91. Jangan Cemburu Dengan Sahabat Sendiri

2016 Words
Kini tibalah saatnya Evelina yang memang tidak memiliki kegiatan langsung menemani Reyhan. Mereka berdua melangkah secara bersamaan mengelilingi pusat perbelanjaan yang lumayan ramai. Evelina tampak membawa ransel mungil di punggungnya pun membeli beberapa pakaian casual yang menarik. Ia sengaja tidak menuju toko branded, sebab Reyhan yang sudah tidak sabar membeli permainan rilisannya itu berkali-kali mengingatkan Evelina agar tidak terlalu banyak membeli. Akhirnya, mereka berdua pun sampai di lantai 2 pusat perbelanjaan yang penuh dengan aneka macam alat game, baik itu televisi besar maupun stick untuk menjalakan permainannya. Sejenak Evelina menatap seluruh toko dengan wajah terkagum-kagum, sebab ini kali pertama dirinya datang mengunjungi lantai yang hanya menjadi tempat melintasnya saja. Selain memang tidak ada yang mau dibeli, Evelina memang jarang sekali menemani Zafran ketika lelaki itu hendak membeli apa pun yang berhubungan dengan seorang lelaki. Karena selama ini Zafran selalu meminta ditemani oleh Adzran ketika sedang luang. Sampai langkah kaki Reyhan terhenti di toko yang lumayan tertutup membuat lelaki itu menggosokkan kedua tangannya sesaat, lalu membuka pintu dengan diikuti Evelina di belakangnya. Kedatangan mereka berdua disambut oleh seorang lelaki tampak berkacama tinggi yang jambul panjangnya terkuncir oleh karet berwarna hitam. Lelaki dewasa dengan wajah khas gamer itu membuat Evelina mengangguk-angguk mengerti, ternyata orang yang berkacamata tidak selamanya culun. “Bang, game udah rilis, ‘kan?” tebak Reyhan mulai mengutarakan urusannya. Sedangkan Evelina yang merasa tidak memiliki urusan mendengarkan percakapan lelaki itu pun memilih melangkah ke tempat lain. Ia hendak melihat-lihat seisi toko yang ternyata dipenuhi oleh alat aneh. Membuat Evelina menggeleng tidak percaya. Sampai tak lama berada di dalam toko, Reyhan pun kembali keluar membawa paper bag di tangannya. Lelaki itu tampak tersenyum bahagia membuat Evelina berada di sampingnya menggeleng tidak percaya. “Senang, Rey?” tanya Evelina setengah menyindir melihat ekspresi tersenyum Reyhan yang tidak kunjung luntur. “Jelas! Ini stok terakhir, untung aja gue masih kebagian,” jawab Reyhan tersenyum bersemangat. “Oh ya, habis ini lo mau ke mana lagi?” Evelina menggeleng pelan, lalu memperlihatkan barang bawaannya yang lumayan banyak. “Langsung pulang aja, gue juga udah kebanyakan barang. Untung lo mau disuruh bawa mobil. Kalau pakai motor gue enggak yakin.” Sebenarnya ketika hendak berangkat tadi, memang terjadi negosiasi antara Reyhan dan Pak Jafra yang merasa kurang yakin membiarkan lelaki itu membawa Evelina menggunakan motor besarnya di tengah malam. Apalagi tujuan mereka yang berada di pusat kota membuat rasa tidak aman Pak Jafra semakin terasa. Karena kalau menggunakan mobil memang jauh lebih aman, selain itu Evelina akan tetap terjaga dari angun malam. “Benar. Apa yang dibilang Pak Jafra selalu benar, kalau lo ternyata gampang khilaf beli banyak barang,” balas Reyhan setengah menyindir sampai matanya tiba-tiba terhenti pada salah satu restoran yang tidak terlalu ramai. “Makan malam dulu yuk! Gue enggak tega ngembaliin lo ke rumah dengan perut lapar. Nanti uring-ringan sama Pak Jafra.” “Enak aja!” ketus Evelina tidak suka, lalu menuruti langkah lelaki itu yang memasuki restoran. Sejenak mereka berdua memilih beberapa menu makan malam yang tidak terlalu banyak. Kemudian, di susul beberapa penutup dan minuman dalam pencatatan dengan baik. Sampai Evelina merasa makan malam sudah pas dan menyudahi pemesanannya. Selesai memesan dan wanita pelayan tersebut pergi, kini Reyhan terlihat menatap layar ponselnya yang belum menampilkan balasan pesan dari Yeoso. Membuat lelaki itu spontan mengembuskan napasnya panjang. “Kenapa? Yeoso belum balas pesan lo?” tanya Evelina tertawa pelan sembari membereskan barang belanjaannya dengan sebagian dimasukkan dalam satu tempat yang sama agar tidak terlalu banyak. “Iya,” jawab Reyhan mengangguk pelan. “Sabar aja, tadi dia juga enggak istirahat bareng gue gara-gara tugas Pak Han.” Sejenak perkataan itu pun membuat Reyhan mengingat pada perseteruan antara Evelina dan Zafran yang ternyata masih berlanjut cukup lama. Bahkan mereka berdua tidak terlihat saling bertegur sapa sejak insiden Azalia dan Daneen. “Ve, gue mau tanya sama lo. Tapi, lo jangan marah, ya?” celetuk Reyhan mendadak membuat Evelina merasa curiga. “Mau tanya apa? Masalah Zafran lagi? Gue udah cerita semuanya sama Jo,” balas Evelina menggeleng tidak percaya. Reyhan tampak mengernyitkan kening penasaran. “Memangnya lo berdua sama Yeoso ngapain di kantin? Kok bisa enggak misahin Azalia sama Daneen?” “Kenapa lo enggak tanya Yeoso sendiri?” tanya Evelina balik. “Gue udah nanya kemarin, tapi pengen versi dari lo juga,” jawab Reyhan tersenyum kecut. “Oke, gue ceritain!” pungkas Evelina mengembuskan napasnya panjang dan mulai menceritakan apa yang seharusnya lelaki itu ketahui. Kali ini memang sedikit lebih berbeda, karena Evelina menceritakan Yeoso yang ikut terseret dalam masalah ini. Padahal sebenarnya gadis itu tidak mengetahui apa pun. Penuturan dari Evelina pun sukses membuat Reyhan mengernyit tidak percaya. Tentu saja lelaki itu sudah menduga hal seperti ini akan terjadi, terlebih tingkah Azalia sejak menjadi murid baru memang patut dicurigakan. Karena gadis itu tidak langsung mencari teman perempuan yang bisa diajak bekerja sama, melainkan Azalia lebih memilih mendekati dirinya dan Zafran. Hanya saja sikap Azalia memang lebih dominan ke arah Zafran yang kemungkinan besar menjadi incaran gadis itu. “Sebenarnya gue juga agak curiga sama Azalia, karena selama ini dia kelihatan aneh aja sikapnya sama Zafran. Ternyata untuk semua ini,” ungkap Reyhan mengembuskan napasnya panjang. “Pantas aja lo sedikit enggak suka sama dia, Rey,” sahut Evelia tersenyum tipis menyadari sikap ketidaksukaan lelaki di hadapannya yang awalnya tidak beralasan. Reyhan mengangguk singkat. “Gue itu mampu melihat siapa pun dari karakternya, sama seperti lo yang menjadi bagian dari Zafran, tetapi masih bisa dekat dengan kita bertiga. Bukan karena gue melihat lo bersahabat dengan Zafran, melainkan ada di dalam diri lo sebuah ketulusan dalam pertemanan. Karena gue bukanlah orang yang tipikal diajak nongkrong, lalu dekat dan dipacari. Jelas rasanya canggung dan kebanyakan milih untuk keluar.” “Tapi, enggak sampai benci juga, ‘kan, Rey? Gue takutnya hubungan lo sama Yeoso ikut kena. Apalagi Azalia belum tahu hubungan percintaan lo. Takutnya kalau sampai tahu, kemungkinan besar bisa seperti gue. Retak tanpa tahu sebabnya.” ** Selesai makan malam, Evelina dan Reyhan pun memutuskan untuk pulang. Namun, saat keduanya menuju basement mengambil mobil yang terparkir tiba-tiba pandangan salah satu dari mereka berdua terhenti pada seorang gadis baru saja turun dari mobil. Hal tersebut membuat Evelina yang menyadari seseorang di hadapannya mengernyit penasaran, lalu memanggil, “Yeoso!” Mendengar seseorang yang memanggil namanya, gadis cantik bergaun biru manis itu pun mengangkat kepala dan tersenyum lebar melihat Evelina, kemudian mengernyit bingung mendapati Reyhan di sampingnya. “Sedang apa kalian berdua di sini?” tanya Yeoso menatap satu per satu dari keduanya, Evelina dan Reyhan. Akan tetapi, ekspresi gadis itu bukan terlihat cemburu, melainkan lebih ke arah bingung. Karena ia memang tidak pernah mendapati Evelina jalan bersama Reyhan, kecuali Zafran dan Jordan yang memang beberapa kali pergi akibat tugas dari OSIS. “Eve nemenin aku beli game,” jawab Reyhan memelamkan kata akhir membuat Evelina menoleh dengan kening berkerut bingung, tetapi gadis itu tidak mengatakan apa pun karena ia sudah bisa menebak apa yang menjadi ketakutan lelaki di sampingnya. Sedangkan Evelina yang mengetahui situasi pun langsung menyela, “Lo enggak akan cemburu gue jalan sama Rey, ‘kan?” Yeoso tersenyum geli, lalu menggeleng pelan. “Mana ada! Ya enggaklah, gue juga tahu lo sama The Handsome Guy itu dekat sebagai sahabat. Lagi pula tipikal orang pendiam seperti lo mana mungkin mau diajak pergi kalau enggak terpaksa.” “Sayang, kamu nyindir aku, ya?” keluh Reyhan melebarkan matanya terkejut melihat sang kekasih lebih mendukung Evelina dibandingkan diri. “Enggak, cuma aku bicara fakta aja,” balas Yeoso tersenyum gemas, lalu menarik hidung kekasihnya sedikit keras sampai sang pemilik mengaduh kesakitan. Evelina memutar bola matanya malas, lalu berkata membuat Yeoso kembali fokus, “Yeoso, lo datang ke sini rapi banget mau ngapain? Tadi pesan lo ditungguin sama Rey, keluar malah ketemu di sini.” “Ponsel gue rusak sama anaknya tamu Papah, jadi sekarang mau beli dulu,” balas Yeoso mengembuskan napasnya berat sembari memperlihatkan layar ponsel yang sudah tidak lagi terbentuk seakan baru saja tertimpa berton-ton beratnya. Evelina mengernyit bingung. “Kok bisa sampai seperti ini? Diapain sama dia?” “Biasalah anak nakal, mau gimana lagi kalau ngamuk? Ya ambil barang di sekitar.” Yeoso tersenyum kecur, lalu menatap ke arah paper bag bawaan gadis cantik di hadapannya. “Lo habis belanja, ya? Beli apa aja?” “Beli banyak baju sama celana, karena gue udah lama banget enggak ke sini.” “Temani gue lagi yuk beli ponsel!” pinta Yeoso memeluk lengan Evelina berusaha merayu agar mau mengikuti dirinya. Evelina mengernyit bingung, lalu menatap ke arah Reyhan yang mengangguk pelan. “Kenapa enggak minta sama Rey aja? Gue mau pulang.” Yeoso menggeleng keras, lalu berusaha memasang ekspresi menggemaskan agar gadis yang ada di pelukannya mau menuruti permintaan. “Gue mau sama lo aja, Ve. Kalau Rey enggak yakin pilihannya bagus.” “Bukankah selesai lelaki itu bagus, ya?” “Iya, itu kalau Zafran yang milih buat lo. Tapi, ini Reyhan. Astaga, Reyhan yang mana paham sama ponsel.” Mendengar sindiran dari kekasihnya sendiri membuat Reyhan ikut meringis pelan. Sebenarnya memang lelaki itu bisa dikatakan lebih memikirkan spesifikasi ponsel dibandingkan wujudnya cantik atau tidak. “Memang kalian berdua pernah beli apa sampai enggak mau ditemenin lagi?” tanya Evelina mengernyit bingung. “Waktu itu gue pernah minta temenin beli laptop. Alhasil kita muterin satu lantai cuma buat balik lagi ke toko yang pertama,” jawab Yeoso memutar bola matanya kesal. “Untung aja pencariannya diselingi sama nonton dan kencan. Mungkin kalau benar-benar nyari doang gue lebih baik pulang dibandingkan harus menanggung malu.” Mendengar perkataan itu, Evelina pun tidak bisa menyembunyikan tawa gelinya. Ia bukan mentertawakan bagaimana proses menemukan laptop tersebut, melainkan ekspresi Yeoso yang benar-benar menarik. Sampai cerita yang tidak terlalu asyik itu bisa menjadi menyenangkan. Sedangkan Reyhan yang menjadi objek sindiran hanya bisa memerah menahan malu. Bahkan sesekali lelaki itu meringis pelan, karena apa yang dikatakan kekasihnya memang benar. Setelah itu, ketiganya pun kembali memasuki pusat perbelanjaan yang menjadi lebih ramai. Kebanyakan dari mereka tampak berpasang-pasangan sama seperti Reyhan dan Yeoso. Namun, sayang sekali keduanya tidak bergandengan mesta, melainkan Yeoso yang terus memeluk lengan Evelina dan sesekali menunjuk ke arah penjual perhiasan pernak-pernik. Ketiganya menaiki eskalator menuju lantai 3 khusus penjual ponsel dengan berbagai macam merk. Akan tetapi, pilihan Yeoso langsung mengarah pada merk ponsel lamanya yang cukup terkenal. “Mau beli yang sama lagi atau terbaru?” tanya Evelina lembut sembari memasuki toko yang dijaga oleh sekitar tiga wanita cantik dengan dua pria tampan tengah sibuk memperkenalkan satu per satu ponsel pilihan buyer. “Kalau speknya enggak jauh mendingan yang sama, karena gue udah incar terbaru dan sayangnya belum sampai di Indo,” jawab Yeoso mengembuskan napasnya panjang melihat beberapa ponsel yang berada di meja display. Seorang wanita cantik berhijab tampak mendekat sembari tersenyum ramah, lalu berkata, “Ada yang bisa saya bantu, Kak? Mau ponsel seperti apa? Kita ada yang terbaru dan lama.” Sejenak Yeoso mengabaikan perkataan pegawai yang ada di hadapannya membuat Evelina mengangguk singkat. Ia memang tidak bisa mengabaikan perkataan siapa pun, terlebih dari seseorang yang ada di depannya. Mengingat mereka sudah bekerja keras sejak pagi. “Ini ponsel lama lo, bukan?” tanya Evelina mengernyit sesaat melihat ponsel berwarna ungu cantik yang sama persis dengan milik Yeoso. “Iya, tapi ada yang lebih terbaru lagi enggak?” jawab Yeoso mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah pegawai yang mengikuti mereka. Ketika kedua gadis itu sibuk memilih ponsel, lain halnya dengan Reyhan yang menunggu di pinggir toko. Lelaki tampan dengan wajah memesona itu tampak tidak tertarik untuk bergabung bersama kedua gadis cantik di dalam. “Untuk yang terbaru sudah ada, Kak. Tapi, hanya dibedakan kamera, dan penyimpanannya saja. Apa mau tetap diambil?” tanya sang pegawai toko tersenyum lebar yang begitu manis. “Boleh dilihat dulu, Kak? Kalau menarik bisa dibeli,” jawab Yeoso mengangguk singkat. Kemudian, sang pegawai itu pun melenggang pergi meninggalkan kedua gadis cantik yang terlihat sibuk menatap ke arah berbagai ponsel keluaran terlama. Bahkan di jejeran ponsel tersebut ada beberapa yang mirip dengan milik Evelina membuat gadis itu tersenyum gemas melihatnya. Sebab, Evelina merasa seperti dirinya hendak membeli ponsel baru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD