***
Bergegas aku keluar dari kamar hotel itu. Ku usap dadaku dengan lembut. Debarnya masih sama, begitu kuat dan menyenangkan namun juga menyakitkan setiap kali aku berada dekat dengannya. Menyakitkan bagiku karena melihat matanya yang terluka, tetapi aku tak bisa lagi memeluknya seperti dulu. Tak mampu lagi menjadi seseorang yang siap untuk selalu ada di sampingnya seperti dulu, saat dia jatuh.
Aku berlari meninggalkan tempat itu. Sudah cukup kebodohan hari ini membuatku linglung. Lebih baik aku kembali fokus untuk diriku sendiri. Tepat saat keluar dari hotel, taksi pesananku datang. Segera aku masuk dan duduk di dalamnya. Kusebukan alamat rumah agat taksi membawaku pada jalan yang tepat. Setelah itu yang kulakukan hanyalah melamun. Sesekali menggigit jari, kemudian mendesah sedih. Bag
