*** Kulepas perlahan telapak tanganku dari pipi Galen setelah detik-detik terlewati tanpa respon yang pasti darinya. Aku menahan napasku dengan kuat, berharap segala resah dapat kusembunyikan darinya. "Alea," panggilan itu membuat kepala yang tertunduk menjadi terangkat. Kutatap dia dengan lekat. Menunggu kira-kira apa yang akan lelaki itu katakan setelah ini. "Jawab pertanyaanku dengan jujur," katanya. Jantungku berdetak kencang, takut mendengar tanyanya yang belum terucap. Galen menarik napasnya dengan berat, lantas mengeluarkannya dengan berat pula. "Apa kamu masih mencintainya?" mulutku terkunci rapat. Paham betul siapa yang Galen maksud. Pertanyaan ini pernah Rain tanyakan padaku, bahkan Galen pun pernah bertanya dulu. Perihal jawaban, kupikir masih sama. Aku masih seperti du