Sebuah ide

1098 Words
Jam 3 pagi seperti biasa, Lisa dan rekan- rekannya pergi berbelanja ke pasar. Mereka membeli sayur dan lauk untuk mereka olah dan jual seperti biasa. Sudah seminggu lamanya mereka menyamar menjadi penjual sayur matang, namun target mereka belum menampakan batang hidungnya. Ingin bertanyapun tak bisa, karena takut di curigai. Mereka sangat hati- hati karena Ridwan merupakan orang yang sangat licin. Dia juga sangat licik, mudah memperdayai orang. "Kak sampe kapan sih mau jual beginian" tanya Leon sambil menenteng berbagai sayuran. "Iya nih kita ganti aja gak sih penyamaran kita" ucap Raka yang tak betah jika harus begini terus. "Ini penyamaran yang pas buat kita, kita gak bisa nyerah gitu aja" ucap Lisa menguatkan semua anggotanya. "Tenang oke tenang, santai. Bentar lagi kita tangkap itu tukang narkoboy" lanjut Lisa. "Kak aku punya ide bagus" ucap Wisnu yang sedari tadi hanya menyimak rekan- rekannya. "Apa ?" tanya Raka dengan nada malas, gara- gara masakan Wisnu yang enak mereka menjadi banyak pelanggan. "Kita mahalin aja dagangan kita" ucap Wisnu yang memberi angin segar pada mereka. "Betul juga ! Pinter juga lu" ucap Raka pada Wisnu. Wisnu tersenyum bangga karena memberi ide pada rekannya. "Mau kasih harga berapa emang ?" tanya Leon pada Wisnu. "Kita naikin jadi 20.000 per porsi, gimana ?" ucap Wisnu lagi. "Gak, sayur kita kasih harga 30.000 lauknya kita kasih harga 20.000 per potonh" ucap Lisa sambil memilih ikan yang segar. Tapi ada yang aneh dengan ikan itu, di dalamnya terdapat serbuk yang mencurigakan. "Pak saya beli ini" ucap Lisa pada penjual ikan. "Oh yang ini gak di jual" tanya penjual itu. "Kenapa pak ?" tanya Leon ingin tau, kenapa gak di jual kalo di pajang di depan begini pikirnya. "Udah gak seger itu" ucap penjual sambil menunjuk ikan. Semuanya melihat ke arah ikan itu yang memang sudah berlendir dan kelihatan sudah mulai bau. "Gakpapa pak cuma buat kucing aja, di murahin ya" ucap Lisa tanpa babibu mengambil beberapa potong ikan. "Haduu ! Yaudah deh tapi jangan di makan sama kalian sendiri ya saya gak tanggung jawab kalau keracunan !" ucap penjual itu pada Lisa in the gank. "Ini ikan padahal banyak dagingnya, cuma sedikit gak seger aja tadi turun dari kapal. Gak tau deh kenapa bisa gitu" lanjut pedagang itu. Seorang ibu- ibu menghampiri pedagang itu lalu menunjuk ikan yang sama dengan yang di beli Lisa. "Saya juga beli pak, kucing saya jadi aktif makan ikan ini gak tau kenapa" ucap ibu itu senang. Setelah itu banyak pula pembeli yang lain, ikan yang tadinya masih banyak pun habis tak tersisa. Biasanya ikan ini tak ada yang melirik, entah kenapa hari ini jadi laku. Biasanya juga ikan ini ia jual murah ke seseorang, tapi karena habis terpaksa ia nanti akan mengelesnya. "Rezeki emang gak kemana, padahal itu ikan gak seger cuma di kasih orang pula" ucap penjual itu menghitung uang yang masuk. Lisa masih disana karena ia ingin membeli cumi- cumi. Sebenarnya banyak pedagang cumi- cumi namun ia ingin bertanya detai tentang ikan yang tadi ia beli. "Emang dari siapa pak ikannya ?" tanya Lisa. "Oh itu dari kapal kuning yang datang tengah malam, mereka bawa ikan ini dari pelabuhan" "Paling banyak sih jual rajungan, soalnya setiap hari banyak banget rajungannya" lanjut penjual itu. "Yaudah pak cumi- cuminya dua kilo" minta Lisa. Penjual itu mengangguk dan menimbang cumi- cumi milik Lisa. Setelah membayar Lisa dan lainnya segera pergi dari situ, dia sempat mendengar keributan di si penjual tadi. Raka yang peka segera kembali ke penjual itu lagi, ia berpura- pura bertanya ikan yang pasti tidak di jual disana. Setelah penjual itu menjawab tidak ada, Raka segera kembali ke rekan- rekannya. Mereka mengangguk bersamaan lalu segera pergi dari pasar itu. . . . Di rumah Lisa segera menjelaskan kecurigakaannya pada penjual tadi. "Gue yakin 100% bahwa serbuk ini n*****a" ucap Lisa sambil memperlihatkan ikan- ikan yang ia jajar tapi. Di ikan itu ada bebarapa serbuk putih yang jumlahnya tak banyak kelihatan di mulut dan di sela- sela sisik. Tak banyak namun di mata Lisa itu sangat- sangat kelihatan. Dengan teliti ia mengambil serbuk itu hingga terkumpul lumayan banyak. "Lu kirim ke komandan sekarang" ucap Lisa pada Leon yang di balas anggukan oleh rekannya itu. Bungkusan itu ia selipkan di sakunya dan segera pergi ke rumah komandan. Sedang Raka yang dari tadi diam mencoba mencerna perdebatan pedagang dan pembeli tadi. "tadi kenapa kak ?" tanya Wisnu ingin tau. Dari luar terdengar suara motor yang menjauh pergi, Leon sudah meluncur ke kediaman sementara komandannya. "Hmm menurut yang gue tangkep tu pedagang adu bacot sama bapak- bapak tadi karena ikan yang tadi kita beli habis" "Emang kayanya tu ikan di sisihin buat tu orang deh" ucap Raka. "Tapi kan tu ikan ada indikasi n*****a kak" tanya Wisnu lagi. "Tapi menurut gue karena ikan itu murah dan selalu gak ke jual jadi dia beli eh malah abis jadi dia marah- marah" ucap Raka lagi. "Tapi menurut lu tu orang pemakai bukan ?" kini Lisa yang bertanya. "100% persen gue yakin enggak kak" ucap Raka yakin. "Baiklah" ucap Lisa bertanya. Mereka harus menunggu hasil tes n*****a dari bubuk putih tadi. Jika benar itu n*****a, mereka harus membuat rencana agar bisa menyelidiki dari mana itu berasal. Bisa jadi itu n*****a dari target yang mereka incar. Justru itu akan semakin mudah bagi mereka untuk menemukan Ridwan, sang gembong n*****a yang masih bersembunyi. Wisnu yang melihat belanjaan mereka dari pasar lalu bertanya pada Lisa. "Kak kita jualan gak hari ini ?" "Oh iya, lu masak deh Nu. Sekalian buat sarapan kita ya gue laper banget" ucap Lisa pada Wisnu yang membuat Wisnu lemas. "Kali ini lu bikin rada keasinan dong biar jumlah pelanggan kita menurun" ucap Raka. "Apa gak mubazir ?" tanya Wisnu dengan nada memohon. "Yaudah dikit aja yg di bikin ke asinan, ntar kita kasih ke ibu- ibu rempong itu" ucap Raka. Wisnu bengangguk setuju, ia tak suka membuang- buang makanan. "Ntar kita jadi mahalin tu makanan biar orang- orang kaga beli lagi di kita" ucap Lisa sembari membantu memotong bawang- bawangan. "Gue juga udah capek banget ni pagi- pagi kudu belanja banyak" ucap Raka, ia juga ikut membantu memotong- motong terong. Rekan- rekannya memotong sayuran dengan cepat. "Aku selalu takjub liat kalian motong sayur- sayuran, cepat banget" ucap Wisnu sambil mengacungkan jempolnya. Raka dan Lisa melihat satu sama lain lalu berhigh five. "Tentu aja, gue lulusan sekolah militer" ucap Raka sombong. "Gue sering gunain pisau kalau lagi berantem sama target sih, jadi biasa" ucap Lisa sambil memainkan pisaunya sekali lagi. Wisnu melihat dua rekannya dengan tatapan kagum dan antusias sekali lagi. Tak sadar bahwa tangannya memasukan garam ke dalam sayur lebih dari 5 sendok.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD