31. Pusat Perhatian

987 Words
Bus yang ditumpangi murid SMA Catur Wulan pun sampai di sebuah rumah makan besar tempat istirahat sekaligus menunggu rombongan bus lainnya. Sebab, mereka semua kompak melakukan kegiatan terakhir hari ini. Hanya saja memang membutuhkan waktu untuk menunggu rombongan empat bus lainnya yang hendak menyusul. Membuat kelas 11 IPA 2 dan 11 IPS 2 mulai melenggang turun sekedar beristirahat sekaligus membeli beberapa buah tangan ataupun langsung menuju tempat makan. Evelina dan The Handsome Guy turun secara bersamaan. Kehadiran mereka berempat jelas mendominasi suasana dengan beberapa siswi langsung berlomba-lomba memasang wajah terbaik mereka. Membuat Evelina yang melihatnya hanya mengembuskan napas panjang. “Kalian duluan aja, gue mau keliling nyari pernak-pernik dulu!” Tanpa menunggu jawaban dari ketiga lelaki itu, Evelina langsung berpisah dengan mempercepat langkah kaki. Untung saja Zafran yang mengerti di balik sikap itu hanya bisa menatap penuh iba. Entah sampai kapan Evelina menjauhi mereka ketika berada di tempat umum. Sebenarnya memang bukan sepenuhnya salah Evelina, tetapi tetap saja Zafran merasa sedikit kehilangan akibat persahabatannya menjadi korban di balik sikap egois penggemar dirinya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa perkataan Evelina pun sukses membuat Jordan dan Reyhan ikut menoleh. Ketiga lelaki yang sudah mengerti itu tampak saling mengangguk satu sama lain. Kemudian, melanjutkan langkah kakinya menuju tempat makan. Tentu saja setampan atau sesempurna apa pun seseorang, jelas dalam keadaan senggang sekaligus lapar, mereka akan tetap mengutamakan makan dibandingkan tebar pesona. Yang jelas apa pun situasinya, The Handsome Guy tetaplah kumpulan tiga lelaki pecinta makanan. Apalagi berada di rumah makan sunda membuat ketiganya senang. Karena bisa memilih menu jenis apa pun, selain yang sudah disediakan oleh sekolah. Walau tidak dapat dipungkiri akan ada biaya tambahan, tetapi tidak menjadi masalah. Sebab, ketiga lelaki tersebut kaya raya. “Rey, lo mau makan apa? Pesan atau yang ada langsung?” tanya Zafran mengitari sekeliling rumah makan tersebut. Reyhan menatap deretan menu yang ada di atas meja, lalu menjawab, “Yang ada aja. Ternyata di sana jauh lebih enak, Zaf. Gue sempat lihat anak sebelah tadi makan menu pesanan.” Tidak disangka ternyata dari ketigaya ada kelas yang berbeda membuat Jordan menukik alis tidak percaya, lalu menyela, “Anak sebelah maksud lo berdua itu kelas gue?” Sontak perkataan itu pun membuat Reyhan dan Zafran kompak tertawa lepas. Keduanya benar-benar tidak menyangka Jordan akan menanggapinya dengan serius. Padahal awalnya mereka berdua sama sekali tidak mengira bahwa lelaki itu akan merasa tersinggung. “Jangan kesinggung, Jo. Kita berdua cuma becanda,” ujar Zafran menggeleng tidak percaya sembari merangkul bahu lelaki yang lebih tinggi dibandingkan dirinya. Sedangkan Reyhan pun ikut menanggapi Zafran dengan mengangguk penuh, lalu melenggang lebih dulu meninggalkan dua titan yang terlihat dekat. Sebenarnya lelaki itu hanya tidak ingin terlihat mungil jika harus bersebalahan dengan keduanya. Sebab, tinggi rata-rata Reyhan hanya 178 cm dan masih kurang 2 cm untuk bisa menyamai Zafran. Apalagi Jordan yang mencapai 185 cm. Sejenak ketiga lelaki tampan itu pun mengantri untuk mengambil makan siang yang ternyata jauh lebih ramai. Awalnya Zafran hendak mengurungkan niatnya mengantri, tetapi ketiga Jordan merangkulnya begitu saja membuat lelaki itu mau tidak mau mengikuti kedua sahabatnya. Walaupun terasa benar-benar malas. Sebab, semakin banyak melihat mereka mengantari membuat hampir seluruh perempuan SMA Catur Wulan ikut mengantari. Bahkan orang-orang dari luar yang melihat ketiganya pun langsung terpukau. Jelas saja tiga lelaki tampan dari kalangan elit itu menarik banyak pasang mata. Apalagi ketiganya membawa piring besar serta alat makan yang jarang sekali dilakukan oleh lelaki tampan. Namun, ketiganya benar-benar bisa menghidupkan suasana lebih menarik. “Jo, lo ngerasa kita jadi pusat perhatian enggak, sih?” tanya Zafran mendadak berbisik sembari menundukkan wajahnya. Ia benar-benar tidak percaya dengan situasi di depannya. “Memangnya kenapa?” Jordan malah bertanya balik. “Astaga, kalau makanannya habis sebelum kita ngambil gimana?” keluh Zafran kesal melihat sahabatnya mendadak lemot. Reyhan yang tanpa sengaja mendengar keluhan dari Zafran pun langsung berbalik, lalu berkata, “Tenang aja. Kalau emang udah habis, kita tinggal minta yang baru.” Mendengar hal tersebut, Zafran menggeleng tidak percaya. Terkadang Reyhan benar-benar menanggapi seluruh situasi dengan sangat santai. Bahkan bisa dikatakan lelaki itu hampir menjadi satu-satunya anggota The Handsome Guy yang selalu santai kapan pun dan di manapun. Walaupun apa yang dikatakan lelaki itu memang tidak dapat dipungkiri memang benar. Hanya saja Zafran malas kalau harus menunggu lagi. Ditambah Evelina pun belum memunculkan diri membuat lelaki itu semakin cemas. Karena sahabat perempuannya itu belum makan siang, meski beberapa kali makan makanan ringan. Sedangkan di tempat lain terdapat seorang gadis berpakaian jaket merah berlengan panjang dengan earphone terpasang cantik di telinganya. Evelina tampak menatap deretan pernak-pernik yang ada di etalase. Sudah hampir empat kali gadis itu mengitari sekeliling toko, tetapi tidak satu pun barang berhasil menarik perhatiannya dalam satu kali melihat. Padahal Evelina ingin sekali membeli barang apa pun untuk ia berikan pada kedua orang tuanya yang sebentar lagi kembali. Sebagai anak tunggal dari kedua orang tua yang sering bepergian, Evelina jelas harus mandiri. Apalagi semua ini sudah menjadi pilihannya dalam menjalani hidup. Untuk mengeluh pun rasanya gadis itu tidak pantas. Akan tetapi, saat Evelina hendak melenggang keluar meninggalkan toko tiba-tiba tatapannya terhenti di sebuah etalase yang memperlihatkan sebuah hiasan lampu kamar. Sontak langkah kaki Evelina pun terhenti dan menghampiri benda tersebut dengan senyum merekah kecil. Ia menatap ke arah penjaga toko yang kebetulan sedang membersihkan barang dengan di tangannya terdapat lap lembut berwarna biru. “Teteh, boleh aku lihat barang itu?” tanya Evelina menunjuk ke arah hiasan lampu kamar. Seorang wanita muda yang berpakaian kaus putih lengan panjang dipadukan dengan celana jeans ketat berwarna hitam itu pun melangkah mendekat, lalu mengeluarkan benda tersebut untuk memperlihatkan secara dekat kepada Evelina. “Ini hiasan tinggal satu-satunya, Dek. Cocok untuk lampu kamar,” ucap pemilik toko mempromosikan barang dagangannya. Evelina mengangguk pelan memegang hiasan tersebut sembari menimbang antara membeli atau tidak. Sebab, membawa barang mudah pecah seperti ini bukanlah hal sesuatu seperti mengantunginya dengan baik. Akan tetapi, Evelina sangat tertarik untuk membelinya membuat gadis itu spontan bergelut di dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD