“Joging, Bu. Ibu lagi apa, ‘sih?” sahut Alma sambil memasang syal ke bagian leher.
“Ini makanan semalam yang di antar sama pelayan hanya berkurang sedikit. Jadi Ibu panaskan saja ‘kan sayang kalau harus dibuang.”
“Ibu―Ibu. Memang kebaikan hatinya tidak bisa memudar.”
“Nak. Kita ini harus selalu ingat akan kehidupan sebelum dan sesudah, saat senang dan juga sedih.”
“Iya, Bu. Alma selalu ingat pesan Ibu.”
Setelah itu Almahyra berpamitan untuk menikmati segarnya udara pagi. Dengan suasana hutan yang langsung berhadapan dengan pantai yang indah. Tenang, damai, dan sejuk. Hanya itu yang dapat menggambarkan suasa pagi itu, Almahyra sudah berjalan menuju kamar hotel yang ditempati oleh Abizard.
Ketika ia hendak membunyikan bel. Tahu-tahu pintu tersebut terbuka. Abizard keluar dari kamarnya dengan mengibaskan rambut ikalnya yang tampak baru saja dikeringkan. Seketika Almahyra terdiam membisu. Ia tidak bisa melakukan banyak hal lebih banyak lagi ketika sudah berada di hadapan Abizard.
“Alma? Kamu ‘kok bisa ada di sini?” tanya Abizard penasaran.
“A-ab-bbi!” sahut Alma terbata-bata.
“Coba jawab, kenapa kamu ada di kamarku pagi buta begini?”
“Anu! Tadi, aku―”
“Aku, apa?” goda Abizard, “bilang saja kalau kamu sudah tidak sabar ingin bertemu denganku, ‘kan.”
“Kamu GR (Gede rasa) mana mungkin aku bisa melakuka hal itu.”
“Terus? Kamu mau apa di sini? Jangan bilang kamu lupa kamarmu.”
“Ihh! Kamu menyebalkan!”
“Hahahaha.”
Abizard sejak dulu memang suka sekali menggoda Almahyra. Dia melakukan itu karena ketika Almahyra merasa malu. Maka wajah cantiknya akan bersemu merah muda. Yang membuatnya terlihat semakin bertambah indah. Sebagai pria normal yang memiliki nilai pandang yang tinggi. Jelas saja, Abizard akan jatuh cinta kepada Almahyra.
Meskipun dia hanya gadis biasa. Dengan latar keluarga berantakan. Namun untuk segi tingkah laku, sopan santun, dan kebaikan hati dia akan selalu unggul. Ditambah lagi dengan parasnya yang tidak main-main.
“Ayo masuk, Sayang,” ujar Abizard menarik tangan Almahyra untuk ikut dengannya.
Almahyra masih tertunduk dengan wajah meronanya. Dia juga masih bungkam, belum mengatakan apa tujuannya ke tempat itu, akan tetapi sepertinya Abizard sudah paham. Dia mengambilkan air hangat dari dapur untuk Almahyra. Kemudian dia duduk di hadapan wanita tersebut, dengan pandangan mata yang selalu tertuju pada wajah kekasihnya.
Di tatap dengan begitu intens membuat, Almahyra semakin salah tingkah. Dia memalingkan wajah, hingga menutupi wajahnya menggunakan syal yang ia kenakan. Karena pandangannya terhalangi, Abizard mengerutkan dahi.
“Sayang! Kenapa ditutup? Aku ingin liat masa depanku lebih lama lagi,” ungkap Abizard.
“Abi. Kamu itu kebiasaan banget kayak begitu. Aku ‘kan jadi malu,” jawab Almahyra dengan wajah tertunduk.
“Kenapa sama aku? Aku suka lihat wajah kamu berwarna merah muda begitu.”
“Nah ‘kan mulai lagi!”
“Hehehe. Iya, iya. Enggak lagi.”
Untuk beberapa menit, keduanya hanya duduk berhadapan. Dengan Abizard yang terus saja menggoda wanita yang dirindukannya selama ini. Setelah itu, Almahyra memberanikan diri untuk memulai perbincangan.
“Abi. Ibu, sudah setuju dengan hubungan kita. Dan Beliau mengatakan agar kamu secepatnya menemui Beliau.”
“Baiklah. Aku selalu siap kapan saja, hari ini juga aku jalani. Asalkan kelak aku akan hidup dengan kamu, Almahyra.”
“Kamu ini enggak ada puasnya menggoda aku.”
“Mana mungkin aku bisa merasa puas menggoda kekasihku sendiri.”
Almahyra tersenyum malu-malu dengan wajah kembali merona. Mentari telah benar-benar menampakkan keagungannya. Dia memancarkan cahaya hingga makhluk hidup, terlebih manusia, yang sangat bergantung dengan cahaya matahari. Jika cuaca cerah maka segala aktivitas tidak terganggu.
Setelah cukup lama saling bungkam. Almahyra kembali menjadi orang yang membuka pembicaraan. Dengan raut wajah ragu-ragu wanita dengan rambut yang tergerai itu berkata, “apa yang kamu lakukan tadi siang? Kenapa kamu tidak ada di kamarmu?”
“Kamu mencari aku?” tanya Abizard dengan bola mata terbelalak.
“Enggak! Aku bukan mencari kamu untuk hal yang macam-macam. Tapi aku ingin mengabarkan tentang berita ini,” sahut Almahyra terlihat memberikan sanggahan yang tidak berarti.
“Siapa juga yang memikirkan kamu ingin berbuat Macam-macam! Atau jangan-jangan sekarang kamu memang tengah memikirkannya?”
“Hushh! Sembarangan kamu!”
Almahyra bangkit dari duduknya dan ingin keluar dari ruangan itu, akan tetapi Abizard lebih dulu menghadang langkahnya. Pria yang biasanya bersikap kaku, dingin dan membosankan. Entah mengapa saat berhadapan dengan Almahyra. Semuanya akan berubah, dan itu hanya berlaku untuk Almahyra seorang.
“Aduh. Maaf ‘dong, Sayang. Jangan merajuk begitu, nanti cantiknya hilang, ‘loh,” bujuk Abizard sambil berusaha meraih tangan Almahyra.
“Awas, Abi! Aku mau keluar!” tegas Almahyra terlihat masih kesal.
“Jangan ‘dong masa kamu tinggalkan aku sendiri lagi.”
“Aku mau keluar!!!”
Almahyra berteriak. Yang membuat Abizard seketika mendekap mulutnya. Abizard terlihat panik karena bisa saja orang salah paham ketika mendengar teriakan Almahyra. Abizard memelototi mata Almahyra dengan sorot mata penuh rasa geram. Alamhyra yang menyadari berusaha tetap cuek dan terlihat santai.
“Kamu mau buat aku digebuk warga, ya?” tanya Abizard dengan masih mendekap mulut Almahyra dengan lembut.
Almahyra menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa berbicara.
“Kalau kamu masih berani nekat kayak tadi, aku akan benar melakukannya sekarang.”
Abizard tampak menang dalam kondisi ini. Abizard memang pria cerdas dan paling bisa membalikkan keadaan. Tidak salah dia sudah menjadi CEO di usia yang bisa dibilang muda. Dalam ruang lingkup bisnis. Bulan depan usia Abizard akan tepat 28 tahun. Dan semuanya seprt tidak terasa.
Semunya mengalir begitu saja, ia menjalaninya dengan alur yang ada. Begitu juga dengan Almahyra. Meski usianya sudah cukup jauh berbeda dengan Abizard. Namun kedewasaan yang miliki Almahyra menjadikan dia jauh lebih unggul dari yang lain. Almahyra juga tidak pernah ragu untuk melakukan hal yang sebaiknya dia lakukan. Terkadang meski harus ia yang berkorban.
Kring! Kring!”
“Halo. Selamat pagi, dengan keluarga, Ibu Haifa Ayda dan Bapak Abizard di sini,” ujar seorang pelayan ketika telepon rumah itu berdering.
Haifa ayda, wanita berkulit putih dengan rambut cokelat, dan memiliki kebiasaan merobek kertas ketika menahan amarah. Dia adalah istri sah dari Abizard. Secara hukum negara dia memang istri yang tertulis di dalam data. Namun semua itu tidak terjadi dalam kehidupan nyata keduanya. Lima tahun sudah pernikahan keduanya berlangsung.
Sehari pun ia belum pernah merasakan menjadi istri dari seorang Abizard. Ia hanya memiliki Abizard dalam data kenegaraan. Akan tetapi tidak dengan raga, apa lagi hati dari pria yang sangat dikaguminya. Sebagai wanita dengan kedudukan yang tinggi, Ayda sering kali direndahkan oleh Abizard.
Ayda juga tahu bahwa pernikahan mereka sebenarnya, tidak pernah diharapkan oleh sang suami. Ayda bahkan sangat tahu bahwa hati Abizard hanya untuk Almahyra. Kekasihnya sejak dulu, akan tetapi Ayda mengambil alih kepemilikan Abizard. Dengan menggunakan kedekatan keluarga mereka. Itulah alasan mengapa Abizard tidak pernah menyukainya.
Tok! Tok!
“Permisi, Nyonya. Ada telepon untuk, Nyonya dari seseorang yang mengaku bernama Amir,” ujar kepala pelayan di rumah Ayda.
“Amir, siapa? Saya tidak merasa mengenal orang bernama Amir. Katakan saja saya sedang sibuk, Mbok,” sahut Ayda seraya melanjutkan kegiatannya menonton televisi.
“Baik, Nyah.”
“Sekarang banyak banget orang enggak dikenal menelepon ke rumah, ada apa, ya?” gumam Ayda seraya mengalihkan acara televisi yang sedang ditontonnya.
Tidak lama setelah itu, sang pelayan kembali menemui Ayda. Beliau mengatakan, bahwa orang yang bernama Amir ingin menyampaikan kabar penting. Dan itu menyangkut sang suami, Abizard. Mendengar nama Abizard tanpa pikir panjang, Ayda langsung bergegas menghampiri meja telepon.
“Halo,” sapa Ayda ketika gagang telepon sudah di telinganya.
“Apa benar ini dengan, Ibu Haifa Ayda? Istri dari Bapak Abizard Eser?” sahut pria di ujung sambungan telepon.
“Iya, benar dengan saya sendiri. Anda siapa, ya, ada apa dengan suami saya?”
“Suami, Anda baik-baik saja, bahkan jauh lebih baik dari yang saat ini sedang Anda pikirkan.”
“Maksud kamu apa!”
“Saya sudah mengirimkan paket di depan rumah Anda, silakan sekarang juga Anda ambil dan lihat sendiri.”
Tut! Tut! Tut!
Sambungan telepon tersebut terputus. Setelah pria itu mengungkapkan ada paket di depan kediaman Haifa Ayda. Tampaknya dia juga penasaran dengan isi paket tersebut, sehingga Ayda bergegas ke sana sendiri. Dia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri. Setelah pintu dibuka, ternyata apa yang dikatakan sang penelepon benar adanya.
Sebuah kardus cokelat dengan perekat berwarna senada. Tergeletak tepat di depan pintu bernuansa American Clasic dengan warna putih gading. Ayda tampak mengerutkan dahinya ketika melihat benda itu, perlahan jemari lentiknya meraih―lalu membawanya ke dalam. Sesampainya di kamar, dia langsung menyiapkan pisau Cutter setelah itu, Ayda langsung duduk bersila di atas tempat tidur.
Mata bulat itu seketika terbelalak. Binar matanya memancarkan amarah yang membara. Ayda terdiam mematung untuk beberapa saat, sebelum akhirnya dia meraih beberapa lembar potret. Gambar yang ada di sana, memperlihatkan Abizard tengah berbincang mesra dengan Almahyra di bawah sinar Sunset yang indah.
Keduanya tampak tertawa bahagia. Menikmati suasana yang terlihat sangat romantis. Sontak saja hal itu membuat, wajah Ayda merah padam. Garis wajahnya menegaskan emosi yang bergelora.
“Apa-apaan ini!! Kurang ajar! Ternyata kamu berani menemui wanita itu di belakangku, Abi!” pekik Ayda menggema.
“Dasar Wanita Jalang! Beraninya kaukembali lagi dalam kehidupanku!”
“Lihat saja, aku akan membalas semua yang sudah kauperbuat!”
Kemarahan yang tengah menyelimuti jiwa Ayda. Membuatnya terlihat menyeramkan. Dia tidak terlihat seperti wanita lemah lembut, yang biasa melayani suami dengan baik lagi. Saat ini segala dendamnya telah mengubah ia bagaikan pembunuh berdarah dingin. Seringai di ujung bibirnya, membuatnya terlihat semakin mengerikan.
Amir yang tengah berada di kamarnya terlihat tengah berbaring di atas tempat tidur. Dengan senyuman penuh kepuasan. Tampaknya dia benar-benar senang dengan apa yang sudah ia lakukan. Seringai licik pun tersaji di wajahnya, sungguh ia pun menjadi pria buta akan ilmu. Yang disebabkan oleh rasa cintanya kepada Almahyra.
“Hahaha. Sekarang aku hanya tinggal menunggu saja, biarkan semuanya berjalan sendiri,” gumam Amir dengan riang.
“Setelah sang Nyonya beraksi kelak. Aku hanya tinggal maju seakan menjadi penyelamat bagi, Alma. Dan saat itu juga dia akan menerimaku, hahahaha.”
Amir sungguh percaya diri dengan ide yang dia miliki. Namun sayangnya, dia tidak tahu pada siapa sebenarnya dia sedang berhadapan. Amir beranggapan dapat dengan mudah memperalat Ayda. Yang nyatanya, dialah yang akan dipergunakan Ayda sebagai alat untuk mendapatkan kembali Almahyra yang selama ini dicarinya. Tentu saja, tujuan Ayda mencari Almahyra bukan untuk berdamai.
Akan tetapi, sejak awal Almahyra sudah direncanakan akan dihilangkan dari dunia ini. Dan Ayda juga tidak akan peduli dengan perasaan Amir yang telah membantunya. Bahkan, bisa saja Amir akan menjadi korban bersama Almahyra. Karena yang ada di dalam pikiran Ayda hanya Abizard.
Ayda hanya ingin Abizard menjadi miliknya. Dia tidak pernah ambil pusing dengan hardikan Abizard, karena yang ia butuh ‘kan hanya sosok Abizard selalu dapat ia lihat. Ayda sejak masa lajangnya sudah dikenal sebagai Gadis Tanpa Belas Kasih. Sejak dulu dia selalu memaksakan kehendak, pada apa pun yang ia inginkan.
Kring! Kring!
“Halo, dengan kediaman Esser di sini,” ujar suara perempuan yang ada di ujung sambungan telepon.
“Saya Haifa Ayda, sambungkan telepon ini kepada Mama,” sahut Ayda dengan nada datar.
“Baik, Nyonya. Mohon Anda menunggu untuk beberapa saat.”
Tut! Tut!
Telepon tersebut berakhir dan kembali terdengar di lantai 2 kediaman dengan interior klasik tersebut, suara telepon tetap berbunyi untuk beberapa saat. Sebelum akhirnya seorang wanita tua mengangkat telepon dan menyapa dengan ramah. Ayda tanpa ragu langsung menyapa sang ibu mertua. Ya, itu memang ibu dari Abizard. Wanita dengan mata cokelat dan rambut tertata rapi itu, langsung ceria ketika menantu kesayangannya menelepon.
“Ayda! Kamu ke mana saja? sudah lama kamu tidak telepon, Ibu. Ada apa, Anak?” tanya sang mertua dengan lembut dan penuh kasih.
“Maafkan Ayda, Bu. Selama ini Ayda sedikit lebih sibuk dari biasanya,” sahut Ayda dengan datar dan tidak seperti biasanya.
“Iya Ibu paham kalian berdua pasti sangat sibuk.”
“Ibu, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu.”
“ Katakan saja, Sayang. Mengapa kamu harus ragu begitu.”
“Jadi begini, Bu. Apa Ibu sudah tahu, kalau ternyata wanita yang selama ini kita kira sudah tiada. Ternyata masih hidup?”
“APA! JANGAN BERCANDA KAMU!”
Wanita dengan penampilan formal dan tampak sudah memasuki usia senja itu, seketika terkejut dan terperangah mendengar ucapan Ayda. Rambut putihnya terlihat cantik dengan sanggul di bagian belakang kepala. Dan diberi sebuah pita rambut dengan memperlihatkan kesan mewah. Sungguh ciri khas ibu-ibu sosialita.
Siang dengan cuaca yang menyengat. Tidak membuat Emilia dan juga wisatawan lain menyerah untuk menelusuri jalan setapak untuk menuju lokasi wisata air terjun yang lainnya. Bocah berusia lima tahun itu, terlihat semangat dan tidak ingin diberikan pertolongan untuk digendong oleh Abizard. Yang saat itu ikut berpetualang bersama Alma, Emilia, calon mertuanya, dan juga sang adik.
Sungguh hari ini menjadi momen paling membahagiakan untuk Almahyra. Selama ini ia selalu membayangkan bagaimana rasanya berlibur bersama anak dan juga kekasihnya. Dan―semua harapannya menjadi nyata. Tidak ada lagi pertemuan sembunyi-bunyi antara dia dan Abizard. Meski Emilia belum mengetahui siapa sebenarnya Abizard, akan tetapi ikatan batin antara keduanya jelas sekali terlihat.