PROLOG

831 Words
Setiap manusia diciptakan Tuhan bukan tanpa tujuan sehingga tidak ada yang namanya kesia-siaan di dunia ini. Walau begitu, terkadang manusia menganggap hidupnya terlalu mudah sehingga terlena dengan dunia. Setelah jatuh, barulah dia mengerti tentang betapa berharganya suatu kehidupan. Sebaliknya, ada juga manusia yang menganggap hidup ini terlalu sulit sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Setelahnya, dia akan memahami bahwa kematian jatuh lebih sulit dan berat dari hidup itu sendiri. Namun, semua telah terlambat. Sesal memang selalu datang belakangan. Aku tidak pernah ingin menyesal, begitu yang aku pikirkan setelah kejadian hari itu. Suatu kejadian yang membuat hidupku berubah dratis seperti seseorang yang awalnya hidup tanpa beban, mendadak mendapatkan suatu tanggungjawab besar yang tidak bisa ditolak ataupun ditangguhkan. Pedihnya,  tanggungjawab itu memaksaku merangkak dari zona nyaman menuju suatu medan perang yang mendebarkan. Aku bisa melihat kematian seseorang beberapa hari sebelum orang itu meninggal dunia hanya dengan menyentuhnya. Memang sulit dipercaya, tetapi itu kenyataannya. Konyol? Mungkin. Namun kematian tidak sebercanda itu. Oleh karena itu, aku tak pernah ingin menyentuh siapapun. Aku takut tanpa sengaja melihat kematiannya saat menyentuhnya. Terlebih, aku adalah the biggest loser in this world yang selalu memilih untuk berdiam diri tanpa melakukan apa-apa bahkan setelah tahu kematian seseorang itu akan tiba. Aku tidak pernah bisa melakukan apapun untuk mencegahnya, begitu hatiku berbisik. Oleh karena itu, aku memilih untuk diam pada awalnya. Lagipula, sekalipun aku memperingatkan, tidak pernah ada yang percaya. Bahkan, aku pernah dianggap gila. Aku mendesah pelan saat melihat tubuh dingin yang mulai mengeras itu. Rongga dadanya telah berhenti naik-turun sejak beberapa detik yang lalu. Darah di mulut dan telinganya pun telah mengering. Pandangan matanya kosong, mengisyaratkan bahwa dia tak lagi bisa melihat dunia fana yang menyesakkan ini. Lelaki itu telah tewas dengan cara tragis yang membuat setiap orang yang melihatnya meringis. "Hei, Nak! Sampai kapan kamu akan memegang tanganku?" tegur seorang lelaki berusia paruh baya padaku. Aku yang sempat tertegun karena penglihatan tiba-tiba yang aku dapat segera melepaskan tanganku darinya. Tadi aku tanpa sengaja melihatnya terjatuh dan berniat menolong tetapi tak kusangka kemampuanku akan muncul secara tidak terduga. "Ah, maaf, Paman." Paman itu hanya merengut sebal. “Paman,” panggilku saat Paman itu hendak pergi. “Ada apa?” tanyanya. “Jangan pergi ke sana, sebaiknya Paman di sini sebentar,” saranku. “Nak, aku sudah tua. Aku juga tidak kaya, aku tak berniat sama sekali menjalin asmara denganmu,” katanya salah menduga. “Bukan, Paman. Aku hanya ingin kamu di sini semenit atau..” “Persetan denganmu!” Paman itu terihat marah. Dia pun pergi meninggalkan aku yang hanya mampu mentaatap kepergiannya. “Paman!!” Aku mencoba berteriak keras saat Paman itu hendak menyeberang. “Jangan ke sa…” Tittt…. Brak. Percikan darah itu berhamburan, bahkan mengenai aspal juga bus yang baru saja melintas secara tiba-tiba dan membuat tubuh Paman itu terbrak dalam sekejap mata. Orang-orang mulai berteriak histeris. Mereka mulai berkumpul, mengerumuni tubuh Paman yang malang itu. Sebagian mencoba menolong, menelpon ambulan, polisi atau hanya sekadar menonton. Namun, apapun yang dilakukan, Paman itu telah tewas. Tak ada yang bisa dilakukan lagi. Ruh telah terlepas dari raga. Aku berbalik, tak berniat sama sekali untuk melihat mayatnya. Lagi pula, aku sudah tahu bagaimana kematian dari Paman itu. Aku bisa melihat kematian seseorang tiga hari sebelum kematian orang itu, itu benar. Namun akhir-akhir ini kemampuanku bisa dikatakan mengalami perubahan. Kematian yang aku lihat tidak tentu kapan pastinya. Walau begitu, aku bisa mempresiksinya karena bisa mengira-ngira kapan datangnya waktu kematian itu. demikian juga dengan Paman itu. pakaian dan juga tempat dia tewas sama dengan yang aku lihat sekarang. Oleh karena itu, aku mencoba memperingatkannya walau Paman itu tidak menghiraukan peringatanku sehingga menemui ajal yang memang sudah menunggunya. Semua penglihatanku selalu menjadi nyata, suka atau tidak, sudi atau tidak, apa yang aku lihat akan menjadi kenyataan. Sekeras apapun aku mencoba untuk mengatakan dan memperingatkan orang-orang, tidak ada yang mempercayaiku sehingga aku hanya bisa diam tanpa berniat melakukan apapun lagi. Satu per satu, penglihatan itu menjadi kenyataan dan satu per satu pula kematian menjadi sesuatu yang menghiasi hari-hariku. Karena itu, apa yang aku lihat sangat menakutkan bagiku. Namaku adalah Annisa Sofiana, 16 tahun. Orang-orang sepertiku disebut dengan Watcher. Walau kedengarannya keren, aku sama sekali tidak suka dengan takdir menyebalkan ini. Jika sulit dimengerti, aku akan menjelaskannya secara sederhana tentang kemampuanku sebagai watcher. Aku bisa melihat kematian seseorang dengan melakukan kontak fisik dengan orang tersebut. Tidak hanya kematian, aku juga bisa melihat bagaimana masa depan seseorang hanya dengan menyentuhnya. Akan tetapi, tidak semua orang yang aku sentuh bisa dilihat masa depannya. Aku belum tahu kriteria seperti apa yang bisa memicu kekuatanku muncul. Namun yang aku tahu pasti, aku sudah memiliki kemampuan ini sejak aku kecil. Entah apakah kemampuan ini adalah sebuah kutukan atau anugerah, yang jelas kemampuan ini hanya bisa digunakan pada orang lain. Karena itu aku tidak tahu bagaimana dan kapan kematianku. Namun yang pasti, hidupku dipenuhi dengan adegan kematian yang mau tidak mau akan aku lihat seumur hidupku. Karena aku adalah seorang Watcher, person who can see how people die
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD