⭐Part 4⭐

1469 Words
Yuda terbangun dari tidurnya, tapi dia merasa berat. Seperti ada yang menindihnya dibagian perut. Ketika dirinya bangun untuk melihat, ternyata benar. Ada tangan yang memeluknya. Senyumnya terbit melihat wanita yang ada disampingnya. Dia tidak menyesal sama sekali, ketika kemarin dia muntah-muntah di karenakan ngidam sang istri. Yuda menyingkirkan tangan Afra yang bertengger di perutnya. Dan menunduk di depan perut Afra. "Sayang-sayangnya Pipi, makasih yaa kemarin udah nyusahin Pipi. Cepet hadir ke dunia ya sayang, Mimi sama Pipi nungguin kalian." bisik Yuda tepat di depan perut Afra. Kalian? Entah kenapa Yuda merasa Afra tengah mengandung 2 nyawa. Bukan apa-apa, perut Afra jika hanya mengandung satu nyawa tidak akan buncit besar di usianya yang masih 3 bulan. Itu pun hanya perkiraan Yuda. Bukan medis. Afra jika di ajak chekup selalu menghindar. Ya Yuda sudah tau, alasananya. Yuda bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Guna membersihkan diri dan mengambil air wudhu untuk solat subuh. Sekeluarnya Yuda dari kamar mandi, dia masih melihat sang istri terlelap dengan nyenyaknya. Tanpa terusik sedikit pun. "Bee, bangun sayang. Kita solat berjama'ah yuk." bisik Yuda seraya mengelus dahi sang istri dengan sayang. Sang empu yang merasa terusik dengan tidurnya, merenggangkan badannya dan perlahan membuka matanya, "Jam berapa Mas?" tanya Afra khas suara bangun tidur dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka lebar. "Jam 5. Sana ambil wudhu, aku tungguin." Afra tidak langsung bangkit dari kasurnya, tetapi mengulurkan kedua tangannya. Meminta Yuda untuk membantunya bangun. Yuda yang mengerti isyarat dari sang istri, dengan sigap membantunya menuju kamara mandi. Walaupun wudhunya batal lagi, dia rela untuk mengambil wudhu di kamar mandi dekat dapur. Dua sejoli sedang asik bercengkrama paginya dengan menyenderkan badan mereka di dipan kasur, "Mas ngajar hari ini?" tanya Afra bersender di d**a sang suami seraya memainkan kancing baju kokonya yang belum dilepasnya. "Nanti abis dzuhur aku ada jam. Paling pagi ini aku mau ke resto aja, ada yang harus aku urus. Kenapa emang?" "Mau ke resto? Ikuttt." tanya Afra di akhiri dengan rengekan meminta ikut ke restor mereka. "Yaudah, siap-siap gih kamu." "Mas mau sarapan apa?" tanya Afra yang sudah bangkit dari kasur sambil mengenakan sandal hello kittynya. "Terserah kamu aja. Yang penting kamu ngga capek ya, jangan maksain." jawab Yuda sambil melepaskan baju kokonya. "Oke, eh iya kamu buatin s**u aku." pinta Afra. Dia tidak mau minum s**u jika itu bukan buatan Yuda. Walaupun dirinya sendiri yang buat dia tidak akan meminumnya. Aneh bukan? Yaa memang seperti ini, permintaan anaknya. "Tapi kan s**u abis bee, semalem kita ngga jadi beli." "Hm, yaudah diganti teh anget aja Mas." Afra berlalu meninggalkan kamarnya menuju dapur menunaikan tugas memasaknya sebagai seorang istri. Afra asik berkutat dengan wajan dan sutil di depannya seraya menyenandungkan solawat yang dihafalnya. Supaya sang anak akan terbiasa mendengar nada solawatan. Itu pun maminya yang memberi saran. Dia tersentak kaget, ketika sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang. Dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Afra. Dia tahu siapa pelakunya, sudah menjadi hal biasa sebenarnya jika dia berkutat di dapur pasti sang suami merecokinya. "Dulu aku tuh meluknya enak loh bee. Eh sekarang ngga nyampe, kehalang sama perut kamu." gumam Yuda di ceruk leher Afra, dan masih bisa didengar oleh sang empu. "Sekali lagi kamu nyalahin perut aku, tidur di luar!" seketika tubuh Yuda menjadi kaku mendengar ancaman menyakitkan. Mendengarnya saja, Yuda sudah bergidik ngeri. Apa lagi jika benar benar di lakukan sang istri? Pasalnya semenjak menikah dengan Afra, Yuda mempunyai kebiasaan baru. Tidur hanya bisa dengan memeluk Afra, jika tidak memeluk jangan harap tidurnya akan lelap. "Mas ih, singkirin tangan kamu." kesal Afra mulai merasa risih. Sudah perutnya besar, di tambah lagi dengan lilitan tangan. Tambah susah saja dia bergerak leluasa. Yuda tidak mengindahkan kekesalan Afra. Dia tetap memeluk sang istri. Dengan geram, Afra menaruh sutil dan mematikan kompor. Lalu membalikan badan ke arah sang suami yang mode manjanya lagi Kumat. Afra membingkai wajah sang suami dengan kedua tangan nya, "Kenapa? Tumbenan?" Afra merasa ada yang aneh dengan sang suami. "Bee, nanti kita ngga usah ke resto ya. Kita ke rumah Bunda aja." pinta Yuda sambil merayu Afra. "Beneran ke rumah Bunda aja? Katanya di resto lagi ada masalah?" dadi suami nya bilang, kehadiran dirinya sangat dibutuhkan di resto. Jadi, mau tidak mau Yuda harus bisa datang. Tapi ini? Mendadak sang suami meminta ke rumah mertuanya? "Tiba tiba aku pengen tidur di kamar Baby." seketika bola mata Afra membulat. Dia tidak salah dengar bukan? Seorang Yuda Pradipta ingin tidur di kamar adiknya? Yang bahkan dulu, Yuda tidak mau sama sekali masuk ke dalam sana. Menurut cerita yang diberikan Baby, Yuda tidak suka dengan nuansa kamarnya yang sangat girly. Bahkan harum ruangannya pun amat Yuda benci, terlalu manis baginya. Afra memegang dahi Yuda, "Ngga panas kok." gumam Afra. "Ck, aku sehat bee. Ngga tau kenapa, aku pengen tidur di sana. Mau ya?" rayu Yuda seraya menampilkan raut wajah yang menggemaskan bagi Afra. Seorang dosen yang berwibawa di kampusnya, sekarang berdiri dihadapannya dengan menampilkan raut wajah yang sungguh menggelikan. Coba saja, dia membawa ponselnya. Sudah dipastikan dia akan merekam raut wajah itu lalu memviralkan di i********: dan mentag akun kampusnya. Dengan caption "Yang katanya dosen dingin seantreo kampus" Membayangkan saja sudah membuat perut Afra nyeri menahan ketawanya. Yuda mengernyitkan dahinya bingung melihat sang istri seperti menahan rasa tertawa. Apa yang lucu? "Apa yang lucu sih bee?" Afra langsung mengubah raut wajahnya lagi. "Ehm, yaudah kamu sekarang duduk di meja. Aku sendokin nasi gorengnya dulu yaa." Dengan menurut, Yuda berjalan menuju meja makan dan menunggu sang istri membawakan nasi goreng. Afra datang ke meja makan dengan membawa dua piring nasi goreng, "Kok dua piring sih?" "Lah, kan aku juga mau makan. Emang kamu doang apa!" protes Afra tidak terima ditanya seperti itu. Seakan akan hanya Yuda seorang yang mau makan. "Maksud aku, kita makan satu piring berdua aja sayang." ujar Yuda seraya menuangkan sedikit nasi goreng ke piring yang satu, terlihat lebih banyak. Afra hanya diam saja. Tanpa memprotes apapum itu. "Teh aku mana?" tanya Afra ketika dia tidak melihat pengganti segelas minuman wajibnya yang di buatkan oleh sang suami. Yuda menepuk dahinya, "Aduh bee. Aku lupa." ujar Yuda seraya menampilkan sederetan gigi putihnya. Afra mencebikkan bibirnya, "Awas aja abis ini ngga dibikinin." ancam Afra sambil meraih sendok yang tadi dibawanya. Mereka berdua makan dengan khidmat. Bahkan mereka terkadang saling menyuapi satu sama lain. "Alhamdulillah," ucap Yuda berbarengan dengan Afra. "Mas udah mandi kan?" Yuda menjawab dengan anggukan, sambil meminum air putih di depannya. "Yaudah, kamu yang taro piringnya. Aku mau mandi dulu biar kita ngga kesiangan ke rumah bundanya." kemudian tanpa menunggu lebih lama lagi, Afra bangun dan berjalan menunu kamarnya. Yuda menuruti apa yang di bilang istrinya. Tapi dia bukan hanya menaruh piringnya tetapi juga mencucikan alat-alat dapur yang tadi Afra pakai untuk memasak nasi goreng. Bagi Yuda pribadi, tugas rumah tangga seperti mencuci piring atau membereskan rumah bukan hanya tanggung jawab seorang istri. Dia pun jika memiliki waktu pasti akan dengan senang hati membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah. Karena, dirinya itu mencari pendamping hidup. Bukan seorang pembantu yang terus melayaninya 24 jam. Bahkan jika Afra tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah sekali pun, tidak masalah baginya untuk mempekerjakan ART. Tapi, Afra selalu melarangnya, dengan alasan dia masih sanggup mengerjakan pekerjaan rumah. Sebab, Mami Gina sering menasehati sang putri. Jika sudah berumah tangga kelak, dirinya harus bisa membahagiakan sang suami. Salah satunya, bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Bisa saja, Afra menyewa ART. Tapi tidak, dulu waktu diri nya masih kecil sesibuk apapun Maminya pasti akan mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri tanpa adanya ART. Menurut almarhum Papinya, itu salah satu yang membuat sang Papi tambah cinta dengan Maminya. Itu lah mengapa dirinya mau mencontoh Maminya tercinta. "Mas?" panggil Afra di depan meja pantry. Yuda yang sedang asik mengaduk teh di tangannya langsung membalikan badan. "Ini tuan putri, teh manis hangatnya sudah tersedia." ujar Yuda sambil menyerahkan seperti seorang bawahan kepada paduka kerajaan. "Terima kasih paduka putra." Afra langsung meminum s**u yang dibuatkan Yuda. "Aku ganti baju dulu ya, kamu tunggu aja di depan tv." Afra memang sudah rapih dengan pakaiannya. Bahkan, sligbagnya sudah terpasang di bahunya. Afra melihat cucian piring sudah tidak ada satu pun piring atau alat masak yang kotor. Dia tersenyum bahagia, pasti suaminya yang mengerjakan. Jika seperti itu, bagaimana dirinya tidak tambah cinta? Mungkin setiap hari frekuensinya jatuh cinta kepada sang suami semakin dalam. "Yuk bee," ajak Yuda setelah keluar dari kamar denagn pakaian yang casual. Dengan kaos tiga perempat dan celana jeansnya. Ketika di samping Yuda, Afra mencium sekilas pipi sebelah kanan Yuda, "Love you," ungkapnya tanpa merasa sungkan sedikit pun. Yuda tersenyum melihat tingkah laku sang istri, "Too," balasnya dengan mengedipkan sebelah matanya. Afra senang, dulu sewaktu mereka dalam fase pacaran mana mau suami dinginnya itu membalas ungkapan cinta. Tapi lama kelamaan suhu dingin itu mencair dengan selalu di siramnya setiap hari dengan siraman penuh cinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD