Berita hilangnya Dara dan Mesya membuat hampir seluruh penduduk mengerahkan segala tenaga. Semua ini berkat tetua adat yang memberikan seluruh pengumuman untuk penduduk membantu pencarian, karena mereka memiliki sebuah pantangan besar.
Salah satunya adalah ketika seseorang yang menghilang sudah masuk hari ketiga, maka keluarga harus mengikhlaskannya. Namun, kali ini Dara dan Mesya sudah menghilang selama satu hari membuat seluruh penduduk melakukan pencarian pada tempat-tempat diperkirakan rute perjalanan dua gadis itu.
Tentu saja teman sekelompok Dara dan Mesya tidak luput dari mengikuti pencarian. Mereka semua benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk melakukan pencarian.
Sayangnya Evelina dan The Handsome Guy tidak bisa mengikuti pencarian lagi. Keempatnya masih berada di rumah kepala desa dengan bersama tetua adat untuk menyembuhkan Reyhan. Bahkan lelaki berwajah senja itu tampak sama sekali tidak terusik akan keberadaan Evelina.
“Kakek, mengapa pencarian terus dilakukan, tapi tidak pernah membuahkan hasil?” tanya Zafran penasaran.
Kini mereka semua telah berada di teras rumah sembari menikmati teh buatan Evelina, sedangkan Reyhan yang sudah sadar pun belum diperbolehkan untuk bangkit dari tempat tidur pun masih berada di dalam kamar.
“Sebenarnya pencarian kali tidak bisa mengandalkan hasil, karena teman kalian memiliki kepribadian yang kurang baik,” jawab tetua adat dengan tersenyum penuh misteri.
Evelina yang kebetulan mendengar jawaban itu ketika hendak mendudukkan diri pun langsung merasa penasaran. Entah kenapa hatinya mengatakan sesuatu telah terjadi di masa lalu membuat desa tersebut diselimuti banyak hal mistis.
“Kakek, apa kejadiannya sama seperti yang kita alami?” tanya Jordan yang mendadak ingin mengikuti perbincangan. Padahal biasanya lelaki itu tampak acuh tak acuh dan lebih memilih untuk diam mendengarkan sahabatnya.
“Kurang lebih Nak Eve memiliki kemampuan istimewa, jadi mereka yang tidak terlihat langsung segan,” jawab tetua adat tersenyum penuh makna, lalu menatap Evelina lembut. “Jangan berusaha menutupinya lagi, ya, Nak Eve. Karena kejadian ingin harus menjadi sebuah pelajaran agar lebih menghargai kemampuan dibandingkan merasa takut dinilai aneh oleh orang lain.”
Evelina meringis pelan, lalu mengangguk beberapa kali. “Sebenarnya bukan ingin menutupi, Kakek. Hanya saja terkadang Eve merasa kemampuan ini akan menakuti banyak orang. Apalagi Eve tinggal di kota yang jarang sekali orang mempercayai hantu.”
Mendengar hal tersebut, Zafran menggeleng tidak percaya. “Jangan bohong, Ve. Kakek tahu lo enggak mau dipandang aneh sama anak-anak di sekolah.”
Sontak perkataan itu pun membuat Evelina mendelik penuh peringatan ke arah Zafran yang benar-benar menyebalkan. Membuat gadis itu merasa dikhianati oleh seorang sahabat. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa tetua adat menjadi paham bahwa Evelina bukanlah gadis yang manja hingga mengatakan seluruh masalahnya dengan mudah.
“Tidak apa-apa. Kakek yakin Nak Eve bisa melewati semuanya dengan mudah. Lagi pula sekarang Nak Eve sedang mempersiapkan diri untuk menyambut suasana baru tepat kembali dari sini,” bela tetua adat tersenyum lembus khas orang lanjut usia yang begitu perhatian.
Setelah itu, keadaan pun kembali hening dengan suasana canggung menyelimuti mereka. Memang tepat menyelesaikan perbincangan masalah Eve, mereka kompak terdiam membuat Zafran mengmbuskan napasnya panjang.
“Kakek, sebenarnya apa yang terjadi dengan desa ini? Mengapa banyak sekali larangan dan kejadian aneh?” tanya Zafran yang memiliki banyak mental hingga berani mempertanyakan hal tersebut kepada sang tetua langsung.
Tetua adat tampak menatap Zafran tanpa ekspresi, kemudian menoleh ke arah pohon yang diselimuti kain putih. Entah sudah berada hari berada di sana membuat arah pandangan Evelina dan The Handsome Guy mengikuti tetua adat tersebut.
Namun, di benak mereka timbul banyak pertanyaan. Bahkan tidak dapat dipungkiri Evelina yang ikut memperhatikan pun melihat bayangan hitam aneh menyelimuti pohon tersebut. Membuat kening gadis itu berkerut bingung sekaligus penasaran.
“Apa yang Nak Eve lihat?” tanya tetua adat dengan tersenyum penuh arti.
Tanpa menoleh sedikit pun, Evelina menjawab, “Bayangan hitam aneh yang terlihat menyelimuti pohon tersebut. Tapi, Eve … melihat tidak hanya satu bayangan, melainkan sekitar tiga … atau empat.”
Jawaban tersebut membuat Jordan dan Zafran kompak menatap ke arah Evelina yang terlihat mengernyitkan keningnya, seakan gadis itu tengah berpikir keras masalah penglihatan anehnya.
“Iya, benar. Bayangan hitam itu ada empat.” Tetua adat tersebut tersenyum senang. “Mereka semua adalah keluarga dari vila yang kalian tempati.”
“Maksud Kakek … apa yang mereka lakukan sampai dikurung seperti itu?” tanya Zafran bingung.
Tetua adat tampak mengembuskan napasnya panjang, lalu menjawab, “Kalau mereka dilepaskan akan sangat berbahaya. Tapi, entah kenapa sudah beberapa hari ini bayangan itu semakin kuat, seakan ada seseorang yang membuatnya semakin ingin balas dendam.”
“Jadi, mereka adalah hantu balas dendam?” pungkas Jordan menatap penuh perhatian ke arah pohon yang ditutupi kain putih polos.
Suasana sekitar pun mendadak panas-dingin membuat Evelina mengepalkan tangannya. Kemudian, mengambil segelas teh hangat yang tinggal setengah dan meneguknya dengan tergesa-gesa.
Tetua adat yang menyadari perubahan udara di sekitarnya begitu cepat pun langsung menahannya menggunakan mantra. Lelaki dengan wajah keriput khas senja mulai memejamkan mata membuat suasana kembali terasa hangat.
Tentu saja hal tersebut membuat Jordan dan Zafran yang merasakan perubahan suasana begitu cepat mulai mengerti di sekitarnya benar-benar bisa dikatakan cukup menegangkan sekaligus bisa membahayakan siapa pun.
“Kakek, kenapa tadi suasana sedikit aneh?” tanya Evelina ketika perasaannya jauh lebih tenang.
“Para bayangan hitam itu merasakan gejolakan emosi yang lebih besar, tapi sampai hari ini Kakek belum bisa menemukan apa yang membuat sesosok itu merasa terintimasi. Sehingga kalian berempat harus tetap berada di sini,” jawab tetua adat begitu misterius.
Hal yang masih banyak tanda tanya benar-benar membuat Evelina tidak mengerti. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa gadis itu hampir tidak pernah mempelajari mengenai sosok yang selama ini menjadi teman. Bahkan Evelina hampir melupakan rasanya menjadi indigo kalau tidak datang ke tempat yang kini benar-benar menyiksa Evelina secara perlahan. Hingga mau tidak mau ia mempelajari semuanya dari awal.
“Gue jadi penasaran,” gumam Zafran menatap ke arah Jordan dan Evelina yang ikut saling perpandangan. “Apa semua yang terjadi sekarang itu ulah mereka juga?”
Namun, semua tidak ada yang mengetahuinya dengan jelas. Apakah yang dikatakan Zafran memang benar atau salah. Akan tetapi, untuk sekarang semua masih dalam tanda tanya besar.