6. Bujukan Mantan

1110 Words
??? Tak terasa sudah lima hari Davin dirawat. Kondisi anak itu berangsur-angsur membaik. Setiap hari aku yang menunggui anak itu. Mami datang bersama Abella kala siang. Sedang Mas Ferdi menjenguk di waktu malam. Davin meminta ditemani sepanjang waktu. Sehingga tidak ada waktu pulang bagiku. Bahkan untuk sekadar mengambil baju ganti, terpaksa aku menyuruh Risa yang mengantar. Sempat kesal saat mendengar Mami kembali memasukan Abella ke sekolah. Karena aku sudah berniat ingin memindahkan Abella ke sekolah Bina Insani. Namun, demi melihat betapa antusiasnya Abella bercerita tentang teman-temannya di SD Polisi 4, aku hanya bisa mengalah. ? Hari ini Davin sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Mas Ferdi berjanji akan menjemput kami, waktu makan siang. Ketika aku telah selesai mengurusi adminitrasi, terdengar seseorang memanggilku di lobby rumah sakit. Saat aku menoleh, ternyata Mas Rudi yang memanggil. Dia tengah menggandeng tangan Keyra. Sedikit pangling dengan penampilannya yang sekarang. Wajah dan tubuhnya terlihat lebih segar dari beberapa bulan lalu. Ketika terakhir bertemu di pengadilan Yasmin, saat sama-sama menghadiri sidang cerai kami masing-masing. Pria berperawakan sedang, tetapi lumayan menawan itu mendekat. "Apa kabar, Ay?" sapanya hangat sembari mengulurkan tangan. "Baik." Aku menjawab seraya membalas jabatannya. "Tante, bagaimana keadaan Davin?" "Hari ini sudah boleh pulang, Sayang." Aku menjawab pertanyaan Keyra sambil mengusap rambut panjang anak itu. "Memang anakmu sakit apa?" Kembali Mas Rudi bertanya. "Keserempet motor, Mas," jawabku kecut. Mas Rudi terlihat terkejut mendengar jawabanku. Lantas meminta izin. "Boleh kami menjenguknya?" "Tentu. Mari!" Kuajak ayah dan anak itu masuk ke ruangan Davin. Begitu tiba, Davin tampak bahagia melihat teman sekelasnya datang. Kedua anak kecil itu pun terlibat obrolan seru seputar sekolah mereka. Sementara aku dan Mas Rudi hanya bisa tersenyum melihat tingkah kedua bocah itu. Kemudian kami berdua juga terlibat perbincangan yang santai di sofa. Mas Rudi bercerita tentang kehidupannya pasca berpisah dengan Nella. Pria itu bilang hidupnya jauh lebih menyenang ketimbang saat masih bersama Nella. Dia juga mengabarkan kalau sudah bekerja di sebuah kafe di daerah Padjajaran sebagai manager. "Aku bisa membantu bila kamu butuh pekerjaan." Aku hanya tersenyum simpul, saat pria itu menawarkan bantuan. Obrolan terus berlanjut. Tak disangka mantan suami Nella itu punya selera humor yang lumayan. Beberapa kali aku dibuat tersenyum mendengar jokesnya. Ternyata Mas Rudi sosok yang menyenangkan dan hangat. Padahal dulu kupikir, dia orangnya lebih pendiam dari Mas Ferdi. Karena walau kenal, tetapi kami tidak terlalu dekat dan jarang berbincang. Kami cuma beberapa kali ketemu di acara yang di selenggarakan oleh Nella dulu. Ketika kami masih asyik bercakap-cakap, tiba-tiba Mas Ferdi datang. Dehaman kerasnya membuat Mas Rudi menghentikan cerita. Lalu kedua pria itu tampak saling berpandangan. Seperti biasa sorot Mas Ferdi terlihat begitu tajam, sedang Mas Rudi tampak santai. Entah kenapa Mas Ferdi mendadak menunduk. Aku pikir, dia pasti merasa bersalah pada Mas Rudi karena pernah meniduri istrinya. Aku yakin itu! Dengan tenang Mas Rudi mendekat pada Mas Ferdi dan mengulurkan tangan. "Apa kabar, Fer?" "Ba-baik," jawab Mas Ferdi terlihat canggung saat membalas jabatan tangan Mas Rudi. Lantas dia segera menatapku. "Udah siap?" Aku mengangguk dan menunjuk sebuah tas besar berisi pakaian Davin. "Ya udah, ayo kita pulang sekarang!" ajak Mas Ferdi datar. Dia sama sekali tidak menggubris kehadiran Mas Rudi. Mungkin karena merasa diabaikan, maka Mas Rudi pun pamit undur diri. Sebelum meninggalkan ruangan, kembali mantan suami Nella itu melempar senyum ramah pada Mas Ferdi dan hanya dibalas anggukan kecil oleh yang bersangkutan. ? Setelah Mas Rudi dan Keyra ke luar ruangan, Mas Ferdi membopong tubuh Davin. Lalu mendudukannya di kursi roda. Melihat aku sudah siap dengan tas besar di tangan, lelaki itu mendorong kursi roda untuk meninggalkan ruangan menuju mobil di parkiran. Aku sendiri mengikuti langkahnya dari belakang. ? Sepanjang perjalanan, suasana mobil terasa begitu sunyi. Tidak ada yang bersuara. Aku yang diam sembari melihat jalanan, sedang Mas Ferdi tampak fokus dengan kemudinya. Sementara Davin terlelap tidur di pangkuanku. Hingga sampai rumah, Mas Ferdi tidak juga membuka suaranya. Bila dilihat dari raut muka, sepertinya dia cemburu melihat kedekatanku dengan Mas Rudi tadi. Jika itu benar, peduli amat! Toh dia sudah bukan apa-apaku lagi sekarang. Begitu mobil terpakir di garasi, Mas Ferdi segera turun dari mobil. Lalu meminta alih padaku untuk membopong Davin yang tertidur. Ketika sampai di pintu, Abella menyambut kedatangan kami dengan gembira. Suaranya yang berisik membuat Davin terbangun. "Abell, sendirian di rumah?" tanyaku heran. Karena rumah tampak begitu sepi. "Ada Mbak Leha di dapur," sahut Abella ceria. "Mami?" Kali ini Mas Ferdi yang bertanya. "Mami belum datang," jujur Abella. Gadis kecil itu mengikuti langkah Mas Ferdi menuju ruang keluarga. Ketika kami semua tengah berkumpul di ruang keluarga, Leha datang membawa minuman. Setelah menaruh di meja, gadis itu kembali ke belakang. "Bunda, nginep di sini kan?" Pertanyaan Davin membuat aku tersedak, saat tengah meneguk sirup jeruk buatan Leha. Dengan berat hati aku menggeleng. "Kenapa, Bun?" cecar Davin kesal. "Davin, sudah berapa kali bunda bilang? Rumah bunda bukan di sini lagi, tapi di tempatnya nenek Uni," terangku lembut. "Abell gak mau pulang ke rumah nenek Uni! Nenek Uni galak. Huh!" Abella berujar dengan mulut yang mengerucut serta melipat tangan di d**a. Mendengar itu, aku hanya bisa mendesah pelan. "Bunda, Davin mohon menginaplah di sini!" Davin meminta dengan suara yang memelas. Membuat aku merasa semakin bingung. "Kalo Bunda tidak mau, Davin juga tidak mau minum obat. Biar tidak sembuh sekalian!" Ancaman Davin membuat aku kian tak berkutik. Sebenarnya ingin berteriak tidak, tapi rasa iba di d**a pada anak itu tak dapat dilawan. Sehingga memaksaku untuk menganguk, walau dengan lemah. "Yeayy!" Davin dan Abella bersorak gembira melihat keputusanku, sedang Mas Ferdi tampak mengulum senyum. Bahkan lelaki itu sempat mengedipkan satu mata saat menyadari aku tengah meliriknya. Dih! "Tapi ingat! Bunda menginap cuma satu malam, ya! Besok bunda dan Abella harus sudah pulang ke rumah nenek Uni." Aku memperingatkan dengan tegas. "Abell mau tinggal di sini! Gak mau pulang ke rumah nenek Uni!" Abella tak kalah tegas berujar. "Bunda nginep di sini selamanya!" timpal Davin memaksa. "Gak bisa Davin!" Aku menyahut. "Harus bisa, Bun! Iya nggak, Bell?" "Betul," sahut Abella mantap. Huh! Kalau sudah begini, aku hanya bisa menghela napas dengan kasar. Karena percuma melawan dua bocah kecil itu. Tidak bakalan menang. Merasa penat, kutinggalkan mereka semua menuju kamar Abella. Lalu segera merebahkan badan sembari memikirkan apa yang akan terjadi hari esok. Ketika tengah merenung, terdengar pintu kamar berderit. Ketika kutoleh, ternyata Mas Ferdi yang masuk. Refleks aku segera bangkit duduk. Lelaki itu mendekat dan duduk di sampingku. "Terima kasih karna sudah mau memenuhi permintaan Davin," ucapnya lembut. "Besok juga aku pulang," ujarku ketus. "Tak apa. Makasih, ya." Tak disangka Mas Ferdi mengecup pipiku. "Ihh ... apaan sih, Mas!" Namun, protesan kesalku hanya dibalas senyuman kecil oleh Mas Ferdi. Kemudian lelaki itu beranjak pergi meninggalkanku yang masih gondok dengan tingkahnya barusan. Dasar!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD