdiam diri di kamar.” “Ya semoga dia bisa lebih fresh setelah dari sini. Ayah lihat saat Sabrina setelah mengetahui dia lolos untuk ikut tes SKB membuatnya seperti manusia yang penuh dengan beban.” “Sabrina memang seperti itu, yah. Terlalu panik dulu sebelum dia melaluinya. Ibu yakin Sab pasti bisa melaluinya.” “Aamiin. Kita doakan ya buk.” Sabrina yang berteriak memanggil orang tuanya agar segera bergegas karena kawasan jembatan lumayan sepi membuat obrolan Atma dan Kanaya terhenti. Mereka merasa malu ketika melihat putrinya berteriak di tengah keramaian. Namun mereka juga segera bergegas ke jembatan agar Sabrina tidak semakin cemberut. Setelah Sabrina berfoto bersama dengan kedua orang tuanya dengan minta bantuan pengunjung lain. Maka saatnya Sabrina untuk berfoto selfie seorang diri. Kadang minta difotokan sang ayah. Kadang dia menjepret gambar wajahnya sendiri. Memang Sabrina ini, saking tidak pernah jalan-jalan membuatnya seperti orang yang haus akan foto.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD