Tiada waktu yang bisa dihentikan lagi. Semua hal bergerak sangat cepat tanpa bisa dicegah. Keluarga Mahendra datang dan meminang Senja secara resmi, agar bisa secepatnya menikah dengan Davian. Semua juga tidak ada yang ditutupi sama sekali, Andreas mengatakan sejujur-jujurnya kepada keluarga Senja dan meminta maaf atas apa yang telah diperbuat putranya.
Kecewa? Tentu saja, orang tua mana yang merasa tidak kecewa jika tahu anak yang mereka sayangi, nyatanya telah hamil sebelum menikah. Tangisan dari ibu Senja pun begitu menyayat membuat hati Senja seperti diiris-iris.
"Ibu, maafkan aku, aku salah, tolong jangan menangis terus seperti ini," ucap Senja memberanikan diri memeluk ibunya yang umurnya sudah renta.
Pagi itu acara pernikahan sederhana akan digelar, tidak ada pesta atau apapun. Hanya beberapa kerabat yang datang menyaksikan janji suci tersebut.
"Apa kamu bahagia?" Pertanyaan itu muncul dari bibir Dina–Ibu Senja.
Mata Senja mengembun mendengar pertanyaan ibunya, ia menggenggam tangan keriput itu lalu menyentuhkannya ke pipi. "Aku bahagia, Ibu. Katakan juga pada Ayah, aku bahagia, ini pilihanku," jawab Senja berusaha tersenyum meski hatinya merasa getir.
"Ibu hanya ingin berpesan, kita ini bukan siapa-siapa. Ibu tidak bisa memberikan apapun padamu, tolong jaga diri baik-baik. Kalau kamu merasa ada masalah, pulanglah kepada Ibu, Nak. Ibu dan Ayah tetap menerimamu seperti apapun keadaanmu," tutur Dina sama-sama menahan getir dihatinya.
Tangis Senja kian pecah, wanita itu meluapkan tangisannya dipelukan sang ibu sebelum Ammar–Ayah Senja masuk ke dalam kamar.
"Keluarga calon suamimu sudah datang," ujar Ammar memberitahukan.
Dina mengangguk mengerti, wanita itu mengurai pelukannya lalu menatap lekat-lekat wajah putrinya. "Ayo, temui mereka dengan senyuman yang terbaik. Bagaimanapun keadaanmu, sekarang adalah hari bahagiamu. Jangan terus menangis, berbahagialah, Nak."
"Terima kasih, Ibu."
Senja mengusap air matanya perlahan, ia menarik napas panjang-panjang sebelum bangkit dari duduknya untuk menjemput kehidupan yang baru.
***
Tatapan sinis dan penuh dendam itu terlihat menghiasi wajah Davian tatkala melihat Senja datang. Pria itu sepertinya telah menaruh dendam kepada wanita yang telah merusak hubungan serta masa depannya. Entah pernikahan yang seperti apa yang akan mereka jalani, yang jelas Davian tak akan membuat pernikahan itu indah untuk Senja.
Singkat cerita, serangkaian pernikahan akhirnya telah dilangsungkan. Davian mengucapkan janji suci pernikahan di depan Pendeta dan dihadiri beberapa keluarga. Tidak ada senyuman manis yang menghiasi wajahnya, hanya ada wajah sinis dan penuh amarah.
"Semuanya udah selesai 'kan? Sekarang dia sudah menjadi istriku, jadi aku berhak apa pun atas dirinya," ujar Davian ketika semua acara telah selesai.
"Ya, benar. Ibu sudah berbicara kepada orang tua Senja. Setelah menikah Senja akan tinggal bersama di rumah kita," sahut Renata menanggapi.
"Tidak perlu.”
"Tidak perlu?" Renata mengerutkan dahinya bingung.
"Aku sudah memutuskan dengan Senja. Setelah kami menikah, kami akan tinggal sendiri. Benar begitu, Sayang?" kata Davian seraya memberikan tatapan tajam kepada Senja yang tampak langsung terkejut.
Senja merem*s jarinya dengan kuat, ia tahu ini semua pasti hanya akal-akalan Davian karena tidak ada pembicaraan apa pun antara keduanya. Terakhir kali mereka berbicara Davian malah menurunkannya di jalanan.
"Kalian akan tinggal sendiri? Apakah itu benar, Nak?" Renata cukup terkejut, ia bergantian menatap Senja untuk meminta jawaban.
Senja hendak membuka mulutnya, akan tetapi Davian tiba-tiba mencengkram pinggangnya dengan kuat.
"Bukankah sudah aku katakan? Kami akan tinggal sendiri, Ibu. Senja yang meminta ini karena dia mau fokus mengurus kehamilannya sendiri sekaligus belajar menjadi orang tua, iya kan Senja?" ucap Davian sekali lagi memberikan lirikan tajam pada Senja, nada suaranya terdengar menahan amarah karena melihat Senja yang hanya diam saja.
"I-iya Tante," jawab Senja terbata-bata.
"Baiklah jika itu keputusan kalian, Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik dan akan mendukung semuanya. Ibu minta supaya kamu lebih menjaga istrimu, Davian. Ingatlah, dia sedang mengandung," tutur Renata tidak bisa lagi memaksa.
"Ibu jangan khawatir, aku pasti akan membuat Senja menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini." Davian menjawab dengan senyuman tipis seraya mengusap lembut rambut Senja. Pria itu tampak sangat tampan tapi menyeramkan secara bersamaan.
Senja hanya bisa pasrah dan menguatkan hatinya sendiri, ia berulang kali berdoa dan berharap jika keputusannya ini tidak salah.
"Aku yakin dia hanya masih terlalu marah, semoga nanti dia bisa berubah setelah tahu alasanku melakukan ini," batin Senja dengan perasaan kalut.
***
Malam mulai datang, Senja tampak kebingungan harus melakukan apa. Sejak kedatangannya ke rumah baru, Davian sudah meninggalkannya entah kemana. Pria itu bahkan tidak mengatakan apa pun dan langsung pergi. Kini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, namun Davian tidak kunjung pulang.
"Ke mana Davian, kenapa dia belum pulang juga?"
Senja mencoba untuk berpikir positif, wanita yang baru saja menjadi istri orang itu tampak merebahkan tubuhnya di kasur untuk merilekskan tubuhnya. Namun, baru saja ia merebahkan tubuhnya, terdengar suara mobil yang membuat ia kembali terduduk.
"Itu pasti Davian," ucapnya tanpa sadar mengulas senyum sumringah.
Senja beranjak turun dari tempat tidurnya, ia ingin menemuinya suaminya, ia bergegas membuka pintu kamar, namun ternyata bersamaan dengan Davian yang masuk ke dalam.
"Davian, kamu sudah pulang?" Senja bertanya seperti orang bodoh, ia menatap penampilan Davian yang tampak cukup acak-acakan.
"Selamat malam, Istriku," ucap Davian tersenyum manis.
Senja terkejut hingga kedua matanya membulat, apakah ia tidak salah dengar?
"Davian?"
"Apakah sekarang kamu sudah senang? Selamat telah berhasil menjadi Nyonya Mahendra," ucap Davian mendadak mendekati Senja dengan langkah yang cepat.
"Kamu mabuk?" Senja menggelengkan kepalanya saat mencium bau alkohol dari mulut Davian, pantaslah pria itu berbicara ngawur.
"Ah, malam ini malam pertama kita, Sayang." Davian semakin mendekati Senja, mata pria itu tampak memerah. Entah karena pengaruh alkohol atau yang lainnya.
Senja berjalan mundur, ia merasa takut Davian akan melakukan hal yang tidak-tidak padanya. Namun, ia kalah cepat karena Davian sudah lebih dulu menarik pinggangnya dan memeluknya sangat erat.
"Davian lepas!" seru Senja meronta.
"Diamlah, Sayang. Kenapa kamu terlihat ketakutan seperti itu? Bukankah kita sudah sering melakukannya? Tidak masalah 'kan kita mengulanginya lagi?"
"Kamu membuatku takut.”
"Takut? Kenapa harus takut, kita sudah pernah melakukannya bukan? Aku bahkan sudah membuatmu hamil, katakan padaku, bagaimana biasanya kita melakukannya? Dengan cara halus atau kasar?" Davian berbisik lirih di telinga Senja dengan tangan yang mencengkram kuat pinggang wanita itu.
"Davian sakit," rintih.
"Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, jangan pernah berharap akan menjalani hidup dengan mudah bersamaku. Mulai detik ini, aku akan memastikan pernikahan ini seperti di neraka!" Davian langsung mendorong tubuh kecil Senja ke ranjang dengan sekeras mungkin, pria itu tak memberikan jeda untuk Senja bangkit dan malah menindihnya.
"Malam ini, layani aku pelac*R!" maki Davian seraya merobek baju Senja dengan kasar.
"Davian jangan!"
Bersambung.