Mungkin dikarenakan lelah yang sudah tak terbendung. Almahyra langsung tertidur pulas. Meski dia harusnya bisa berjaga. Begitu pula dengan ibu dan anaknya. Semuanya lelap dalam tidur. Hingga tidak terasa pagi telah datang menyapa. Dengan segala sisa-sisa kedatangannya. Malam menyampaikan pada dunia melalui warna langitnya yang kini mulai berwarna jingga cerah.
Bersama datangnya sang mentari. Itu pertanda bahwa berakhir sudah malam Almahyra di hotel persinggahan. Ia dan kedua orang terkasihnya, akan kembali melanjutkan perjalanan menuju tempat yang sebenarnya. Almahyra bangkit dari tempat tidurnya.
Merenggangkan otot kemudian berjalan menuju balkon hotel. Ia melihat pemandangan yang menakjubkan. Hamparan lapangan rumput hijau dengan embun pagi. Desiran bayu terasa menusuk hingga ke tulang.
“Dulu kita pernah berjanji akan ke sana. Sayangnya, itu semuanya hanya kenangan lalu,” gumam Almahyra dengan tersenyum simpul.
“Sayangnya mimpi itu tidak dapat terwujud.”
“Kini kamu sudah hidup bersamanya. Dan pastinya kamu juga sudah bahagia di sana.”
Mengenang masa indahnya bersama sang pujaan hati. Entah sampai kapan ia mampu bertahan dengan keadaan yang menyedihkan itu, akan tetapi hingga detik ini tak ada yang mampu membuka hatinya. Begitu kuat cinta yang ia persembahkan untuk Abizard. Begitu pula sebaliknya. Meski keduanya tak saling tahu. Beberapa saat lagi, dua hati itu akan bertemu kembali dalam keadaan yang telah berbeda. Apa yang akan terjadi?
Setelah perjalanan darat ditambah laut. Kurang lebih hampir 34,5 km. Kini tibalah, Almahyra di tempat yang selama ini ada dalam khayalannya. Mata wanita yang selama ini terlihat tegar, akan tetapi hari ini berkaca-kaca menahan haru. Emilia tertegun melihat pemandangan yang sangat menakjubkan di depannya. Ketika mereka menginjakkan kaki pada air laut jernih berlantaikan hamparan luas pasir putih.
Kedatangan mereka langsung disambut oleh beberapa orang. Almahyra terlihat sedikit curiga, mungkin karena semuanya terlihat. Benar-benar sudah diatur sedemikian rupa. Orang-orang ini ditugaskan untuk menjemput Almahyra dan keluarganya. —langsung dibawa ke hotel yang sudah dipesankan atas nama Almahyra. Amir dari balik tirai kamar yang tampak sunyi diam-diam memperhatikan Almahyra.
“Akhirnya, hari yang sudah lamaku nantikan. Datang juga,” gumam Amir dalam pengamatannya.
“Mama! Emil, suka tempat ini!” seru Emilia dengan berlari kecil menyusuri jalan kayu menuju kamar mereka.
“Syukurlah, kalau Anak Mama suka sama tempat ini.” Almahyra tersenyum bahagia melihat sang putri yang kini tengah melompat-lompat riang.
Wajah Amir tampak senang melihat keponakannya, benar-benar menyukai tempat yang dipilihnya. Pemandangan di depan sana menyajikan pesona yang luar biasa. Laut yang biru, pasir putih, dengan terik mentari cerah. Menambah keindahan serta kehangatan. Langit biru selaras sekali pada hamparan laut yang membentang. Awan putih yang ada di atas sana terpantul dengan sangat jelas.
“Alma, aku harus menunggu berapa lama lagi untuk bisa menemuimu,” rintih Abizard baru saja menyaksikan wanitanya berlalu di hadapannya.
“Tuhan, aku sudah tidak sabar lagi untuk menemui wanitaku,” sambungnya lagi dengan mata berkaca-kaca.
Setelah pelayan yang mengantarkan mereka keluar. Almahyra langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Emilia ikut merebahkan diri di samping sang ibu. Tak lama setelah itu anak kecil dengan paras cantik dan tingkah yang riang itu, tertidur dengan hembusan angin laut yang masuk bebas ke kamar mereka dan membuat gorden beterbangan. Tampaknya Emilia benar-benar kelelahan dengan perjalanan panjang mereka sejak kemarin. Tak lama neneknya juga ikut tertidur.
“Ibu aku mau keluar sebentar, nanti kalau ada apa-apa telepon saja, ya,” bisik Almahyra seraya mencium pipi kiri sang ibunda.
“Hati-hati, ya Nak.” Sang ibu tampak tersenyum dengan mata yang sudah benar-benar berat.
Almahyra mengenakan sunblok sebelum meninggalkan anak dan ibunya yang tengah beristirahat. Gaun panjang tanpa lengan yang dikenakannya. Mulai melambai-lambai tertiup oleh derasnya angin. Ia tampak berjalan menyusuri tempat penginapan yang berjajar di atas air, pada pinggir pantai. Setelah tiba pada ujung jalan kayu yang ditujukan untuk para pengunjung penginapan.
Almahyra beberapa kali memperhatikan sekitarnya. Sepertinya ia merasa seakan ada yang mengikutinya. Ia berpegangan pada dinding kayu yang sering dijadikan tempat berfoto oleh para pengunjung. Wajahnya tampak menengadah ke langit. Menikmati hangatnya sinar matahari. Terlihat ia sangat menikmati suasana sekitar dengan segala perasaan campur aduk.
Sesaat ketika ia hendak berbalik dan menoleh ke belakang, tahu-tahu wajahnya memucat seakan kehilangan darah. Abizard berdiri dengan gagah tepat di belakangnya. Dengan sorot mata tajam yang tertuju pada wajah Almahyra. Roman wajah Almahyra, menegang. Secara spontan kedua tangan wanita itu menutupi mulutnya. Yang nyatanya bungkam tanpa suara.
“Kenapa? Kenapa kamu menghilang dariku!” bisik Abizard dengan nada rendah yang terdengar menakutkan. Dan tatapan mata—sangat tajam.
“A-a-a-ah! Maaf, sepertinya aku harus pergi,” sahut Almahyra, berusaha menghindar.
Baru saja ia tampak akan meninggalkan Abizard. Pria yang sejatinya selama ini dirindukannya. Namun, Almahyra kalah cepat dan kekuatan, dibandingkan dengan Abizard yang memiliki perawakan kokoh dan terjaga. Abizard menarik tangan kanan, Almahyra dengan kuat. Lalu mendorong tubuh mungil itu ke pembatas jalan. Almahyra tampak terdesak dan terpojok karena Abizard semakin mendekati tubuhnya.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku, kenapa kamu menghilang?” bisik Abizard penuh arti.
“Maafkan aku. Tapi, itu semua aku lakukan karena tidak ingin menjadi benalu dalam hidupmu,” sahut Almahyra lirih, “aku tidak mau dianggap sebagi sebab dari gagalnya pernikahanmu dengan wanita yang dipilihkan oleh ibumu langsung.”
Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Bibir tipis nan indah itu terlihat bergetar ketika menyampaikan isi hatinya. Seakan ia tak sanggup untuk menjelaskan segalanya. Pada pria yang selama ini masih ia cintai. Bahkan, hingga detik ini pun cinta itu pastilah masih disimpannya untuk Abizard.
“Lalu. Kamu pikir dengan melakukan itu aku akan bahagia? Kamu pikir apa yang kamu lakukan sudah benar?” desak Abizard dengan nada yang mulai meninggi, “apa kamu pernah memikirkan kebahagiaanku? Apa kamu pernah terpikirkan, bagaimana bila aku tidak mampu bertahan dengan pilihan salahmu ini? Apa kamu selalu seperti ini?”
Almahyra semakin terpojok dengan rentetan pertanyaan yang diajukan oleh, Abizard. Tampaknya Abizard dengan sengaja tak memberinya ruang untuk melakukan pembelaan diri. Almahyra hanya bisa tertunduk dengan raut muka sedihnya. Ia juga terlihat bingung akan melakukan apa terhadap pria yang tengah mendesaknya. Meski demikian, ia terus berusaha bertahan dari gejolak rasa yang mulai merasuki.
“Alma! Kapan kamu bisa memikirkan hidupmu sendiri. Dan mempertimbangkan terlebih dulu sebelum bertindak keterlaluan,” ujar Abizard yang sudah mulai melembut, “katamu tak ingin merusak hidupku. Nyatanya, perbuatanmu inilah yang malah membawaku pada kehancuran selama ini! Alma kamu tidak berhak memberikan pendapatmu untuk hidup orang lain! Coba kamu atur saja kebahagiaanmu.”
Abizard menghentikan kalimatnya sejenak. Ia tampak membuang nafas yang panjang. Kini semuanya benar-benar terpampang dengan nyata. Di mana, Almahyra hanya mampu terdiam tanpa menjawab satu patah kata pun. Tampaknya ia juga menyadari apa yang dikatakan oleh Abizard benar adanya.
“Kamu mementingkan orang lain, sedangkan hidupmu seperti ini! Menderita, kekurangan, dihina, dan juga dicampakkan oleh orang-orang,” Abizard kembali meluapkan isi hatinya yang sudah terpendam selama 5 tahun ini, “kamu benar-benar jahat dan egois, Alma! Dan kamu juga membawa anak kita dalam semua derita ini.”
“Tapi selama ini aku bisa mengatasi semuanya sendiri,” jawab Almahyra lirih.
Di bawah terik matahari yang cemerlang. Dua hati yang sudah lama saling merindu dalam hening. Kini bertemu dan saling tatap. Dua pasang mata itu kini saling beradu. Gejolak itu jelas dirasa, akan tetapi ada sebuah alasan yang dimiliki Almahyra. Mengapa ia tidak langsung menghambur dalam pelukan sang pria tercinta.
Alis tebal bagaikan ulat bulu yang bertengger pada dahi Abizard. Kini saling bertemu karena sang pemilik tengah mengerutkan dahinya. Manik mata sang CEO tampan menyorot tajam pada Almahyra. Yang kian terlihat terdesak pada dinding pembatas. Kondisi itulah yang dimanfaatkan oleh, Abizard untuk semakin menguasai kondisi. Ia mendekatkan wajahnya pada wanita cantik yang tak berubah sama sekali. Meski sudah 5 tahun keduanya tak berjumpa.
“Kamu bilang kamu bisa mengatasi semuanya?” tanya Abizard dengan wajah serius.
“I-ii-iya,” sahut Almahyra lirih.
“Kamu mungkin bisa mengatasi segalanya dengan mudah. Tapi, apa kamu pernah terpikir denganku?” tanya Abizard, “aku tidak bisa, Almahyra! Kamu benar-benar egois!”
“A-aku han―” kalimat yang diucapkannya terpotong tak kala air mata mulai membasahi kedua pipi Almahyra.
“Kamu! Jangan begitu,” ucap Abizard seketika menjadi lembut.
Abizard yang awalnya sudah terlihat sangat marah. Dengan wajah yang sudah memerah, dalam sesaat langsung berubah. Ia yang sejak pertama sudah tampak benar-benar tidak tahan menahan amarahnya. Kini, justru menjadi simpati melihat Almahyra hanya tertunduk diam dengan derai air mata.
Sepertinya perkataan Abizard benar-benar sudah menyakitinya. Kemarahan sang kekasih pun yang menumbuhkan kesedihan mendalam pada Almahyra. Ombak, pasir putih, laut yang membiru dengan sinar mentari yang hangat. Semuanya kini telah menjadi saksi bisu. Betapa Abizard sangat menyayangi Almahyra. Ia bahkan bisa langsung meredakan amarahnya. Ketika Almahyra sudah menangis.
Jarak yang sangat jauh rupanya tidak menjadikan hati kedua insan ini ikut terpisah. Namun, keduanya justru saling meyakini bahwa akan ada masanya mereka kembali bersatu lagi. Mereka saling mendoakan dalam setiap langkah yang mengiringi. Tidak lupa keduanya juga selalu menjaga diri. Abizard langsung memeluk mesra tubuh wanitanya, yang selama ini selalu dicari dan diharapkannya.
“Alma. Asal kamu tahu saja, aku tak pernah bisa membagi hatiku untuk wanita mana pun,” ungkap Abizard dengan nada lembut dan terdengar tulus.
“Tapi kamu sudah memiliki seorang istri, Bi. Mana mungkin aku akan tetap masuk ke dalam hidupmu,” jawab Almahyra lirih dengan raut wajah murung.
“Alma! Asal kamu tahu saja, ya. Aku sudah benar-benar lelah harus mengalah demi bahagianya orang lain,” ungkap Abizard, “jika aku terus melakukan itu, maka kapan, tiba saat untukku.”
“Abi kam―” kalimat Almahyra kembali terpotong karena jari telunjuk kanan Abizard mendarat tepat di bibirnya.
Tak banyak bicara lagi. Abizard kembali mempererat pelukannya. Keduanya kini tengah melepas rindu yang selama ini terpendam. Kondisi dan jaraklah yang memaksa keduanya untuk tidak bertemu. Sebuah kecupan lembut mendarat pada sepasang daging lembut. Dengan warna merah muda serta bentuk tipis yang terlihat menggemaskan. Lumatan mesra tersebut terus diberikan oleh Abizard.
Sehingga membuat sang empunya jasad tampak gelagapan. Terlihat jelas dari cara keduanya membawa diri salam suasana. Dapat dipastikan mereka tidak ingin di pisahkan lagi. Seakan ada sebuah kata yang tak terucap akan tetapi dapat di rasakan. Almahyra terlihat sangat menikmati sambutan yang diberikan oleh, Abizard terhadapnya. Setelah itu Abizard menuntun wanita yang kini ada dalam dekapannya untuk ikut bersamanya.
“Kita mau ke mana?” tanya Almahyra.
“Akan ke kamarku,” jawab Abizard dengan senyuman nakal.
“Tapi, aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
Garis muka Abizard kini tampak penuh tanda tanya. Setelah mendengar penolakan yang diberikan Almahyra. Sedangkan Almahyra tertunduk dengan mata sayu dan bibir yang tertarik ke bawah. Abizard semakin mengernyitkan dahinya. Tampaknya ia sedang menanti jawabnya dari wanitanya.
“Kamu ... sudah punya istri. Jadi, aku tidak boleh menjadi penghancur hubungan kalian,” jawab Almahyra, “aku tak ingin pengorbanan yang telah kulakukan akan sia-sia.”
“Apa! kamu masih saja memikir Wanita j*****m Itu! aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, Almahyra!” seru Abizard kembali terbakar emosi mendengar jawaban yang dilontarkan Almahyra.
“Abi, aku melakukan itu semua demi kamu dan anak kita. Aku tidak mau anak kita pergi dari dunia ini,” ungkap Almahyra lirih dengan mata yang kembali berkaca-kaca.
“Tunggu dulu. Apa maksud kamu?” tanya Abizard terlihat belum memahami apa yang dimaksud Almahyra.
“Iya. Ibumu, dia yang memintaku untuk menggugurkan anak itu dan Beliau juga ‘lah yang menjadi dalang dari segalanya,” jelas Almahyra dengan disertai isak tangis.
Abizard seketika terdiam. Ia bungkam. Bahkan kali ini Almahyra terlihat menguasai situasi. Abizard seakan mendapatkan sebuah kejutan yang paling menyakitkan. Dia terlihat frustrasi saat mengetahui fakta yang sebenarnya. Selama ini yang ia tahu hanya ibunya yang memisahkan ia dan Almahyra. Hanya sebatas itu.
“Alma. Kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?” tanya Abizard dengan nada yang lirih.
“Aku tentu tidak akan bisa melakukan hal tersebut, Abi. Karena untuk bisa menyelamatkan bayi kita saja, aku hampir meregang nyawa,” kenang Almahyra dengan raut wajah yang terlihat sedih.
“Lalu apa yang dilakukan, Amir terhadapmu saat itu?” tanya Abizard dengan kedua lutut yang mulai melemas dan terlihat bergetar.
“Tidak. Dia hanya menuruti perintah dari ibumu. Aku justru berterima kasih padanya karena telah mengirimku ke rumah sakit dan menyembunyikan aku dari kejaran orang suruhan ibumu dan calon istrimu.” Tampaknya Almahyra sudah merasa lebih baik. Sehingga dia sudah dapat bercerita dengan baik.
Abizard terduduk dengan bersandar pada dinding pembatas jalan. Matanya menatap lurus ke depan dengan sorot yang redup dan seolah ingin padam. Almahyra ikut duduk di sampingnya dan meletakkan kepalanya pada bahu Abizard.
“Asal kamu tahu saja, Alma. Aku bahkan tidak pernah menyentuh secuil ‘pun Wanita Jalang Itu!” seru Abizard dengan sorot mata penuh kebencian.
Almahyra langsung terkejut dengan mulut yang menganga. Ia tentu saja tidak semudah itu meyakini ucapan Abizard. Wajah polosnya tampak semakin cantik dengan kedipan mata layaknya seorang bocah. Almahyra tampak meragukan perkataan Abizard.
“Bagaimana mungkin kamu tidak menyentuh istrimu sendiri, Abi. Apakah itu tak akan membuatnya semakin berusaha?” ujar Almahyra, “lagian kalau kita melakukannya. Apa yang haru aku lakukan, kalau sampai ada yang tahu hal ini.”
“Dan yang haru kamu tahu adalah kali ini aku tidak akan menyerah. Aku akan melakukan hal apa pun, dan rela membayar semahal apa pun agar tidak ada yang mengganggu kita lagi,” jawab Abizard.
“Apa kamu yakin, hubungan kita ini masih bisa dilanjutkan kembali?” tanya Almahyra.
“Sayang. Aku sudah sangat menderita kehilangan kamu selama ini. Dan kali ini aku tidak akan Bodoh lagi!”
Setelah, pembicaraan hangat yang membuat keduanya saling percaya. Keduanya berjalan menuju tempat yang sudah disiapkan. Sebuah kamar tidur dengan tatanan cantik. Sudah pasti kamar ini diperuntukkan bagi pasangan pengantin baru. Almahyra tampak sangat terharu ketika pertama kali membuka pintu. Terpancar kebahagiaan pada wajah wanita yang selama ini menanggung nestapa.
Langkah pertama keduanya disambut oleh taburan kelopak mawar merah. Menuju tempat tidur terdapat kembali―yang ditata membentuk lambang hati. Dengan dua buah handuk yang dibentuk sepasang angsa putih yang tengah berdekatan. Abizard datang dari belakang, ia langsung memeluk Alma―dengan sangat mesra. Kemudian dengan lembut, Abizard membelai untaian rambut Almahyra yang tergerai cantik pada punggung wanitanya.