"Tapi Anda tahu dari mana mengenai semua itu? Kok Anda bisa tahu, kalau ibu saya masuk rumah sakit dan membutuhkan pengobatan? Anda juga tahu kalau saya membutuhkan banyak biaya untuk adik-adik saya? Anda tahu dari mana? Atau jangan-jangan, Anda ini seorang peramal, ya? Kok bisa mengetahui semuanya?" tanya Miyabi terlihat kebingungan. Leo pun menyunggingkan senyuman mendengar itu.
"Kamu tidak perlu tahu saya tahu dari mana. Yang terpenting sekarang adalah, jawaban kamu! Kalau kamu bersedia, maka saya akan menjamin seluruh hidup kamu beserta keluarga kamu! Tapi kalau kamu tidak bersedia, maka silakan saja keluar dari perusahaan ini. Karena saya tidak akan menerima kamu untuk bekerja di sini lagi. Kamu pilih mana?"
Miyabi pun panik. "Saya mohon jangan usir saya Pak, baiklah, kalau memang itu keinginan Bapak, saya setuju dengan syarat itu!"
Leo tersenyum. "Syarat apa?"
"Ya menjadi wanitanya Bapak!"
Seketika Leo tersenyum lebih lebar lagi, kemudian kembali menarik tengkuk leher Miyabi dan mencium bibirnya. Miyabi pun hanya bisa pasrah mendapatkan itu. Dia hanya bisa memejamkan matanya dan menikmati setiap lumatan Leo. Hingga perlahan Leo pun mulai membuka kembali kancing pakaian Miyabi. Miyabi terkejut dan langsung menahan tangannya.
"Pak! Bapak mau apa?! Kenapa harus buka baju segala?!" tanya Miyabi.
Leo pun menyunggingkan senyuman. "Saya ingin Mimi!"
"Hah?!" Miyabi melongo. "Mimi? Bapak kaya bayi aja mau Mimi. Memangnya ibunya Bapak gak kasih Bapak mimi dulu? Kok minta sama saya?"
"Karena kamu adalah wanita saya sekarang. Jadi sudah menjadi tugas kamu untuk melayani saya. Apa kamu mengerti?"
"Tapi, haruskah seperti ini juga, untuk menjadi wanitanya Bapak?"
Leo mengangguk. "Hm, kenapa? Kamu keberatan?"
Miyabi lekas menggeleng-geleng kepala. "Tidak-tidak, bukan seperti itu. Hanya saja, saya belum terbiasa saja dengan perlakuan seperti ini. Saya malu," ucap Miyabi malu-malu.
Leo pun tersenyum mendengarnya. "Kalau begitu mulai sekarang harus di biasakan. Karena mulai saat ini, tubuh kamu adalah milik saya. Saya berhak melihatnya dan menyentuhnya kapanpun saya mau. Begitu juga dengan kamu! Kamu bisa melihat tubuh saya kapanpun kamu mau!"
Miyabi menelan ludahnya susah payah. Bahkan dia sendiri belum paham dengan apa yang Leo katakan. Dia juga tidak tahu, hubungan apa yang akan mereka jalankan kemudian. Untuk saat ini Miyabi hanya bisa pasrah dan menyetujuinya saja. Semua itu dia lakukan semata demi keluarganya.
"Mungkin saat ini aku memang tidak ada pilihan lain selain menuruti keinginan Pak Leo. Hanya itu satu-satunya cara untuk bisa membiayai pengobatan ibu dan juga mencukupi segala kebutuhan Sherly dan Vivian."
Miyabi pun tersenyum. Kemudian mengangguk.
Leo kembali melumat bibir Miyabi dan memainkannya. Miyabi juga hanya bisa pasrah saat Leo membuka pakaian atas miliknya dan mulai mengeluarkan dua buah dadanya yang ranum. Leo begitu terpesona dengan dua gunung kembar milik Miyabi tersebut.
Buah d**a Miyabi begitu besar dan padat. Apalagi dengan keadaannya saat ini yang basah kuyup membuat kedua gunung kembarnya itu terlihat begitu membusung dan menyembul seolah sedang menggodanya. Tentu Leo yang merupakan pria normal merasa tak tahan untuk tidak menyesapnya.
Leo pun menatap kedua bongkahan dihadapannya itu dengan bangga. Lalu kemudian menatap Miyabi. "Milikmu sangat menggoda. Bolehkah saya mencobanya?"
"Hah?" Miyabi melongo. Tanpa persetujuan dari Miyabi, Leo pun menempelkan bibirnya ke p****g kecil merah muda itu, lalu kemudian melumatnya.
Mata Miyabi yang awalnya membulat pun perlahan memejam merasakan itu. Geli dan nikmat bercampur menjadi satu saat Leo mulai memutar-mutar lidahnya di sekeliling p****l tersebut. Miyabi pun gak tahan untuk tidak mendesah.
"Ahhh, Pak. Sshh..." Miyabi mendesah. Lenguhan demi lenguhan mulai keluar dari mulutnya seolah memperjelas apa yang dia alami. Dia tak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan saat ini. Dia hanya merasa kalau perlakuan Leo tersebut membuatnya merasa begitu nikmat. Sesuatu yang bahkan belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Leo tersenyum melihat reaksi Miyabi. Dia pun menatap gadis itu. "Bagaimana rasanya? Apa enak?"
Miyabi tersenyum malu-malu mendengar itu. Kemudian dia pun mengangguk.
"Mau lagi?" tanya Leo. Lagi Miyabi mengangguk. Leo pun kembali menyesap gunung kembar milik Miyabi tersebut sembari meremasnya.
"Apa Bapak suka seperti ini sama sekretaris sekretaris Bapak sebelumnya? Apakah mereka juga suka mendapatkan perlakuan yang sama seperti ini dari Bapak?"
Seketika Leo yang tengah asyik menikmati lumatannya pun terhenti gerakannya. Dia pun menatap Miyabi. "Saya belum pernah memiliki seorang sekretaris perempuan sebelumnya. Kamu adalah satu-satunya!"
Miyabi terdiam. Entah dia harus senang atau bagaimana mendengar itu. Namun ada sedikit rasa bahagia di hatinya mendengar jawaban Leo.
"Benarkah? Apa itu berarti, saya orang pertama yang mendapatkannya?"
Leo mengangguk. "Kamu adalah yang pertama."
Miyabi pun tersenyum mendengarnya. Entah mengapa Miyabi merasa bahagia mendengar itu. Dia pun memeluk Leo.
Entah keberanian dari mana yang merasuki Miyabi saat ini. Hingga dia berani melakukan hal tersebut kepada atasan barunya itu. Padahal sebelumnya mereka bahkan tidak saling mengenal. Namun hanya dengan dua kali pertemuan dan beberapa kali ciuman, pria itu berhasil mendominasi Miyabi. Bahkan membuat Miyabi lupa akan siapa dirinya sebenarnya.
Leo pun kembali melumat bibir Miyabi. Kali ini lumatannya terasa begitu mendominasi dan penuh hasrat. Miyabi bahkan sampai kewalahan mengimbangi.
Hingga kemudian sebuah dering telepon berhasil mengalihkan perhatian mereka. Leo pun melepaskan kenikmatan itu dan meraih telpon tersebut.
"Bisakah untuk tidak mengganggu saya dulu?!" ucap Leo menggebu-gebu. Dia sungguh kesal karena seseorang telah berhasil mengacaukan kesenangannya hari ini.
"Maaf Pak Leo, tapi sebentar lagi meeting dengan para anggota baru akan di mulai. Bahkan mereka semua sudah siap untuk mengadakan pertemuan."
"Shittt!" Leo mengumpat. Dia bahkan lupa, kalau ada pertemuan penting pagi ini. Dia pun menatap Miyabi. Dia baru sadar, kalau saat ini Miyabi sedang menggunakan pakaian yang basah. Rasanya tak mungkin kalau dirinya mengajak Miyabi ke pertemuan itu dalam keadaannya yang seperti itu.
Menyadari hal itu, dia pun segera memanggil Brandon ke ruangannya. Tak berselang lama, Brandon pun masuk ke ruangan Leo dan membungkukkan badannya di hadapan Leo.
"Tuan Leo, Anda memanggil saya?" tanya Brandon. Leo pun mengangguk menanggapi itu.
"Pergilah ke butik terdekat dan beli sebuah pakaian untuk seorang wanita. Saya tidak mau melihatnya dalam keadaan seperti ini. sebentar lagi pertemuan akan segera dimulai. Saya harap sebelum itu terjadi, kamu sudah kembali dan memberikan pakaiannya kepadanya!" ucap Leo sambil mengisyaratkan matanya ke arah Miyabi. Brandon yang mengerti itu pun langsung mengangguk.
"Baik, Tuan Leo, segera!" ucapnya yang lekas membungkukkan badannya kembali, kemudian pergi.
Leo pun menoleh ke arah Miyabi. "Nanti ganti pakaianmu! Saya sudah meminta Brandon untuk membeli pakaian baru untukmu. Setelah itu, segeralah menyusul ke ruang meeting."
Miyabi mengangguk menanggapi itu. "Terimakasih Pak Leo, anda sungguh murah hati sekali. Tapi, apakah saya harus menggantinya di ruangan ini?"
Leo pun menatap Miyabi. "Lalu mau dimana?! Apa kamu ingin keluar ruangan dalam keadaan seperti itu? Apa kamu ingin mempertontonkan tubuhmu itu?!"
Miyabi menggeleng-geleng kepala mendengar itu. Kemudian Leo pun pergi. Miyabi menyunggingkan senyuman kecut.
"Dasar Boss aneh." ucapnya mengumpat.
Bersambung...