Saat Evelina dan The Handsome Guy makan malam, tiba-tiba mereka dikejutkan untuk segera berkumpul mengemasi semua barang bawaan untuk langsung kembali malam itu pula.
Sontak suasana penuh tanda tanya membuat banyak murid SMA Catur Wulan benar-benar dibuat kalang kabut. Kebanyakan dari mereka untungnya tidak terlalu membawa banyak barang, kecuali para perempuan centil yang sekarang banyak mengeluh.
Seluruh barang bawaan SMA Catur Wulan pun dikumpulkan di vila yang dihuni oleh Evelina dan The Handsome Guy. Membuat vila tersebut dipenuhi oleh banyak orang yang masih kebingungan dengan situasi mendadak, termasuk Evelina yang sibuk membersihkan makan malam di dapur.
Sedangkan The Handsome Guy meng-handle seluruh situasi di luar agar lebih terorganisir. Tentu saja Jordan yang lebih banyak diam hanya menyuruh para perempuan meletakkan barang bawaannya dengan baik, lalu Reyhan dan Zafran memberikan banyak pengarahan.
Di saat sibuk membantu Pak Handiarto melakukan pengumpulan para perempuan, Jordan yang menyadari Evelina tidak kunjung keluar pun merasa penasaran. Lelaki berwajah dingin nan cuek itu tampak melenggang masuk untuk mencari seorang gadis yang ternyata tengah berdiri mematung menghadap pintu belakang.
“Eve, lo ngapain di situ? Ayo, burun kemasin barang dan kumpul di luar!” ajak Jordan belum menyadari keanehan yang terjadi.
Sampai beberapa saat kemudian, Jordan yang merasa tidak ada jawaban dari gadis itu pun melangkah mendekat. Lalu, menyentuh pundak Evelina yang terasa kaku membuat lelaki itu mengernyit penasaran.
“Eve!” panggil Jordan menepuk lembut pundak gadis itu.
Evelina yang tersadar pun langsung membalikkan tubuh menatap Jordan dengan mata melebar sempurna.
Tentu saja mendapat tatapan seperti itu membuat Jordan mengernyit bingung, lalu mengibaskan telapak tangannya tepat di hadapan Evelina yang terlihat aneh.
“Lo kenapa, Ve?” tanya Jordan mendadak khawatir.
“Jo … lo tahu apa yang barusan gue lihat?” Evelina menatap kosong dengan kesedihan yang mendalam.
Jordan masih tidak mengerti dengan perkataan gadis di depannya pun hanya mengernyit dalam-dalam, lalu menyentuh kening Evelina yang ternyata masih tetap. Menandakan gadis itu tidak sakit seperti dugaannya.
“Lo lihat hal aneh lagi?” tebak Jordan dengan merendahkan suaranya agar tidak terdengar keluar, sebab sampai hari ini Evelina masih belum bisa mengungkapkan yang sejujurnya pada siapa pun. Gadis itu jelas memerlukan waktu untuk menerima kenyataan sekaligus menyadari hidupnya mulai berbeda dengan yang dulu.
“Iya,” jawab Evelina terlalu pelan sampai terdengar seperti sebuah bisikan lemah.
Jordan mengembuskan napasnya panjang. Ia tidak tahu apa yang sudah dilihat oleh Evelina, tetapi hatinya mengatakan bahwa gadis itu sangat terkejut sampai tidak bisa berkata-kata sama sekali.
Melihat hal tersebut, Jordan pun menarik tubuh Evelina masuk ke dalam pelukan hangatnya. Memberikan kekuatan tak kasat mata pada satu-satunya gadis yang tidak berani dekat dengan sahabatnya sendiri, Zafran. Padahal Evelina bisa saja mengikuti The Handsome Gut untuk mendapat perlindungan, tetapi gadis itu memilih untuk mencari aman dibandingkan perlindungan yang terkadang malah membawa banyak masalah.
Awalnya Evelina sedikit terkejut dengan tindakan Jordan yang tiba-tiba memeluk tubuhnya begitu saja, tetapi gadis itu merasa sedikit tenang. Membuat Evelina tidak dapat dipungkiri bahwa Jordan bisa menenangkan dirinya sama seperti Zafran lakukan ketika gadis itu dalam keadaan kalut.
Selama berpelukan beberapa saat, Evelina pun mengendurkan tangannya dan menatap Jordan sembari tersenyum manis. Ia kembali bertingkah seakan tidak terjadi apa pun, lalu menghela napas panjang.
“Apa yang terjadi di depan, Jo? Kita mustahil pulang sekarang, ‘kan?” tanya Evelina kembali fokus pada kenyataan. “Lagi pula sekarang langit semakin gelap dan seluruh jadwal kita di sini belum terselesaikan. Rasanya enggak mungkin hiking tahun ini berantakan dibandingkan sebelumnya.”
“Gue juga kurang tahu, Ve. Tapi, yang jelas seluruh anak-anak udah ngumpul di depan. Jadi, sesuai instruksi Pak Han juga kalau kita pulang sekarang atau besok pagi,” jawab Jordan menggeleng pelan.
Sejenak Evelina terlihat memikirkan sesuatu. Sebenarnya masalah ini sudah menjadi bayangannya selama pertama kali menginjakkan kaki. Entah kenapa Evelina selalu merasa cemas yang berlebihan sampai terkadang ia sulit membedakan antara kenyataan dan khayalan.
“Gue takut kalau kita maksa pulang ke Jakarta sekarang masalah akan semakin runyam,” gumam Evelina penuh kekhawatiran, lalu menatap penuh ke arah Jordan. “Lo tahu di mana Bu Liane?”
“Bu Liane?” beo Jordan dengan kening yang berkerut dalam. “Gue rasa lagi ngarahin anak perempuan yang masih ada di vila untuk segera berkumpul. Karena sampai hari ini Dara sama Mesya belum juga ditemukan. Jadi, sesuai pantangan yang ada kita semua harus balik ke Jakarta, Ve. Memang udah sesuai perjanjian kemarin.”
Ini kali pertama Jordan hampir mengatakan sebanyak satu paragraf penuh dalam membicarakan apa yang telah terjadi. Mungkin dibandingkan sebelum yang hanya sepatah dua patah kata saja. Sampai rasanya Evelina ingin mengajarkan lelaki itu berbicara dengan banyak kosa kata agar lebih bermanfaat ketika digunakan.
“Tapi, Jo, gue baru dapat pandangan dari Nonik yang kalian lihat kemarin kalau kita akan semakin mendapat masalah. Karena di luar gelap dan enggak mudah jalan kaki menuju jalan besar. Apalagi rombongan kita banyak dan enggak semua bisa diawasi dengan baik,” balas Evelina sedikit masuk akal.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan di luar benar-benar gelap dan jarak penglihatan mereka jelas sangat pendek. Itu pun akibat sinar dari senter maupun lampu timar yang berada di tangan masing-masing kelompok.
“Apa yang lo bilang memang benar, Ve. Tapi, semua kembali pada situasi sekarang mungkin enggak memumpuni lagi untuk tetap tinggal. Bahkan kepala desa juga sepertinya enggak keberatan kita balik sekarang.” Jordan mengangguk beberapa kali menatap Evelina yang masih keras kepala.
Namun, gadis itu tetap pada pendiriannya pun melenggang keluar membuat Jordan melebarkan matanya panik sekaligus terkejut. Lelaki itu jelas khawatir jika Evelina mengekspose dirinya sendiri sebagai anak indigo yang mungkin akan membawa banyak bencana.
“Ve, lo jangan keras kepala! Ini semua permintaan Zafran untuk lo jangan ikut campur dulu. Ingat, semakin lo keras kepala begini, maka semakin terancam keberadaan lo. Karena enggak akan ada anak SMA Catur Wulan yang bakalan nerima lo dengan baik. Bahkan sebelum lo dikenal sebagai indigo udah mendapat sambutan yang kurang hangat,” tutur Jordan setengah mengomel akan kekesalannya pada Evelina yang selalu melakukan semua tindakan tanpa ragu.
“Ingat, Ve, keberadaan lo masih dalam pengawasan Zafran! Jadi, jangan sampai dia balik ke sini lo malah membuat situasi semakin runyam. Bahkan menyusahkan kedua orang tua lo yang jelas-jelas mencari uang,” lanjut Jordan ada benarnya membuat Evelina spontan menutup mulutnya rapat.