FJ - 07

3537 Words
Dua orang gadis yang sedang memakai masker bengkuang diwajahnya dan potongan timun dikedua matanya, bersenandung riang dengan santainya sambil ditemani lagu dari DJ ganteng ; Zedd. Mereka membicarakan apa saja yang sedang menjadi trending. Dari sidang sianida alias sidang Jesicca yang lama sekali itu, sampai membicarakan pak Koko dan madam Rose yang belum menikah walaupun umurnya sudah masuk kepala empat. "Kak Ghea!!" Suara cempreng Arianna yang menggedor pintu kamarnya terdengar. Dengan malas, Ghea menyaut dan menyuruh adiknya itu masuk tetapi ia masih dengan posisi tiduran. "Minjem HP lu dund..." Rayu Arianna. "Ambil di tas," Setelah mengatakan itu, tiba-tiba Ghea ingat sesuatu. "Wait!!" Ghea langsung bangkit dari tidurnya sehingga potongan timun yang menutup matanya berjatuhan. "Kenapa, ish?!" Arianna memasang wajah kesal. "Buat apaan? Lo kan juga punya HP!" Arianna menggeleng. "Belum ditebus sama papa, Kak. Please, dong. Cuma mau nanya tugas ke temen." Ghea sebenarnya tidak masalah, yang menjadi masalahnya adalah...ini kan bukan ponselnya! Ini ponsel Jason! "Gak ada pulsa." Bohong Ghea. "Ih, amit-amit pelit banget. Kuburan lu sempit entar!" Ghea mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Gue pesen yang VIP jadi gak akan sempit. Pergi sono lu!" Arianna menendang meja belajar Ghea dengan tanpa hormat kemudian berlari mendekati Adina yang sedang selfie. "Kak Adina-ku, bagi pinjem HP lu dooong." Arianna mengeluarkan rayuan mautnya. "Enggak ada pulsa juga, sama." Jawab Adina tanpa melirik Arianna. "Amit-amit. Pada pelit banget! Gue doa'in lu pada masuk neraka!" "Sembarangan lu!" Ghea langsung memukul kepala adiknya itu dengan bantal. "Pergi sana! Kalau mau HP lu balik, sana tebus dikonter! Kalau gak punya duit, sana jual diri!" Arianna melenggang pergi dari kamar Ghea sambil mengabsen seluruh penghuni kebun binatang. Embel-embel adik durhaka adalah nama belakangnya, dan embel-embel kakak menyebalkan adalah nama belakang Ghea. Jangan heran. "Ghe, bukannya lo abis beli pulsa, ya?" Ghea mengangguk. "Iya. Tapi ini bukan HP gue." "Lah, terus punya siapa?" "Jason." Singkat-padat-dan menyebalkan. "Wah!" Adina langsung mengambil posisi duduk. "Gimana ceritanya? Kalian udah jadian dibelakang gue, ya? Ayo ngaku!" "Apasih." "Ghea!!" "Berisik!" Adina menaik turunkan alisnya dengan jahil. "Ponsel lo ada di Jason? jangan bilang kalau kalian sengaja tuker-tukeran? Ah so sweet!" "So sweet mata lu! Tadi disekolah gue gak sengaja salah ngambil. Dia sih pake acara case-nya samaan kaya punya gue." "Itu jodoh namanya." "Monyet lu, ah. Gue lagi kesel lo malah pasang wajah monyet." Adina memukul Ghea dengan bantal. "Woo, enak aja!" "Mana tadi bokap si Jason nelepon mulu." "Bo-bokapnya Jason? terus lo angkat?" Ghea menggeleng sambil membersihkan masker yang melekat diwajahnya. Kemudian ia berjalan menuju lemari untuk mengganti pakaian. "Lo mau kemana?" Tanya Adina heran karena sekarang Ghea berganti baju menjadi dress santai unyu-unyu berwarna peach. "Mau ambil HP gue, lha." Jawab Ghea dengan cuek. "Kerumah Jason?" "Kagak. Kerumah Shawn Mendes! Yaiyalah kerumah tuh cowok caper! Pake nanya!" Adina mendengus sambil kembali mencari posisi tiduran yang menurutnya nyaman. "Mau nge-date, ya?" Ghea mengacungkan jari tengahnya pada Adina sambil melangkah menuju pintu kamarnya lalu menguncinya dari luar agar sahabatnya itu terkurung seharian. "Woi, j****y! Gue jangan dikunciin!" (*) Ghea memegang erat tali tas kecil yang ia pakai. Ia menghembuskan nafas beberapa kali karena tidak menyangka jika sekarang ia sudah berdiri didepan gerbang rumah Jason. Sebenarnya bisa saja Ghea meminta Adina yang mengambilkan ponselnya pada Jason, secara mereka berdua sepupuan, pasti gampang. Tapi Ghea takut Jason mengotak-atik ponsel kesayangannya itu. Bagaimana kalau Jason mengirim sesuatu yang aneh pada kedua orang tuanya? Walaupun ponsel Ghea memakai sandi, tetapi Ghea yakin kalau cowok itu punya segala cara untuk menerobos sandi pengaman diponselnya. Akhirnya dengan hati terpaksa, ia harus mengambilnya sendiri. Ghea mengintip sedikit pada gerbang yang terbuka setengah. Dihalaman depan rumah Jason terparkir satu mobil beserta taksi dan sang supir sedang menurunkan beberapa barang dari bagasi. Dan ternyata mama Jason baru kembali dari Bangkok. "Permisi, tante..." Ucap Ghea dengan sopan. "Ah! Calon menantu!" Ghea meringis pelan dengan sebutan Ines padanya. Mama Jason ini sepertinya terlalu banyak menonton drama India Ranveer dan ishani. "Masuk, sayang. Mau ketemu Jason?" Ghea ingin mengambil ponselnya, lebih tepatnya. "Jason-nya ada, Tante?" Ines mengangguk sambil berjalan menghampiri Ghea dan menyuruh gadis itu masuk kedalam rumahnya. Seminggu belakangan ini, Ghea memang selalu menjemput Jason dan belum tahu isi rumahnya karena itu tidak penting. Tapi detik ini Ghea merasa terpukau pada desain dan interior-nya. Dari luar mungkin seperti rumah dikomplek biasa pada umumnya, tetapi suasana didalamnya benar-benar mencerminkan bahwa pemilik rumah ini adalah orang Thailand. Blasteran Thailand, maksudnya. "Jason ada dikamarnya. Bareng temen-temennya juga tuh." Ghea mengangguk mengerti. "Kekamarnya aja. Dilantai dua, belok kanan terus ada pintu dengan poster mickey mouse. Itu kamar Jason." Ghea langsung gelagapan sendiri. Seumur hidupnya, ia tidak pernah masuk kekamar cowok kecuali kamar Alen. Tapi kan Alen bukan cowok tulen, jadi biasa saja. Bahkan Ghea belum masuk kekamar Dammi karena kakaknya itu menjunjung tinggi privasi. "Gak papa." Ines mengedipkan sebelah matanya. "Pasti dia seneng deh kamu disini. Sana samperin." "I-iya, tante." Ghea tersenyum kecil pada Ines kemudian mencoba menaiki tangga. Ia melangkahkan kakinya sesuai arah yang ditunjukan Ines. Setelah sampai didepan pintu yang Ghea yakini adalah kamar Jason, Ghea mengerutkan dahi tidak mengerti. "i***t?" Sindirnya sambil memperhatikan poster mickey mouse yang sedang memakai kolor sambil memegang pistol ditangan kanannya. Jason benar-benar... Tok! Tok! Ghea mencoba mengetuk pintu tetapi tidak ada sahutan. Ia menyentuh knop dengan pelan lalu mencoba membuka pintu dengan ragu-ragu. "J?" Panggil Ghea sambil menyembulkan kepalanya sedikit. "Mon, Goyang lagi---woiiii!!!" Jason berteriak karena kaget melihat kepala Ghea yang mencoba mengintip dari balik pintu. Ia berjalan menghampiri Ghea kemudian membuka pintu lebih lebar. "Ada apaan, Bi?" Tanyanya. "Jasooon, siapa?" Teriak Aris. "Ghea." "Oh, ada Ghea---Eh, woiii ada Ghea!!" Kali ini terdengar teriakan dari Denis. Merasa berisik sekali, Ghea melirik kesumber suara tetapi matanya langsung ditutup oleh tangan Jason. "AAAA!!!" Remond berteriak dengan heboh karena sekarang ia sedang n***d. Seratus persen n***d! "Astagfirullah, Astagfirullah!" Denis langsung menendang p****t Remond agar masuk ke kamar mandi. "Segera selamatkan dirimu, Remond!" "WEY ANJING BAJU GUA BAWA SINI!!" Remond kembali berteriak dari dalam kamar mandi. Terdengar cekikikan dari Aris dan Zaky, sedangkan Denis tengah sibuk melemparkan baju Remond dengan asal dan terburu-buru. "Ka-kalian ngapain?" Tanya Ghea masih dengan mata yang tertutup tangan Jason. "Kalian ngapain? Ho-homo?" "Enak aja!" Jawab Zaky. "Bukannya ketok dulu, Bi. Tadi gue sama bocah-bocah lagi nonton konser Remond." Jason menurunkan tangannya sehingga sekarang mata Ghea bebas. "Gue udah ngetuk! Dan, konser apaan? Itu kenapa si Denis tadi istighfar?" Tanya Ghea dengan dahi berkerut. "HAHA!" Aris dan Zaky langsung terbahak. "Denis emang ada cita-cita jadi pak haji. Lagi latihan soalnya mau ke Mekkah tahun depan." Ledek Zaky. "Jangan didengerin." Jason menggeleng sambil menarik tangan Ghea agar masuk kekamarnya. Ghea hanya menurut saja ketika si pemilik kamar menyuruhnya duduk ditepi tempat tidur dengan sprei mickey mouse. Demi apa kalau Jason itu benar-benar penggemar berat si karakter tikus itu? "Udah aman, ya?" Remond menyembulkan kepalanya dari pintu toilet. "Gue keluar, ya." "ANJING TYTYD LO!!" "ALLAHU ROBBI!" Remond berbalik badan dan langsung menaikan sleting celana jeans-nya yang entah mengapa sekarang tiba-tiba macet. "Tutup mata lo, Ghea!" Perintah Denis dengan heboh. Ia juga ikut-ikutan menutup mata padahal sudah hatam apa yang menggantung dibalik celana Remond. Oke, stop. "Kalian ngapain, sih? Kok Remond sampe begitu?" Ghea bertanya dengan kedua tangan yang ia tempelkan dimatanya. "Turunin-turunin," "Udah aman." Ghea menurunkan tanganya dengan perlahan. Ia bisa melihat Remond yang sedang duduk disofa pojok sambil membuka pottato chips seolah-olah kejadian beberapa detik lalu tak berpengaruh apa-apa baginya. Apa gila?!! "Ghea, sorry ya, lo jadi ketinggalan pertunjukan utamanya." Remond mengedipkan sebelah matanya dengan genit. "Padahal kalau lo tadi dateng dua menit lebih awal, lo bisa liat itu gue goyang ke atas-ke bawah. Mancay!! Tegang abis sampe tinggi syekaliiii." Ucapnya sedikit v****r. "Eh, si pe'a!" Jason menoyor kepala Remond sehingga bungkus pottato chips-nya jatuh. Ghea menggelengkan kepalanya. "Kalian idiot." "Yeah, beginilah kami, Ghea. Tolong terima kami apa adanya, ya?" Ucap Zaky sambil terbahak. "Beginilah indahnya dunia." Tambah Denis. Jason menempelkan telunjuknya didepan bibir agar para sahabat gilanya itu diam dan tidak mengoceh lagi. "Bi-bi kenapa kekamarnya Jason? Kangen, Bi?" Tanya Jason dengan nada yang menurut Ghea sangat geli. "Menjijikan." Komentar Remond. "Aku ingin muntah mendengar ocehanmu, pemuda Thailand!" Hardik Denis dengan begitu tega. "Kau sungguh hina, Jason Song!" Zaky ikut-ikutan meledek dan dengan sengaja menambahkan embel-embel nama Thailand Jason yaitu ; 'Song'. Bukan 'Song' dalam bahasa Inggris, ya. Thailand dan Inggris mempunyai arti yang sangat jauh berbeda. "Song?" Ghea mengerutkan dahinya. "Itu apa?" "Eh, itu nama Thailand gue. Zaky, anjing lo, ah!" Jason langsung menoyor kepala sahabatnya itu dengan gemas. "Song itu artinya : dua. Enggak tahu deh apanya yang dua. Kanjut-nya? Haha." Celoteh Zaky yang langsung dihadiahi toyoran Jason. Lagi. "Tapi, panggil aja dia Pee mak." Remond tertawa kencang. "Setan dong, gue!" Jason berganti menoyor Remond. "Masa Mario Maurer-nya Mahardika jadi hantu?" Remond langsung berlagak ingin muntah mendengar ucapan Jason yang terkadang terlalu kelewat percaya diri. "Yang jadi hantu kan si Nak-nya. Si Mak kan suaminya. Dia gak jadi hantu." Aris menggeleng tanda tidak setuju. "Iya, J! Si Mak kan suaminya. Dia bukan hantu!" Komentar Denis. Dan, terjadilah perdebatan antara mereka tentang film Thailand yang dimainkan oleh Mario maurer tersebut. Kalian tahu 'kan filmnya? Kalau belum nonton, beli aja ke author. Harga member pastinya murah. Lho, kok jualan? Oke, abaikan. "Lu berlima setannya." Celetuk Ghea gemas karena mulut cowok-cowok badboy ini begitu berisik melebihi ibu-ibu hamil. Bukannya mikir, mereka malah tertawa dengan hebohnya. Bahkan Zaky dan Remond berpelukan agar sensasi tertawa mereka lebih hidup. Mereka memang benar-benar minta dikhitan ulang! "Serius, Bi. Tapi lo mau apa kesini?" Jason bertanya dengan wajah jahil andalannya. Ghea langsung mengeluarkan ponsel Jason yang tertukar dengan ponsel miliknya dari dalam tas kemudian ia lempar sembarangan ketempat tidur. Tenang, tempat tidur, kok. Empuk. "Wah, orang kaya! HP aja dilempar-lempar." Remond menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ekpresi i***t. "Mana HP gue?" Tanya Ghea dengan ketus. "Gara-gara lu jiplak case gue, HP gue sama lo jadi ketuker! Sini balikin! Bikin repot aja!" "Apa, Bi?" Ghea memutar bola matanya dengan gemas. "HP gue, Jason! cepet!" "Ahh," Jason mengangguk paham. "Jadi, HP kita itu ketuker?" "Pake nanya!" "HP yang mana, J? Yang pulang sekolah kelindes motor Remond itu bukan?" Tanya Denis dengan polos. "A-apa?" Ghea membulatkan matanya. "HP gue kelindes motor?" Jason mengangguk dengan tenang tanpa rasa bersalah sedikit pun. "MONYET!!" Ghea melangkah cepat menghampiri Jason berniat menjambak poni menyebalkannya tetapi Zaky dan Denis langsung sigap menahan kedua lengannya sehingga Ghea tidak bisa bergerak. "Lepasin gue!!!" Ghea melotot dengan galak. Jason terkekeh pelan melihatnya kemudian ia melepaskan kedua tangan sahabatnya dari Ghea. Tanpa menunggu lama, Ghea langsung menarik poni Jason sehingga cowok itu berteriak. Para kawannya juga ikut berteriak heboh. Remond menjerit sambil naik kesofa sedangkan Denis berteriak sambil jingkrak-jingkrakan seperti menahan b***k. Please, ini bukan waktunya unjuk kebolehan siapa yang paling kuat berteriak! -__- "Sabar, sayangku..." Jason mencoba melepaskan tarikan tangan Ghea walaupun tenaga gadis ini lumayan kuat juga. "WEY, DARI PADA KALIAN TARIK-TARIKAN, MENDING BALAPAN IKAN CUPANG!" Teriak Remond. Mendengar itu, Zaky langsung menepuk kepala Remond cukup keras. "Bukan waktunya!" "Guys, kalau ini hari terakhir gue, gue minta koleksi mickey mouse gue disumbangkan, ya. Itu permintaan terakhir gue." Jason berkata penuh drama. "Eh, si anjing!" Remond menempeleng kepala Jason sehingga cowok itu makin meringis. "Boys, ayo kita main PS aja. Biarkan Ghea dan Jason bermesraan." "Woiii!" Jason berteriak meminta pertolongan. Karena merasa poninya makin sakit, akhirnya Jason berniat mengakhiri rasa sakit dikepalanya dengan cara menyibakan ke atas dress yang dikenakan Ghea. Kreatif juga, J! Patut dicoba! "m***m!" Ghea langsung merapikan dress-nya sehingga sekarang Jason terbebas dari tarikan Ghea yang menyakitkan. "Ayo," Jason menarik tangan Ghea keluar kamar dengan paksa walaupun gadis itu mencoba menolak sambil bersumpah serapah. "Mau kemana?!" "Ambil HP lo dikonter. Syukur-syukur kalau masih berfungsi, ya." Ghea melotot pada Jason yang terkekeh pelan. "Bercanda. Ayo!" Jason kembali menarik tangan Ghea menuruni tangga rumahnya. Dari ruang tamu, Ines memperhatikan kelakuan anaknya yang selalu saja ajaib. "J, jagain calon mantu mama bae-bae!" Teriak Ines. "Siap, Cuy. Masakin bubur kacang ijo, ya. Gue laper!" "Anak durhaka!" (*) Ghea ingin sekali mencopot kedua bola mata Jason dan ia iris tipis seperti keripik lalu ia goreng diminyak yang panas. Atau mengeluarkan jantung Jason dan dibuat menjadi semur penuh kecap. Tapi sialnya, Ghea tidak ada bakat untuk menjadi seorang psikopat. Boro-boro memutilasi, lihat cicak berdarah saja, Ghea langsung iba. "Bi, gak dimakan?" Ghea melirik Jason dengan seram. Ia begitu kesal karena Jason membohonginya. Bukannya membawanya ke konter, cowok caper itu malah membawanya ke stand sosis bakar. Benar-benar minta dibunuh! Benar-benar minta dimutilasi! Tahan, Ghea! "Lo tahu anjing, gak? Sekarang lo kaya anjing." Jason mengangguk santai sambil menikmati sosisnya, membuat Ghea makin geram. "HP gue, J. Serius." "Ada dirumah gue. Aman. Lagian lo mau aja dikibulin si Denis. Orang HP lo baik-baik aja." Ghea menghela nafasnya dengan kasar. "Gue pengen balik." "Makan dulu sosis lo." Jason memberikan satu tusuk sosis pada Ghea tetapi gadis itu menepisnya. Akhirnya sosis bakar yummy yang beroleskan saos plus kecap itu jatuh dan mengenai dress-nya Ghea. "Yaampun, Bi." Jason mengambil tisu hendak membersihkan noda pada dress Ghea, tetapi lengannya dipukul oleh Ghea dengan cukup keras. "Gue bisa sendiri! Dasar m***m!" "Gak pake mukul juga." Sindir Jason sambil mengusap pelan lengannya. Ghea melirik sedikit lalu berdehem sambil meminta maaf dengan ketus dan tidak ikhlas. "Tangan lo masih biru-biru?" Jason langsung menghentikan kegiatan usap-usapannya dan melanjutkan makan tanpa menjawab pertanyaan dari Ghea. "Sebenernya berantem ama siapa?" "Siapa yang berantem," Ghea mengangkat sebelah alisnya. "Terus kenapa?" "..." "Sok jago." Sindir Ghea. "Ayo kalau lo mau balik. Lo juga kan harus ambil HP lo dulu." "Sosis lo gak di abisin?" Jason menggeleng. "Ayo pulang." Mereka berdua berjalan tanpa saling mengoceh karena Jason mendadak bisu dan Ghea malas memulai obrolan terlebih dahulu. Ketika sudah sampai dihalaman rumah Jason, tiba-tiba cowok itu berhenti, membuat Ghea menubruk punggungnya karena ia berjalan dibelakang Jason. "Setan, kenapa lo---" "Ssshhh," Jason menyuruh Ghea diam. "Kenapa, sih?" Tanya Ghea sambil berbisik. "Ada apaan?" "Lo tunggu disini aja. gue ambil HP lo dulu dikamar." "Oh gitu? Oke." Jason langsung melangkah masuk dan sesuai intruksi, Ghea menunggu didepan. "Ghea!!" Panggil Remond yang entah sejak kapan sudah ada disebelah Ghea beserta kawan-kawannya yang lain. "Kalian balik?" Ghea berbasa-basi dan mereka semua mengangguk. "Kenapa gak masuk, Ghe?" Tanya Aris. "Disuruh nunggu diluar." "Di dalem ada so---Aduh!" Remond meringis pelan karena kakinya diinjak Zaky. "Kenapa lo nginjek gue, sayang?!!" Zaky melotot memberi suatu sinyal kemudian Remond langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Ada so? So apaan maksud lo?" Tanya Ghea bingung. Zaky mengibaskan tangannya ke udara. "Jangan didengerin. Si Remond kadang-kadang ngomongnya suka mabok. Btw, kita duluan, Ghe! Next time kita semua nongkrong bareng ya." "Kuy," Jawab Ghea sambil tersenyum. Cowok-cowok sableng itu masuk kesatu mobil kemudian pergi. Ghea hanya mengangkat bahunya tidak mau ambil pusing. "Ghea? Lo ngapain disini?" "Kak, kak Rey?" Reyhan tersenyum kecil. "Nongkrong bareng Jason?" "Enggak," Ghea langsung menggeleng. "Cuma ambil barang yang ketinggalan aja." "Oh. Kalau gitu gue duluan, ya. Mampir dong kali-kali. Rumah gue disebelah." Ghea mengangguk pelan. "Next time," Reyhan pamit pergi dan Ghea memperhatikan Reyhan yang benar-benar memasuki rumah sebelah. Ghea baru tahu kalau Reyhan dan Jason adalah tetangga. "Tetangga deket banget kok disekolah kaya kucing sama anjing?" Ghea menggaruk kepalanya tidak mengerti. Dan mengapa Reyhan ada dirumah Jason? Jangan-jangan Jason masuk BP lagi? Kalau iya, semoga nama Ghea tidak dibawa-bawa cowok caper itu lagi. "Lama?" Ghea langsung melirik sumber suara kemudian mengangkat bahunya. "Lumayan. Mana HP gue?" Jason menyerahkan ponsel Ghea tanpa ocehan sedikit pun. Tumben. "Eh, Jason. Gue mau nanya, Kak---" "Mending lo langsung balik. Bentar lagi ujan." Ghea mengerutkan dahinya. "Terang benderang begini." Jason mengangkat bahunya cuek. "Gue mau nanya," "Mending lo balik sekarang." Ghea makin mengerutkan dahinya karena bingung pada perilaku Jason yang menurutnya tidak biasa. Well, sebenarnya Jason memang aneh, sih. *** "Masukin bawangnya. Habis itu diaduk. Pelan-pelan aja." "Ah, mata gue perih." "Gue juga!" Adina menyimpan gadget-nya kemudian menarik kursi untuk ia duduki. "Si Jason gila apa gimana pengen oseng tempe kecap pake bawang sekilo?" "Lo akhirnya tahu kan gimana menderitanya jadi gue?" Adina mengangguk. "Parah sih, ini." "Gue harus begini selama seminggu! Seminggu, lo bayangin!" "Kalau masakannya masuk akal sih gak papa, Ghe. Kalau aneh-aneh macem keinginan Jason sih bikin keki." Ghea mematikan kompor kemudian menarik kursi disebelah Adina. "Gue masukin sianida nih lama-lama." "Haha. Masukin aja." "KAK GHEA!! ADA PAKET BUAT LOOO!!" "Bawa sini!!" Arianna berlari tergopoh-gopoh menghampiri Ghea sambil membawa sebuah bungkusan berwarna coklat sedang berbentuk kotak. "Beli novel lagi lu?" "Terserah gue. Sono lu pergi." Arianna mendengus. "Bilang makasih seharusnya lo, Jalang!" "Iya nanti gue tlaktir di BY. Puas lu, j****y!!" "Haha. Puas banget, g***o!!" Adina menggeleng pelan. "Kalian itu keluarga wanita malam, ya?" "DIEM LU CABE-CABEAN!" Ucap Ghea dan Arianna bersamaan. "Dasar kakak adek gilak." Setelah Arianna pergi, Ghea membuka bingkisan itu dan ia langsung terpekik senang dan tak percaya melihat novel incarannya terbungkus rapi didalam paket. "Lo nabung lama-lama Cuma buat beli novel?" Tanya Adina tidak percaya. Ghea mengangguk semangat. "Pikiran lo dimana, sih? Bukannya lo udah punya novel baru?" Ghea mengangguk lagi. "Itu novel yang di meja belajar lo, baru 'kan? Kenapa beli lagi?" "Novel yang dari Jason udah abis gue baca, Di." "Wait," Ghea langsung menutup mulutnya yang tekadang menyebalkan. "Apa lo bilang? Jadi, novel mahal dimeja belajar lo itu dari Jason?!" "Iya---" "Huanjiiiir! Gue aja mikir berulang kali buat beli novel yang harganya lima digit itu! Pantesan lo tenang banget. Dibeliin!" "Berisik, ih." Adina menaik turunkan alisnya dengan jahil. "Ciee, yang makin deket!" "Monyet lu!" Ghea menepuk kepala Adina dengan novel yang ia pegang. Drrrttt.... Belahan Jiwaku, Calling... Ghea mengerutkan dahinya. Sejak kapan ada kontak dengan nama yang sangat alay diponselnya? Ini benar ponselnya 'kan? Jason tidak menukarkannya lagi, kan? "Hallo?" ["Hallo, Bi. Ciee sayang banget sama gue sampe nama kontaknya so sweet."] Ghea langsung naik darah. Jason selalu saja menyebalka dan minta dibunuh! "Mati aja lo setan!" Tut. Ghea langsung menutup panggilannya dengan kesal. "Kenapa, Ghe? Sepupu gue yang unyu itu bikin lo bete lagi?" Ghea menatap Adina dengan tanduk merah yang muncul dikepalanya. "Ampun..." Ghea menghela nafasnya kemudian menjatuhkan kepalanya dimaja makan. "Eh, Di. Tadi gue liat kak Rey ada dirumah si Jason. Ngapain, ya? Gue juga baru tahu kalau tuh anak dua tetanggaan." Adina langsung melirik Ghea. "Emangnya kenapa?" "Cuma penasaran doang." Ghea mengangkat kedua bahunya cuek. "Udah, ah. Ghe, lanjut masak aja, yuk? Lo harus bikinin bekal spesial kan buat Jason?" Ghea mengangkat kepalanya dari atas meja sambil memperhatikan Adina yang mendadak sibuk dengan kompor dan penggorengan padahal Ghea tahu kalau Adina sama sekali tidak mengerti soal memasak. *** Adina memarkirkan mobil tepat didepan rumah sepupu tersayangnya, Jason. Hari ini Ghea meminta Adina menjemput Jason karena Ghea tidak punya uang simpanan lagi untuk membayar taksi. Kebetulan ini hari terakhir menjemput Jason. Akhirnya!! "Jason!! Cepet keluar!" Teriak Adina sambil membunyikan klakson dengan heboh. "Di? Kok lo yang jemput gue?" "Ghea ada didalem, kok." Jason terkekeh pelan. "Tahu aja kalau gue nyariin dia." Kaca jendela depan turun secara perlahan sehingga menampilkan Ghea yang sedang menatap Jason dengan wajah malas. Jason terpekik senang dan langsung menghampiri Ghea. "Morning, Bi." Sapanya ramah. "J, lo mau masuk gak? Atau mau kaya orang i***t yang diem aja mandangin Ghea?" sindir Adina. Jason membuka pintu belakang dan duduk dengan tenang. "J, Ghea suka banget novel dari lo." Ghea langsung melirik Adina yang berbicara sembarangan. Hell, Kapan Ghea bilang kaya gitu?!! "Iya, sama-sama." Balas Jason sambil nyengir. "Jangan novel aja dong, J. Perjuangannya tunjukin dong." "Terserah Ghea-nya, Di. Kalau mau diperjuangin, ya ayo." Adina terkekeh. "Tuh, Ghe. Jason-nya udah siap. Tinggal lo-nya, siap gak?" Hening. "Ghea, jawab dong." Desak Adina. Ghea langsung mengalihkan pandangannya pada jendela. Ia malas bertatap muka dengan si Adina dan mulut menyebalkannya. "Tunjukin. Ngomong doang mah gampang." Ucap Ghea ketus. "Lo-nya aja kali yang gak sadar. Atau, gak pernah ngeliat gue?" Ghea melirik Jason dari kaca spion. Cowok itu memasang ekpresi sulit diartikan. Ghea hanya menyimpulkan bahwa Jason sedang menggodanya. Karena memang selalu seperti itu! "Ngejar sih gampang, tapi kalau orang yang pengen dikejarnya gak mau, gue bisa apa?" Ghea kembali melirik Jason dari kaca spion. Kali ini Jason memasang wajah jahilnya. Benarkan, Jason itu hanya main-main! Tunggu, mengapa Ghea jadi kesal? "Bukannya cowok emang doyan ngumbar harapan receh yang dibeli sama cewek dengan harga tinggi? Bukannya cowok Cuma suka ngejar diawal dan pas udah dapet, malah nyari cewek lain yang lebih asyik dan menantang buat dikejar?!" "Iya bener, Bi." Jason mengangguk. "Cowok emang kaya gitu. Tapi lo mana tahu kalau belum nyoba? Cowok yang ngejar lo sama cowok yang pengen lari bareng sama lo itu beda." "Beda apanya, J?" Adina mengambil alih pertanyaan. "Kan gue udah bilang, mana tahu kalau belum nyoba. Itu ya terserah lo. Lo maunya gue kejar, atau gue yang lari bareng sama lo, Bi?" Ghea mengangkat bahunya. "Apa sih gak jelas lo." "..." "..." "Gue mau ngejar lo, tapi abis itu kita lari bareng. Lo capek, gue tungguin. Gue capek, lo yang ganti tungguin. Gue salah arah, lo ingetin. Lo belok arah, gue lurusin. Tapi kalau udah lari bareng, jangan ada satu yang berhenti." "Tunggu, J, lo lagi nembak Ghea apa gimana?" "Berhentiin mobilnya, Di." "O-oke," Adina menuruti perkataan Jason untuk menepikan mobilnya. Ketika Adina hendak bertanya apa yang akan dilakukan Jason, sepupunya itu sudah membuka pintu mobil untuk keluar. Jason mengetuk kaca depan sehingga Ghea membuka pintunya dengan canggung. Jason tersenyum pada Ghea dengan tangan kanan yang terulur. "Lari sama gue, Bi?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD