Guilty

916 Words
Kenapa musim dingin yang beku kembali lagi... Kemana perginya musim semi-ku? Angel menatap pantulan dirinya di cermin besar di dalam kamarnya. Mata sembab dan hidung yang memerah serta pipi yang pucat adalah bayangan yang dilihatnya di dalam cermin itu. Ken amnesia! Dan itu karena dia. Kesalahannya sampai-sampai Ken mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa pemuda yang dicintainya itu. Angel menggigit bibirnya getir. Butiran bening kembali mengaliri pipi mulusnya. Flashback "Kalo jalan pake mata, bukan pake dengkul!" Angel mengusap pelipisnya yang membentur benda keras bersamaan dengan terdengarnya suara baritone itu. Angel yang menunduk terkesiap, gadis itu membatu. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah melupakan suara itu. Suara besar itu suara yang selalu membuatnya merasa tenang dalam keadaan apapun. Suara yang selalu dirindukannya. Suara itu suara... Angel menengadah cepat menatap tubuh tinggi besar yang menjulang di depannya itu. "K-Ken..." Angel mencicit lirih. Ken menatap gadis didepannya tajam. Satu kata untuk gadis yang telah bertabrakan dengannya itu. Ceroboh! "Ba-baby..." Gadis itu menutup bibir peach-nya dengan kedua tangan. Sepertinya dia salah mengucapkan sesuatu. "Ken." Ken mengangkat sebelah alisnya. Apa dia tidak salah dengar tadi? Gadis ini menyebut namanya. "Minggir!" Ken menatap gadis berambut pirang itu dengan tatapan mengintimidasi. "Lu ngalangin jalan!" Angel terhenyak. Sedingin itu Ken padanya? Dan tatapan itu astaga! Sungguh, dia tak mengenal Ken yang seperti ini. Angel menggigit bibir getir. Ken membencinya? Gilang yang melihat mereka langsung berdiri dan menghampiri. Pemuda itu segera menarik tangan Ken untuk duduk di meja yang ditempatinya bersama Bona dan juga Angel tadi, setelah 'mengenalkan' Angel pada Ken. "Emm Ken ini Angel teman Bona." Gilang mengusap tengkuknya, menoleh pada Bona yang mendekati mereka. Bona mengangguk, memeluk lengan Angel. Memberi kekuatan pada sahabatnya yang hampir menangis itu. Angel menatap Bona kemudian menatap Ken sekilas. Melihat bagaimana asingnya tatapan pemuda itu padanya, Angel segera membuang muka. "Angel, ini Ken bestfriend gue." Tatapan bingung Angel sekarang pada Gilang. Apa maksud pemuda itu mengenalkan mereka? "Dude, lu duduk dulu deh." Gilang meminta Bona membawa Ken ke meja mereka dengan isyarat matanya. Dia sendiri harus menjelaskan sesuatu pada Angel yang memerah disana. "Gue nganter Angel jaga grab pesanan dia." "Ayo, Ken." Bona menarik tangan Ken menjauh. "Lu mau pulang kan, Ngel? Gue anter keluar." Angel masih menatap bingung pada Ken yang sudah duduk bersama Bona disana. Gadis itu tak bergerak dari tempatnya. Ken benar-benar membencinya, sampai-sampai pemuda itu bersikap seolah tak mengenalnya. "Angel, ayo!" Suara Gilang mengagetkannya. Angel melihat pada Gilang yang sudah hampir mencapai pintu cafe. Bergegas Angel menyusul Gilang. "Lu pasti bingung kan kenapa Ken kaya' yang nggak kenal lu gitu?" Angel mengangguk. Gadis itu menghapus air matanya. Di parkiran cafe Angel menangis, air mata yang ditahannya mati-matian saat di cafe tadi tumpah sudah. Apalagi saat Gilang menceritakan apa yang sudah terjadi dua tahun lalu, saat Angel memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Belanda. Kecelakaan yang menimpa Ken. Lalu saat pemuda itu kritis dan berusaha bertahan hidup dalam keadaan tidak sadarnya. Kemudian saat Ken dinyatakan koma dan tak sadarkan diri selama delapan bulan lebih. Semuanya diceritakan Gilang tanpa ada yang ditutupi lagi. Juga soal ketidaksukaan Mami Ken pada gadis itu yang belum dikenalnya. Sampai saat Ken terbangun dan dinyatakan amnesia. Angel menutupi mulutnya yang ingin menjerit dengan telapak tangan. Dia tak menyangka kalau Ken menanggung semua luka itu agar tak menyakitinya. Seandainya Ken mau jujur padanya, mereka pasti bisa melewati semuanya bersama. Dia tidak menyalahkan Ken, justru disini Ken yang paling banyak berkorban. Yang salah adalah dirinya, kenapa sampai tidak peka padahal Ken sudah memberinya sinyal ketidakberesan itu sejak lama. Angel masih menyalahkan dirinya sampai Gilang harus menyadarkannya kalau semua sudah takdir. Flashback off Gadis berambut pirang itu mengusap air matanya untuk yang kesekian kali. Ken tidak mengingatnya! Bukankah itu bagus? Setidaknya Ken tidak perlu bersusah payah menghapus semua kenangan tentang mereka. Tapi bukan ini yang diinginkannya. Angel menatap ponselnya yang tergeletak di ranjang melalui cermin. Dia memerlukan penjelasan yang lebih terperinci. Dan Angel yakin, bang Jesen pasti bisa menjelaskan semua ini padanya. Menarik nafas lelah, Angel segera menyambar ponselnya dan mengubungi Jesen. Jesen mengambil ponselnya yang berdering dari saku celana denimnya. Sebuah chat dari Angel tertera di sana. Do you have a time? I need to talk to you. Pweaseeeee! Jesen menghembuskan nafas lelah. Dia sudah menduga, Angel pasti akan menghubunginya cepat atau lambat. Gilang sudah mengatakan semuanya, kalau Angel sudah mengetahui semua hal yang tak diketahuinya dalam beberapa tahun terakhir ini. Jesen memencet nomor kontak Angel kemudian menghubungi gadis cantik itu melali panggilan suara. "Kita ketemu hari ini ya? Kalo besok Abang sibuk." "...." "Okay, ketemu di sana ya. Abang sama kak Dinda." Setelah berkata seperti itu, Jesen langsung mematikan sambungan telponnya. Menyambar kunci mobil, pemuda itu segera berlalu. "Mau kemana, bang?" Tanya Ken bingung melihat wajah tampan abagnya tampak serius. Bang Jesen juga kelihatan terburu. "Ada urusan bentar sama Dinda." Jesen tersenyum menepuk pundak Ken. "Abang pergi dulu ya." Jesen sudah menyalakan mesin mobil ketika Mami menegurnya. "Where you gonna go, Jesen-aro?" "Jes nggak lama kok, Mi." Setelah melambai, pemuda itu langsung tancap gas. Kemungkinan besar Angel dan Dinda sudah menunggunya di tempat mereka janjian. "Abang kamu kemana, Ken-aro?" Ken mengangkat bahu. "Nggak tau. Katanya mau ketemu mbak Dinda." "Lho?" Mata Amelia membulat. "Kan mereka nggak boleh ketemu dulu, kok sekarang mau ketemuan. Gimana sih?" Amelia menggeleng tak habis pikir. Jesen dan Dinda yang akan menikah dua bulan lagi sedang dipingit. Mereka tidak boleh bertemu sebelum hari H pernikahan mereka. "Fitting setelan pengantin juga belum malah main pergi aja dia." Mami masih mengomel yang semakin samar di telinga Ken yang sudah meninggalkan teras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD