Bagian I : Pagi yang buruk

1345 Words
Tubuhku terasa lelah, kepalaku terasa pening saat kelopak mataku perlahan terbuka, mataku mengerjap, menyesuaikan pandanganku yang sedikit buram saat netra biruku memandang ke sekitar ruangan ini. Kamar mom, untuk kesekian kalinya aku terbangun di dalam kamar mom. Kamar bercat putih pucat polos dengan berbagai hiasan kuno di dasar dindingnya. Tubuhku mulai beranjak dari ranjang, mengabaikan rasa lelah dan ngilu yang terasa menghasut diriku untuk kembali berbaring. Piyama merah masih melekat erat di tubuhku, sangat jelas aku sleep walker lagi, karena yang kuingat tadi malam, aku masih berkutik dengan beberapa tugas yang diberikan Mr.Lambert padaku, dan sekarang aku terbangun di dalam kamar mom, dengan tubuh yang pegal dan kaki yang terasa sedikit ngilu. Mataku melirik melalui celah pintu kamar yang sedikit terbuka, mom. Wanita itu duduk di meja makan dengan pandangan kosong, netra birunya memandang lurus pada dinding, kantung hitam menghiasi pinggir matanya, wajahnya pucat. Sekalipun ia tak pernah mengungkapkan apa yang ia rasakan, siapapun dapat melihat kerapuhan dari sorot matanya. Ia terlihat lelah. Semua dapat dilihat dari gerak geriknya belakangan ini yang terlihat lesu. "Mom?" Aku melangkah keluar dari kamar saat ia tak menghiraukan panggilanku.  Mom masih diam tak bergeming. Ia tak bisa mendengar, mom tidak mendengar suaraku. Wanita itu menoleh saat ia menyadari kehadiranku yang bergerak semakin mendekat, segurat senyum terukir di wajahnya, membentuk beberapa kerutan kecil yang muncul di sudut mata, usianya mungkin menua, namun sama sekali tidak mengurangi kecantikan yang terpancar dari wajahnya. Aku berjalan mendekat, duduk di kursi yang bersebrangan dengan mom. "Apa yang mom fikirkan?" ujarku dengan tangan yang bergerak membuat sebuah gerakan isyarat. Mom tidak dapat berbicara, pendengarannya juga sedikit bermasalah, namun aku cukup bersyukur karena ia tidak putus asa dan tetap bersikeras merawatku seorang diri. Mom tidak pernah menjadikan kekurangannya sebagai alasan untuk menyerah pada keadaan, walau terkadang air mata lelahnya tetap mengalir dalam diam. 'Tidak ada, bagaimana keadaanmu sekarang, apa kau lelah?' Aku memahami gerakan tangan yang ia isyaratkan padaku, tanpa suara sedikitpun, namun aku sudah terbiasa untuk berbicara dengan mom melalu gerakan tangan. "Seperti biasa mom, tubuhku sedikit lelah, tapi bukan masalah besar. Aku tetap akan pergi ke kampus hari ini" Ia kembali tersenyum,  senyum hangat yang menemaniku 18 tahun belakangan ini. Mungkin bila aku masih memiliki seorang ayah, mom tidak perlu bersusah payah seperti ini, mom tidak perlu menanggung semuanya sendiri. Namun keadaan berkata lain, ayahku sudah lama meninggal, dan hanya mom--satu satunya orang yang menanggung semua kebutuhan kami. Walau secara fisik, wanita tidak sekuat lelaki, namun yang aku mengerti saat aku melihat mom--perempuan dapat jauh lebih kuat saat ia tak memiliki bahu untuk bersandar. Mom mulai terbiasa untuk berdiri di kakinya sendiri. "Kau melamun Savannah, kau baik-baik saja?" Aku mengerjap kemudian menggeleng dengan cepat, oh tuhan lihatlah sosok wanita di hadapanku ini, beberapa menit lalu ia murung, namun sekarang, ia bertingkah seakan semua baik-baik saja. "A--aku tidak apa-apa, aku hanya memikirkan sedikit hal" Mom tersenyum, ia tetap terlihat sangat cantik, sekalipun bibirnya kini pucat tanpa polesan lipstick. "Cepat mandi, mom akan siapkan sarapan untukmu" "Aku akan siap dalam 15 menit" Kakiku melangkah cepat memasuki kamar dan lekas menuju kamar mandi, kutangkap pantulan diriku di cermin, rambutku berantakan, bibirku terlihat sedikit mengkerut karena kering, dan wajahku pucat. Demi tuhan, aku terlihat seperti zombie hidup. Pandanganku teralih pada segurat merah yang terukir tipis di leherku, entahlah mungkin leherku tergores atau terkena gigitan serangga, kebiasaan tidur sambil berjalanku kerap kali terjadi. Aku sudah mengkonsultasikan hal ini kebeberapa dokter dan psikolog, namun belum ada perkembangan yang berarti bagiku. Kutanggalkan piyama tidurku lalu lekas memutar keran untuk menyalakan shower, membiarkan dinginnya air meresap dan mendinginkan kulit kepalaku. Seperti hari-hari biasanya, aku akan pergi ke kampus, aku memiliki jadwal kuliah dan--ada sedikit kegiatan tambahan yang mau tidak mau memaksaku untuk berada lebih lama di kampus, kurasa aku akan pulang lebih sore, padahal satu-satunya hal yang ingin kulakukan saat ini hanya kembali ke atas ranjang dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhku. Aku benar-benar ingin tidur sekarang, aku masih lelah. Aku membersihkan tubuhku dengan cepat, lalu lekas memakai sebuah jeans panjang juga kemeja biru untuk menutupi bagian atas tubuhku. "Here we go," ujarku dengan meraih ransel cokelat yang biasa kubawa. Aku meraih mantelku, berjaga-jaga apabila suhu di luar cukup dingin untuk diriku. "Mom?" Aku melangkah keluar kamar, menatap berbagai hidangan yang telah tersedia dengan baik di atas meja makan, Mom telah menungguku di meja makan, wanita itu sedang menyesap tehnya, kemudian tersenyum saat pandangannya terjatuh padaku. 'Kau pulang jam berapa hari ini?' tanya mom, setelah meletakkan cangkir teh yang ia genggam. "Aku pulang sore mom, ada beberapa kegiatan kampus tambahan. Aku tak tahu berapa lama, namun sepertinya aku tidak akan pulang seperti biasanya" "Kau akan ballet lagi?" Aku menggeleng. Tidak untuk hari ini, aku tak bisa mengunjungi teater kecilku seperti rutinitas yang biasanya kulakukan. Aku seorang penari ballet di teater kecil di sudut kota, hampir dua tahun aku selalu datang ke sana--tempat itu menjadi tempat bagiku untuk menambah pemasukkanku, sekaligus menyalurkan hobbyku. "Tidak untuk hari ini," ucapku dengan meraih menumanku, meneguknya lalu kembali meletakkannya diatas meja makan. "Aku sibuk hari ini, aku akan pulang setelah semua kegiatanku di kampus selesai" 'Jangan lupa makan bekalmu, telfon mom jika terjadi sesuatu' Ia menyodorkan bekal yang ia buat padaku, aku mengangguk. Lalu memasukkan bekal itu ke dalam ranselku, aku tau ini sedikit memalukan, anak lain biasa pergi ke caffe dan restoran depan kampus jika memang mereka lapar, bahkan untuk makan di kantin kampus saja mereka malas. Sedangkan diriku, aku hanya berkutat dengan sekotak bekal di lorong kampus. Tanpa peduli dengan tatapan aneh yang beberapa gadis lain berikan padaku. "Aku berangkat sekarang mom" 'Kau tak habiskan sarapanmu?' "Aku buru buru, sepertinya Maggie sudah menunggu" Ia mengangguk, mom memang tak dapat mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah kami, aku bangkit dari duduk, memberi sebuah kecupan ringan di pipi mom, lalu bergegas pergi membawa ranselku. 'Hati hati di jalan' Isyaratnya dengan bangkit melambaikan tangan padaku, aku mengangguk dan tersenyum, memberi isyarat melalui gerakan tangan agar mom tak perlu khawatir padaku. Aku tak mau ia membebani fikirannya sendiri, aku sudah cukup dewasa untuk mengurus semua keperluanku. Kakiku melangkah keluar dari rumah, benar sekali. Mobil Maggie sudah terparkir dengan rapih di sana, jadwal jemput gadis ini memang berubah ubah, sesuai keinginannya. Tapi tak masalah, ini lebih baik dari pada menumpang sebuah bis kota. "Kau lama sekali savannah," ujarnya tanpa menoleh padaku saat aku masuk ke dalam mobil.  "Jangan salahkan diriku, hanya kau dan Tuhan yang tahu kapan kau akan datang menjemputku Maggie," ujarku dengan memakai belt pengaman di tubuhku, "Rambutmu sedikit berbeda" Maggie melirikku dengan cengiran lebar di wajahnya, "Kau harus tau, mempersiapkan penampilanku untuk seminar hari ini Savannah" Aku tertawa kecil kemudian menyalakan radio dalam mobil. Jalanan kota tampak sepi  pagi ini, namun  Maggie memilih menjalankan mobilnya di bawah kecepatan rata-rata,  beruntung karena kami masih memiliki waktu 20 menit sebelum kelas pertama dimulai.  "Seminar?" Mataku melirik ketumpukan pamflet yang ia letakkan di bagian samping stir kemudinya, ia menoleh, wajahnya berubah menjadi sumringah saat aku membicarakan seminar. "Aku sudah mengatakan hal ini padamu Savannah. Seminar ini benat-benar menarik. Kau bisa lihat rambutku kan? Aku menatanya jauh lebih rapih hari ini" "I see, " ujarku dengan mengangguk,  "Tapi sejak kapan kau tertarik dengan seminar pendidikan? Sejauh yang aku ingat, kau hanya tertarik karena kau dapat bagian tugas yang sama dengan Ethan" Aku meringis kecil saat merasakan pukulan yang mendarat di lenganku. "Sialan. Kau benar. Tapi kali ini berbeda, narasumber kita kali ini lebih menarik Savannah, ada dua narasumber--yang pertama yang menarik, kau harus tau itu. Ah--dan aku tak mau mendengar kau menitip absen padaku dengan alasan tugas dari Mr. Lambert atau tugas-tugas yang kau buat lainnya" Aku tertawa, Maggie sudah hafal dengan berbagai alasan yang kubuat, aku tak bermaksud untuk membuat berbagai alasan, aku memang tak suka dengan kegiatan seperti itu, kegiatan itu pasti sangat kaku dan membosankan.  "Baik-baik, kali ini aku akan datang," ujarku dengan kembali menjatuhkan pandanganku pada jendela di sampingku. "Memang seharusnya kau datang. Ingat aku tak akan membantumu memalsukan absen kali ini" Aku mengangguk pasrah, aku tak memiliki pilihan.  . . 》》》》 To be continue《《《《
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD