25. Kedekatan Trejo

995 Words
Sepanjang sarapan Evelina benar-benar terhibur dengan tingkah sesosok besar bernama Trejo. Memang tidak dapat dipungkiri tingkah itu pun membuat The Handsome Guy merasa heran sekaligus tidak percaya. Namun, Evelina tidak mengatakan apa pun mengenai Trejo. Gadis itu hanya tidak ingin ketiga lelaki penakut di hadapannya. Apalagi Reyhan yang mungkin masih sedikit trauma akibat pengalamannya kembali dari pencarian jejak. Sehingga memang lebih baik Evelina merasahaiakannya saja. “Ve, lo kenapa sih?” tanya Reyhan yang ternyata menyadari keanehan dari gadis di hadapannya. Evelina terdiam seketika, lalu menoleh ke arah The Handsome Guy yang memasang ekspresi seakan dirinya telah melakukan kesalahan. Membuat gadis itu mengembuskan napasnya panjang dan mengkode pada Trejo agar tidak bertingkah lebih dulu. “Gue enggak apa-apa,” jawab Evelina meringis pelan. Sedangkan Zafran yang tidak mengindakan perbincangan keduanya pun hanya mengusap tekuknya sembari menatap ke sembarang arah dengan pandangan sulit diartikan. Tentu saja hal tersebut menarik perhatian Jordan yang takut hal tidak diinginkan terjadi pada Zafran. Mengingat lelaki itu memegang peran penting dalam menjaga Evelina, sehingga apa pun yang terjadi Zafran harus tetap sadar. “Kok gue ngerasa lagi uji adrenalin, ya?” celetuk Zafran mengundang tatapan bingung. “Adrenalin gimana?” tanya Evelina mengalihkan perhatiannya dari Reyhan. Terlihat jelas sekali gadis itu tengah menghindari perbincaraan. “Entah kenapa gue ngerasa kita diawasi oleh seseorang,” jawab Zafran menatap serius. “Jangan ngadi-ngadi lo, Zaf. Nanti kita kena masalah kalau ngomongin masalah beginian. Gue udah senang kita mau balik, jangan sampai gagal cuma gara-gara lo,” sinis Reyhan mendadak kesal, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa lelaki itu mulai merasa apa yang dikatakan sahabatnya memang benar. “Gue serius, Rey!” balas Zafran mendadak menegaskan setiap perkataannya. Sontak Evelina yang merasa lelaki di hadapannya mulai menyalahkan satu sama lain langsung berbicara melalui benaknya kepada Trejo untuk menjauh. Sebab, mengenai masalah perhantuan jelas The Handsome Guy masih sangat sensitif. Terlebih Reyhan yang tidak sadarkan diri selama seharian penuh. “Sudah, jangan ribut lagi! Kita harus segera menyelesaikan sarapan dan berkumpul,” pungkas Evelina membuat tiga lelaki tampan itu pun langsung menurut. Sejenak mereka berempat menghabiskan sarapan hingga tidak tersisa sedikit pun, lalu mengumpulkannya di tempat cucian piring. Saat mereka hendak menunjuk satu sama lain, Evelina sudah lebih dulu mengajukan diri untuk mencuci piring. Sebenarnya maksud dari permintaan Evelina tidak lain tidak bukan hanya untuk lebih leluasa dalam berbincang dengan Trejo. Memang ada sedikit rasa menyesal dirinya baru mengenal Trejo tepat kepulangannya. Akan tetapi, Evelina bersyukur kedatangannya bisa membawa pengaruh baik bagi Trejo. Membuat arwah lelaki bertubuh besar yang mungkin jauh lebih tua dibandingkan dirinya memiliki kenangan baik bersama manusia. “Evelina!!!” panggil Trejo setelah beberapa saat diusir oleh gadis itu agar tiga lelaki tampan di hadapannya merasa kembali aman. “Ke mana saja? Aku pikir kamu tidak akan ada di sini lagi,” tanya Evelina tersenyum senang sembari mengusap satu per satu piring yang terasa berminyak. “Maaf, aku tadi sempat melihat keadaan temanmu yang ternyata sedang sibuk. Apa kalian benar-benar akan pergi? Sepertinya kamu harus tetap di sini, Eve.” Evelina terdiam sesaat mendengar perkataan Trejo, lalu berkata, “Aku harus tetap pergi, Trejo. Kedatanganku ke sini hanya untuk melakukan kewajiban dari sekolah.” “Tapi, sesosok penjaga di sini memberi tahu padaku bahwa kalian tidak akan bisa keluar,” balas Trejo bersikeras menahan Evelina agar tetap berada di vila tanpa pergi ke mana pun. “Apa maksudmu?” Trejo mendekat dengan memegang pundak gadis cantik di sampingnya lembut, lalu menjawab, “Jangan pergi. Tetaplah di sini sampai masalahmu selesai, Eve. Hanya kamu satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan desa ini dari kutukan.” Sontak perkataan itu pun sukses membuat Evelina benar-benar bingung. Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa Evelina sedikit merasa percaya dari perkataan lelaki di hadapannya. Walaupun tidak menampik bahwa tatapan Trejo yang serius membuat Evelina mendadak yakin. Saat Evelina hendak membalas perkataan tersebut tiba-tiba Zafran menyembulkan kepalanya di balik pintu belakang. Lelaki itu tersenyum menggemaskan menatap sahabatnya yang terlihat rajin seperti biasa. “Eve, lo udah selesai cuci piringnya? Kita mau berangkat!” “Belum, Zaf,” jawab Evelina mengembuskan napasnya panjang dan mulai mempercepat gerakannya. Sedangkan Zafran yang menyadari Evelina masih memiliki banyak pekerjaan pun melangkah mendekat, lalu membantu gadis itu membawa piring bersih masuk ke dalam vila. Evelina yang melihat betapa perhatiannya Zafran pun tersenyum geli. Memang mereka berdua tumbuh bersama sampai tidak sadar telah menyaksikan kedewasaan satu sama lain. Entah kenapa Evelina merasa Zafran seperti seorang kakak baginya, walaupun terkadang perasaan itu sering berubah seiring berjalannya waktu. Karena sikap Zafran yang terlalu menggemaskan membuat Evelina menjadi salah paham. “Ve, jangan terlalu rajin kalau ada di luar begini. Kan yang susah jadi lo sendiri,” gerutu Zafran merasa khawatir dengan sahabatnya yang terus-terusan merepotkan diri. Sebab, Evelina sudah membuatkan sarapan sekaligus membereskan piring. Tentu saja sebagai tamu yang ikut tinggal di vila membuat Zafran merasa sedikit tidak nyaman. Apalagi Evelina terlihat senang-senang saja tanpa merasakan beban sama sekali. “Enggak apa-apa, Zaf. Lagi pula gue senang aja kok melakukan hal ini. Karena salah satu bagian dari gue yang mungkin akan merasa kehilangan kalau enggak dilakukan,” sanggah Evelina tersenyum bijak. Zafran mengembuskan napasnya panjang. Terkadang menjadi Evelina memang harus benar-benar sabar. Entah gadis itu memang senang mengerjakan banyak hal, atau merasa kewajibannya sebagai seorang perempuan. Memang sikap Evelina yang terlampau baik membuat Zafran merasa berat meninggalkannya pada dunia jahat seperti ini. Bahkan ketika mendapat komentar kebencian, Evelina hanya menanggapinya dengan santai. Membuat Zafran benar-benar merasa tidak habis pikir. Jelas orang seperti Evelina tidak mudah ditemukan, terlebih gadis itu memang sudah berbuat baik atas dasar hatinya sendiri, bukan karena ini mendapat pujian dari orang lain. “Ve, gimana kalau kita berpisah,” keluh Zafran menggeleng tidak percaya. “Yang ada gue kepikiran sama sifat lo ini.” Evelina tertawa pelan, lalu membalas, “Emangnya lo mau ke mana?” “Iya, siapa tahu gue mau pergi.” Zafran mengangkat bahunya acuh tak acuh. Sedangkan Evelina yang mendapat jawaban tersebut hanya menggeleng tidak percaya, lalu melenggang masuk bersama Trejo di sampingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD