“Bu, saya tidak bisa bergabung saja dengan murid yang lain?”
Sebuah perkataam penuh harap meluncur begitu saja dari mulut mungil milik Evelina. Gadis itu tampak tidak setuju dengan pilihan Bu Liane yang menempatkannya pada satu vila bersama The Handsome Guy.
“Tidak bisa, Evelina. Ibu sudah membaginya sesuai dengan kelompok. Lagi pula kamu tidak perlu khawatir ketika masih ada Zafran di sini. Karena dia akan melindungi kamu dengan baik,” tolak Bu Liane tersenyum hangat.
Evelina menundukkan kepalanya kecewa. Ia tidak bisa memasksakan guru wanita tersebut untuk menuruti permintaan dirinya yang memang tidak masuk akal.
Sedangkan Zafran yang mendengar jawaban tersebut mengembuskan napasnya panjang, lalu berkata, “Baik, Bu. Saya akan menjaga Eve dengan baik.”
Setelah dirasa semua kelompok telah memiliki vila masing-masing, Bu Liane pun melenggang pergi. Wanita tersebut hendak menuju vila paling utama yang dihuni oleh beberapa penduduk sekitar.
Sebenarnya penduduk di sini tidak setuju dengan hunian yang dilakukan, tetapi mereka tidak mempunyai pilihan lain. Selain Bu Liane dan Pak Handiarto meyakinkannya dengan sangat yakin membuat mereka memberikan kepercayaan, walaupun tidak terlalu penuh.
Kini Evelina tampak mengembuskan napasnya kecewa melihat vila besar yang ada di depan hanya dihuni oleh empat murid SMA Catur Wulan. Entah memang sudah direncanakan atau tidak, tetapi yang jelas kali ini Evelina merasakan kekacauan akan mendekati dirinya sebentar lagi.
“Ve, tenang aja ada gua sama Jo yang bakal jagain lo. Dan kita juga enggak akan berbuat aneh. Lagi pula kita semua udah kenal sama orang tua lo yang memberi kepercayaan penuh. Masa iya mau kita kecewain. Mustahil, ‘kan?” celetuk Zafran merangkul bahu mungil Evelina dengan menoleh sesaat ke arah Jordan yang mengangguk mengiakan perkataan lelaki itu.
Sedangkan Reyhan yang mendengar namanya tidak disebutkan langsung melebarkan matanya terkejut. Lelaki itu menganga tidak percaya menatap dua sahabatnya yang menyebalkan seakan meniadakan keberadaannya di sana.
“Permisi, Tuan, Nyonya, silakan masuk jangan di sini! Apalagi sampai menyindir orang yang jelas-jelas berada di dekat kalian,” sinis Reyhan melenggang pergi begitu saja membawa tas jinjing dan ransel gunung di punggungnya.
Sontak perkataan menggelikan itu pun sukses membuat Zafran menyemburkan tawa gelinya, sedangkan Evelina sudah kembali riang dengan tersenyum tipis. Namun, tidak dengan Jordan yang masih memasang ekspresi datar seakan perkataan tersebut tidak memiliki efek sama sekali.
Kemudian, ketiganya pun menyusul langka kaki Reyhan yang mulai memasuki vila cukup besar. Mereka tampak mengagumi seluruh interior dan arsitektur bergaya kuno yang masih sangat menarik.
Memang tidak dapat dipungkiri ketika mereka hendak masuk ke dalam vila, Evelina melihat sesosok wanita berwajah pucat yang berdiri menyambut kedatangan empat orang dengan senyuman jahat terpatri di wajahnya.
Entah kenapa Evelina yang menyadari sesosok tersebut menatap ke arahnya pun langsung berpura-pura mengabaikan begitu saja. Membuat sesosok itu mengikuti langkah kaki mereka dengan memutar tubuhnya penuh.
Reyhan yang tidak menyadari situasi telah terjadi tadi tampak berhenti di tengah ruangan sembari menatap banyak kamar lantai dua dan lantai satu. Lelaki itu terlihat menyisir seluruh ruangan dengan mata tajamnya.
“Karena kita kedatangan Evelina di sini, jadi bagaimana kalau dia kamarnya di lantai dua. Setuju?” ucap Reyhan meminta pendapat dengan membalikkan tubuh menatap dua sahabatnya bersama satu gadis mungil yang ternyata masih betada di samping Zafran.
Jordan mengangguk setuju. “Gue pikir itu ide bagus!”
Sementara itu, Zafran tidak memberikan respon apa pun. Ia terlihat menunggu jawaban dari Evelina sendiri. Apa pun jawabannya, lelaki itu akan menerima. Meskipun harus memaksa dua sahabatnya mungkin tidur di luar.
Melihat dua lelaki tampan di hadapannya memberikan persetujuan, Evelina pun tidak mempunyai pilihan lain. Memang ia tidak bisa lari dari kenyataan, walaupun situasi seperti ini sangat disukai oleh murid perempuan yang tidak pernah memiliki kesempatan untuk berdekatan dengan The Handsome Guy.
Sejenak arah pandangan Evelina mengitari seluruh penjuru lantai satu maupun lantai dua dengan pupil mata yang tidak terlalu besar, seakan gadis itu tengah menghindari sesuatu mengejutkan.
Sebenarnya tanpa The Handsome Guy sadari, nyatanya hampir seluruh vila kuno ini didatangi oleh makhluk tak kasat mata yang merasa penasaran. Mereka berbondong-bondong datang hanya untuk melihat The Handsome Guy dengan wajah pucat nan centilnya.
Hal tersebut hampir membuyarkan lamunan Evelina yang bersusaha masuk ke dalam kabut dimensi astral. Sudah lama sekali ia tidak melakukannya, tetapi cukup membantu memilih kamar yang tidak terlalu ramai. Sebab, Evelina masih belum menerima kemampuannya secara lapang d**a, meskipun sesekali ia sering menggunakannya dalam berbagai kegiatan.
“Gue di lantai 2 aja, Zaf,” pinta Evelina memilih kamar yang ternyata sesuai dengan perkiraan.
Selepas itu, keempatnya pun berpisah dengan memilih kamar masing-masing. Tentu saja Evelina yang menaiki anak tangga satu per satu tampak mengitari pandangannya pada lantai 2. Ia melihat lantai kosong tersebut dengan mengangguk beberapa kali, ternyata hanya ada sofa panjang dengan bagian tengahnya tampak sangat luas.
Namun, Evelina belum menyadari kehadiran sesosok tidak kasat mata. Sepertinya mereka sudah jera ketika menyadari dirinya tidak menanggapi para sosok tersebut. Sampai langkah kaki gadis itu berhenti spontan ketika melihat sesosok hantu nonik belanda yang tinggi semampai berdiri tepat di hadapannya.
Evelina terpaku sesaat, kemudian melewatinya begitu saja menembus hantu nonik tersebut yang menatap tidak percaya. Akan tetapi, nonik belanda itu tidak jera begitu saja, ia langsung menatap Evelina dengan lekat-lekat berusaha mencari pupil mata tersebut agar menatap dirinya penuh.
Sayangnya Evelina yang lebih andal dalam menangani hantu jahil pun tampak acuh tak acuh. Gadis itu tetap meneruskan langkah kaki menuju kamar kosong nan rapi agar ia tidak lagi membersihkannya.
Dan benar saja, setelah mengitari sekitar empat kamar tidur kosong Evelina pun menjatuhkan pilihan pada kamar yang berhadapan langsung dengan hamparan kebun luas di belakang bangunan vila.
Sebenarnya bisa dikatakan Evelina sangat takut untuk menjatuhkan pilihannya pada kamar tersebut, tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain. Karena tubuhnya benar-benar lelah untuk diajak berkompromi membersihkan kamar.
Bahkan tepat memasuki kamar, Evelina langsung menjatuhkan tubuhnya begitu saja dan bersiap menuju alam mimpi. Entah kenapa tubuhnya benar-benar lemas seakan tidak bertenaga. Membuat gadis itu tidak sampai menunggu lama telah masuk ke dalam alam mimpi yang sama sekali tidak terduga. Benar-benar menyebalkan sampai Evelina tidak mempunyai pilihan lain, selain mengikutinya hingga dirinya bisa kembali ke alam nyata membawa sebuah pengalaman aneh.