⭐Part 6⭐

2177 Words
Afra keluar dari kamar Baby berusaha mati matian menahan malunya tadi. Sedangkan Yuda hanya memasang muka flatnya. Huh sungguh menyebalkan sekali suaminya ini. Afra dan Yuda bergabung di meja makan, di sana sudah ada bunda Gina dan juga Baby. Baby berusaha menahan tawanya yang akan keluar. Dan sengaja menatap kakak iparnya itu dengan tatapan yang menggoda. Afra yang ditatap dengan tatapan menggoda adik iparnya, hanya menundukan kepalanya. Dia merasa pipinya memanas. Yuda melihat sekilas, istrinya sedang menahan malu. Akibat godaan dari adiknya sendiri, "By, jangan di godain. Tuh liat mukanya tambah merah." bukannya membela, Yuda malah tambah mengompori. Afra memukul bahu Yuda pelan. Dia geram, bukannya dibela malah tambah dipojokan. Tawa Baby membahana ketika melihat kakak iparnya bertambah malu. Bunda Gina hanya menggelengkan kepalanya saja, melihat adegan saling meledek. Dan yang menjadi korban menantunya. "Udah ah. Ada rezeki di depan kalian, ngga boleh kayak gitu." peringat bunda Dira. Mereka langsung diam seketika, Afra mengambil piring untuk suaminya terlebih dahulu. Baru setelah itu mengambil untuk dirinya sendiri. Setelah selesai makan malam, Afra membantu bunda Dira untuk merapikan meja makan. Sedangkan Yuda sudah berlalu ke ruang tengah dan Baby sudah ke kamarnya untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. "Gimana keadaan cucu Bunda?" tanya bunda Dira ditengah kegiatan mencuci piring nya. "Alhamdulillah Bun, mereka baik." jawab Afra sambil menerima piring yang diberikan mertuanya setelah di cuci. Padahal tadi dirinya sudah menawarkan diri untuk mencuci piring. Tapi Bunda Dira sangat melarangnya. Dan jadi lah dia yang mengelap dan menerima piring yang sudah di cuci. "Mereka?" beo Bunda Dira tidak mengerti maksud dari kalimat menantunya. "Kembar Bun kayaknya. Tapi aku belum periksa, tapi aku ngerasa perut aku tuh gedenya ngga kayak yang hamil satu anak Bun," bunda Dira menganggukan kepalanya. Dia paham, menantunya trauma dengan yang namanya rumah sakit, jadi belum memeriksakan kehamilannya. Perlahan mungkin putranya bisa menyembuhkan rasa trauma itu. Bunda Dira sudah selesai mencuci piringnya dan mengelap tangannya yang basah dengan lap kering yang menggantung, "Sehat sehat yaa cucu-cucu Omah." ujar bunda Dira sambil mengelus perut menantunya yang memang sudah membesar di kala usianya baru mau masuk 15 minggu. "Makasih Omah," jawab Afra dengan suara yang di buat seperti anak kecil. "Yaudah, kamu samperin suami kamu sana. Bunda mau ke kamar dulu ya." Bunda Dira segera berlalu menuju kamarnya sendiri. Sedangkan Afra tidak langsung berlalu, dia ingin memakan cemilan. Akhirnya Afra membuka kulkas di dapur, melihat makanan apa yang akan di makannya. Bunda Dira memang sudah membebaskan Afra melakukan apapun di rumahnya. Tanpa perlu sungkan. Mata Afra berbinar, ketika melihat seonggok mangga yang membuat air liurnya ingin menetes. Tanpa membuang waktu lagi, dirinya langsung mengambil mangga itu dan mencari pisau. Lalu membawanya ke ruang tengah untuk dinikmatinya. Yuda merasa sofa di sebelahnya seperti di duduki oleh seseorang. Dan benar, tidak lain dan tidak bukan adalah istrinya. Yuda hanya memperhatikan saja apa yang dilakukan Afra tanpa mengeluarkan sepatah kata. Bisa runyam jika dia berkata salah di depan bumil. "Mas.." panggil Afra lebih terlihat seperti rengekan sebenarnya, dia merasa kedatangannya seperti tidak di hiraukan oleh sang suami. "Hm," Afra meletakkan pisau yang dipegangnya dengan kasar. Yuda hanya melirik saja, dia ingin melihat bagaimana reaksi istrinya setelah ini. Ternyata sang istri langsung bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar Baby. Yuda yang memang dasarnya tidak peka, dia membiarkan saja istrinya seperti itu. Fikirnya, mungkin Afra lelah dan butuh istirahat. Mangkannya berjalan ke kamar Baby. "Kak, mau ke mana?" tanya Baby mengikuti Afra yang baru keluar dari kamarnya. Baby heran, tadi ketika masuk kamarnya kedua mata kakak iparnya menggenang air mata yang akan tumpah sedikit lagi. Dan langsung mengambil sligbagnya. Yuda seketika membalikan badannya, menatap sang istri yang sudah bersiap mau keluar dari rumahnya. Tanpa membuang waktu, Yuda langsung bangkit mencekal pergelangan tangan sang istri. "Mau kemana?" tanya Yuda dengan mata memicing. Afra berusaha melepaskan cengkalan tangan suaminya. Tapi nihil, cengkalannya sang kencang tenaga nya kalah. "Lepasin." desis Afra tanpa merasa sungkan menatap Yuda dengan sorot tajamnya. Yuda mengernyitkan dahi, ada apa dengan sang istri? Tadi sepertinya baik baik saja. Lalu sekarang mengapa seperti ini? Baby belum bergerak sedikit pun. Masih melihat adegan di depannya. Dia berfikir, tenyata seperti ini jika nanti dirinya akan berumah tangga. Pasti ada masalah yang menerpa. Tapi dia menjadikan itu sebagai pewarna saja. Tanpa perlu merisaukannya. Yuda akhirnya melunak. Tidak mungkin jika dia tetap mengedepankan emosinya. Bahaya untuk pernikahannya jika dia menggunakan cara emosi seperti sang istri. Yuda mengisyaratkan kepada adiknya untuk masuk kamar. Baby langsung menurut tanpa membantah sedikit pun. Setelah di rasa adiknya sudah berlalu, Yuda menarik Afra ke dalam pelukannya. Dan tumpah lah tangis Afra di d**a Yuda. Jika Afra tidak sedang mengandung, pasti Yuda akan mengejeknya habis habisan bertingkah kekanakan seperti ini. Tapi untuk sekarang dia paham, ibu hamil itu moodnya tidak pernah menetap. Bisa menangis tanpa sebab, bahkan bisa tertawa hanya dengan melihat pintu terbuka. Aneh memang, tapi Yuda berusaha memaklumi. Afra begini juga akibat ulahnya menaruh saham. Perlahan Afra melepaskan pelukannya, membingkai wajah Afra dan mengarahkan supaya melihat ke arahnya, "Mau pulang?" tanya Yuda dengan hati hati. Afra langsung menganggukan kepalanya. Dia menggiring Afra menuju kamar bundanya sebentar, guna pamitan kepada bundanya. Tidak mungkin dia langsung pulang tanpa basa basi apapun. "Aku tunggu didepan kamar aja ya Mas, kamu masuk sendiri." uhar Afra. Yuda paham, Afra tidak enakan masuk ke dalam kamar bundanya. Padahal rencananya malam ini, mereka akan bermalam di sini. Berhubung suasana hati istrinya sedang tidak baik, Yuda memaklumkan. "Yuk pulang," ajak Yuda mengulurkan tangannya. Afra meraih uluran tangan Yuda. Dia tidak melihat mertuanya ikut keluar kamar juga. Biasanya, bunda Dira pasti ikut keluar dari kamar setelah Yuda berpamitan. "Bunda kecapean. Dia titip salam aja tadi buat kamu," ujar Yuda seakan mengerti dengan tatapan istrinya yang melihat ke belakang nya. Perjalanan sunyi. Hanya suara dari radio yang menemani mereka di mobil. Atmosfir di mobil dingin, begitu lah yang di rasakan Afra. Dia enggan untuk memulai berbicara duluan. Sedangkan Yuda, dia takut salah bicara jika memulai obrolan. Lebih baik diamkan dulu istrinya seperti itu, nanti di rumah baru dia merayu istrinya. Salahkan dirinya yang tidak peka. Dia tidak bisa membaca fikiran sang istri, dan dia pun tidak mengerti dengan kode yang tadi diberikan istrinya. Setelah sampai di lobby Afra langsung berlari tanpa menunggu Yuda turun dari mobil. Yuda menghembuskan nafasnya perlahan, dia membiarkan saja istrinya turun tanpa menunggu dirinya. Sesampainya di dalam kamar, Afra langsung mengunci pintu kamarnya. Malam ini dia tidak mau tidur seranjang dengan suaminya. Biar suaminya itu tau, jika dirinya sedang marah. Yuda masuk ke dalam apartemennya, dan meletakkan sepatu di rak yang memang sudah disediakan khusus untuk sepatunya dan sepatu Afra. Dia berjalan menuju kamar, tapi ternyata ketika baru mau dia putar knop pintunya, sudah terkunci dari dalam. Seram sekali jika ibu hamil sudah marah. Dirinya yang terancam. Yuda tidak mau mengetok pintu tersebut, dan lebih memilih mengambil baju di tumpukan baju yang belum di setrika. Biasanya dia paling anti dengan baju yang belum di setrika, tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin dia tetap memakai baju yang seharian digunakan. Bisa bisa seluruh badannya gatal gatal. Setelah selesai membilas tubuhnya, Afra langsung menuju kasur empuknya dan tanpa membuang waktu lagi membuang badannya ke arah kasur. Dia memikirkan bagaimana suaminya di luar kamar? Tapi kenapa dia tidak mendengar suara ketukan pintu. Entah kenapa, dia merasa manja sekali dengan suaminya. Hanya gara gara Yuda menjawab panggilannya dengan deheman, marahnya sudah seperti ini. Biarlah, sementara waktu saja. Biar suaminya bisa belajar untuk lebih peka dengan kemauannya. Sudah satu jam, Afra hanya glipak glipek di atas kasur. Matanya tidak bisa terpejam sedikit pun dan dia merasa ada yang kurang ritualnya untuk tidur. Afra mengingat sejenak, hal apa yang belum dilakukannya sebelum tidur. Dia merasa sudah melakukannya, tanpa kurang sedikit pun. Ah dia ingat! Dia tidak tidur dalam dekapan Yuda. Semenjak menikah, Afra memang sudah mengklaim d**a bidang Yuda sebagai tempat ternyamannya setelah di pelukan kedua orang tuanya. Afra keluar dari kamar mengendap ngendap seperti maling, untung lampu apartnya tidak dimatikan. Segera dia mencari keberadaan sang suami. Mulai dari balkon apart sampai dapur tapi tidak ada nampak batang hidup Yuda. Afra berinisiatif untuk mendatangi kamar tamu yang belum dia tengok. Ceklek, Pintu terbuka, Afra mengintip sedikit. Ternyata benar, suaminya sedang memeriksa kertas yang dia yakini sebagai lembar kuis untuk mahasiswa nya. Sebenarnya Yuda mendengar jika pintu kamar terbuka dan ada yang mengintip. "Sini," panggil Yuda. Afra buru buru mengeluarkan kepalanya. Maluuu, dia seperti tertangkap basah sedang mengintip orang mandi. "Bee," panggil Yuda dengan suara yang dia lembutkan. Afra yang mendengar panggilan lunak dari suaminya, perlahan dia masuk ke dalam kamar tamu. Yuda langsung membereskan kertas kertas yang tadi berceceran di kasur dan menaruh di atas nakas samping kasur. Yuda mengisyaratkan sang istri supaya berbaring di sebelahnya. Afra masih menundukan kepala, tidak berani melihat ke arah sang suami. Ketika sudah sampai di pinggiran kasur, Yuda menarik tangan Afra supaya istrinya mau bergabung di kasur yang sama dengannya. Afra langsung ikut bergabung dengan suaminya. Dia meletakkan kepalanya di atas tangan Yuda yang memang sengaja Yuda ulurkan. Dan tanpa tahu malu, Afra langsung meringsek ke dalam pelukan sang suami yang sudah menjadi candu aroma tubuh itu. Yuda mengelus surai panjang istrinya, yang hanya diperlihatkan kepada mahromnya saja. Entah perawatan apa yang istrinya gunakan, sampai sampai rambutnya sangat halus dan tidak bercabang sama sekali. Berbeda dengan sang adik, yang tiap saat selalu mengeluh jika rambutnya menjadi bercabang. Yuda paham sebenarnya, kenapa istrinya ini mencari dirinya. Sudah dipastikan, Afra tidak akan bisa tertidur jika tidak di dalam dekapannya. Mungkin bisa, tapi tidak akan terpejam lama. Tidak lama kemudian, Yuda mendengar suara dengkuran halus. Ternyata istrinya sudah masuk ke alam mimpi, Yuda pun segera menyusul sang istri ke alam mimpi. **** Yuda meraba ke sampingnya, kosong tidak ada siapa pun. Perlahan Yuda membuka matanya melirik jam yang ada di dinding kamar. Ternyata sudah jam 6. Pantas saja istrinya sudah bangun. Dengan langkah gontai, Yuda keluar dari kamar tamu dan menemukan permaisurinya sedang berkutat dengan wajan dan sutil. Dengan langkah pelan, Yuda menghampiri. Baru saja dia mau memeluk istrinya dari belakang, langkahnya sudah dihentikan. "Stop Mas. Jangan deketin aku," pinta Afra seraya membekap mulutnya. Yuda bingung, apa istrinya masih marah? Kenapa tiba tiba langkahnya diberhentikan. Bukannya berhenti, Yuda tetap mendekati istrinya. Ketika tangannya ingin memeluk pinggang Afra, sang empu sudah lari terlebih dahulu ke tempat cucian piring dan memuntahkan cairan yang dari tadi berusaha dia tahan . "Hoek.. Hoek.." Yuda memijat tengkuk istrinya, dia melihat hanya cairan putih yang keluar dari mulut Afra. Afra mendorong Yuda supaya menjauh darinya. Yuda tambah dibuat bingung. Sebegitu marahkah Afra sampai Yuda tidak boleh membantu nya? "Mas bau," dumel Afra yang sudah membersihkan mulutnya. Yuda langsung mencium bau badannya, perasaannya walaupun belum mandi badannya tetap wangi wangi saja, semalam istrinya malah mencium aroma tubuhnya dengan rakus. Bahkan dulu istrinya menyukai khas bau badan yang baru bangun tidur. Akhirnya Yuda memutuskan untuk mandi, supaya istrinya tidak merasa kebauan. Afra sendiri merasa heran, ada apa dengan dirinya? Tau tau dia amat tidak menyukai bau tubuh suaminya, "Nak, kamu ngga suka baunya Pipi yaa?" gumam Afra seraya mengelus perutnya, seakan berbicara kepada anak yang ada di dalam nya. Yuda sudah berpakaian rapih, begitu pun dengan Afra yang sudah menyelesaikan tugasnya membuat sarapan. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Yuda menghampiri sang istri. Tapi lagi lagi Afra menahannya, dan berujung Yuda duduk dengan posisi yang agak jauh dari istrinya. Sungguh amat menyiksa seperti ini! Setelah selesai sarapan, Yuda langsung pamit untuk ke kampus. Pagi ini dia ada jam mengajar, jadi dia harus sampai di kampus tepat waktu. Dia menghampiri istrinya, ingin melakukan ritual sebelum pergi mengajar. Mencium dahi atau bibir sang istri, dan Afra yang menyalimi punggung tangan Yuda. Lagi dan lagi langkahnya ditahan Afra, dia bilang tidak suka dengan aroma tubuhnya. What the hell!? Perasaan dirinya tidak memakai minyak wangi apapun selain yang sengaja dibelikan oleh istrinya. Tapi kenapa sekarang istrinya yang bilang tidak suka dengan aromanya? Yuda langsung meninggalkan apartnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sungguh, Afra jadi merasa bersalah dengan suaminya. Tapi memang seperti itu, dia tidak menyukai aroma tubuh suaminya. Jika di paksakan maka akan berakibat seperti tadi pagi, seluruh isi perutnya keluar tanpa tersisa. Sesampainya di kampus, Yuda tidak membalas sapaan mahasiswanya. Moodnya sudah hancur menerima penolakan dari istrinya. Ada apa sebenarnya? Bahkan tadi sebelum keluar dari kamar, Yuda sudah menyemprotkan parfume hampir setengah botol. Tapi tetap saja, Afra menyuruhnya supaya tidak dekat dekat. Ketika mengajar pun, Yuda sulit berkonsentrasi. Dia hanya menyuruh mahasiswanya merangkum jurnal yang sudah dia berikan. Dan menyuruh PJ mata kuliahnya untuk mengantarkan ke ruangannya. Sesampainya di ruangan, Yuda menghempaskan tubuhnya di sofa yang tersedia. Untuk sekarang, moodnya sudah hancur berkeping keping. "Aarrghhh!!" geram Yuda seraya berteriak di dalam ruangannya. Cukup! Dia harus menyelesaikan ini. Yuda segera meraih tasnya, dan berjalan menuju parkiran mobil. Dia harus menanyakan, kenapa istrinya tidak mau berdekatan dengannya. Apa kesalahannya yang semalam sangat fatal? Hingga membuat sang istri sebegitu benci dengan dirinya? Fikiran-fikiran negative terus bergelayut di otak genius nya. Tanpa mau berfikir tentang hal yang positif. Yuda menambah kecepatannya, semoga dewa yunani sedang berpihak kepadanya. Hingga dirinya sampai di apart dengan selamat. *** CUKUP NGGA 2 PART INI??? cukup lah yaa wkwk, semoga sukaa??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD