Ruang Rahasia

1468 Words
Suara teriakan Gaby tak lagi terdengar begitu pula dengan suara gedoran pintu yang cukup lama membuat keributan di mansion mewah itu. Gaby menjauh dari pintu ruang kamar itu dengan tubuhnya yang masih tak berpakaian setelah selimut tebal lepas akibat pergumulannya bersama Henry disana. “Ck, pakaianku pasti tertinggal di kamar hotel semalam!” Gaby menggerutu seraya melangkah menghampiri sebuah lemari besar yang berisikan pakaian pria dan tentunya semua itu milik Henry. Gaby mengambil satu kemeja secara acak dari dalam lemari itu, lalu memakainya. Kemeja tersebut tampak kebesaran ditubuhnya, namun ia tak perduli asalkan dirinya tak lagi membalut tubuhnya dengan menggunakan selimut apalagi sampai tak mengenakan apapun. Krruuccuukk…. Krruuuukk…. “Ah, perutku lapar sekali!” Gaby merasakan perih diperutnya karena kelaparan. “Huh, pria gila itu mengurungku di dalam kamar ini tapi dia tidak memberiku makan, dia pasti ingin menyiksaku sampai aku mati disini….” Gaby menggerutu sendirian di dalam kamar sembari duduk di sisi ranjang dan menghadap kearah pintu yang sengaja di kunci dari luar, lalu tak lama kemudian Gaby beranjak dari ranjang untuk menghampiri jendela dan melihat keluar. “Wow, luas sekali!” Gaby berdecak kagum melihat halaman depan yang cukup luas, bersih serta tertata dengan rapi dan diperindah dengan tanaman bunga yang bermekaran. Dari sudut jendela itu Gaby dapat melihat para pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mereka disana dan pandangan Gaby pun tertuju kearah beberapa pria berbadan tegap yang mengenakan setelan jas berwarna hitam. “Siapa sebenarnya pria gila itu? Begitu banyak pengawal yang menjaga kediamannya!” tanya Gaby mulai penasaran mengenai jati diri Henry yang membawanya ke mansion mewah itu. Seketika saja sosok Henry mempermainkan pikirannya. Di dalam ingatannya, Gaby membayangkan sosok pria yang menunjukkan tubuh kekar yang dipenuhi kissmark serta luka cakaran. Gaby pun lantas membayangkan bagaimana dirinya melewatkan malam panas yang penuh gairah bersama Henry semalaman. “Bagaimana bisa aku jadi seliar itu?” wajah Gaby memerah dan segera menghapus pikiran mesumnya. “Itu pasti karena efek obat yang dicampurkan Lizzie ke dalam minumanku!” Gaby terus bergumam sendirian dengan sorot matanya yang terus menatap keluar sehingga membuat dirinya tidak menyadari bahwa Henry sudah berdiri tepat dibelakangnya. “Kau tidak pernah merasakannya bersama suamimu!” bisik Henry di telinga Gaby. “Tentu saja tidak pernah karena Matthew sedikit membosankan di ranjang….” tanpa sadar Gaby membalas bisikan Henry dengan gumamannya, lalu setelah menyadari bahwa ada seseorang dibelakangnya, Gaby pun segera membalikkan tubuhnya. “Pantas saja kau sangat liar semalam, kau bahkan tidak berhenti menjerit keenakan saat kau mencapai-” “Tutup mulutmu!!!” Gaby memekik kesal lantaran merasa malu dengan semua kalimat yang lolos begitu saja dari mulut Henry. Henry menanggapi kekesalan Gaby hanya dengan seringai kecil yang tercipta di sudut bibirnya, ia menatap wajah Gaby yang sudah merah padam karena kesal dan bercampur dengan rasa malu. Tok! Tok! Tok! “Masuk!” seru Henry ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Lucas masuk ke kamar itu bersama dengan beberapa pelayan wanita yang tampak membawa perlengkapan wanita seperti pakaian indah, tas branded, sepatu bermerk juga perhiasan mewah. Semua barang-barang mahal yang mereka bawa masuk ke dalam kamar itu sengaja disiapkan untuk Gaby, namun bukannya terpukau dengan semua barang-barang tersebut Gaby justru menciptakan raut wajah yang tak senang. “Aku tidak butuh semua ini… aku lapar!!!” teriak Gaby kesal membuat Lucas dan semua pelayan kaget. Tatapan mematikan dari Henry lantas tertuju pada kepala pelayan tersebut sehingga membuatnya gemetar ketakutan. “Cepat bawakan makanan kesini!” titah Henry kepada para pelayannya. “Tunggu!” seru Gaby mencegah para pelayan yang akan melakukan perintah dari majikan mereka. “Aku tidak terbiasa makan di dalam kamar… aku ingin makan diruang makan!” sambung Gaby dengan alibinya sembari melirik Henry yang berdiri tak jauh darinya. “Baiklah kita makan bersama diruang makan, tapi sebelum turun kau harus mengenakan pakaian yang cocok untukmu!” Henry segera meraih sebuah pakaian yang dibawa pelayan kemudian melemparkannya kearah Gaby, lalu melangkah keluar dari kamar. Tak lama kemudian setelah mengenakan pakaian pilihan dari Henry, Gaby segera keluar dari kamar menuju ruang makan dengan mengikuti seorang pelayan yang menuntunnya sampai kesana. Sampai di ruangan tersebut Gaby melihat sosok pria menyebalkan yang sedang duduk menanti kedatangannya. “Nona, silahkan duduk!” ucap Paula, si pelayan centil yang suka menggoda para pengawal dari majikannya. Gaby duduk pada kursi yang dibukakan Paula untuknya. Kursi itu berada tepat di hadapan Henry. Gaby yang sudah kelaparan langsung menyantap makanan yang disajikan untuknya. Sembari mengunyah Gaby melirik Henry yang hanya duduk menatapnya disana. “Heeemmpp!!!” Gaby memalingkan wajahnya dari pandangan Henry. “Kupikir kau tidak akan kelaparan lagi setelah menyantap tubuhku semalam!” ujar Henry lagi-lagi mengeluarkan kalimat menyebalkan dari mulutnya kepada Gaby. “Diam kau!” pekik Gaby merasa kesal bercampur malu. “Maksudmu kau ingin aku diam saja saat kau menciumiku seperti semalam?” sahut Henry dengan seringai dibibirnya sembari menatap Gaby yang tampak semakin kesal karena ucapannya. Klontang! Karena merasa begitu kesal Gaby melemparkan garpu keatas piring kemudian beranjak dari kursi, lalu melangkah hendak keluar dari ruangan itu. “Mau kemana kau? Kembali dan habiskan makananmu!” ucap Henry dengan raut wajahnya yang tampak tegang, namun enggan menoleh kearah Gaby yang baru saja menghentikan langkahnya. Sekilas Gaby melirik Henry yang sedang meraih secangkir kopi, lalu meminumnya. Tanpa berpikir panjang Gaby segera berlari keluar dari ruang makan itu mencoba untuk kabur. Mengetahui hal itu Henry hanya menghela nafasnya sejenak dan meletakkan secangkir kopi yang ia minum diatas meja kemudian dengan tenang dirinya bangkit dari kursi untuk menyusul Gaby. Mansion itu sangat luas dan banyak terdapat ruangan yang sangat asing bagi Gaby, namun meskipun begitu ia tak ingin berhenti berlari dan berusaha untuk mencari pintu keluar. “Gaby!!!” suara teriakan Henry terdengar cukup keras terdengar di telinganya pertanda bahwa posisinya tidak begitu jauh dari mafia tersebut. Gaby melihat sebuah koridor yang tampak sepi dan ia memutuskan untuk bersembunyi disana agar tidak tertangkap oleh Henry yang sedang mencarinya. Tanpa pikir panjang Gaby membuka sebuah pintu dan masuk ke dalam ruangan dimana begitu banyak senjata api berlaras panjang terpajang di setiap dinding bahkan senjata lainnya juga tersusun dengan rapi diatas meja berikut dengan pelurunya. Gaby terpental kaget sampai terduduk dilantai saat melihat semua itu. Tubuhnya gemetaran bahkan seolah tak mampu bangkit untuk keluar dari ruangan tersebut. Henry yang sedang mencari keberadaan Gaby dihampiri Dante yang sudah mengetahui keberadaan Gaby setelah melihat rekaman cctv yang terpasang di setiap sudut ruangan. “Tuan, nona ada diruang senjata.” ucap Dante kepada Henry. “Sial!” Henry tampak begitu marah dan segera menyusul Gaby. Brraaakk!!! Henry menendang pintu ruangan itu hingga terbuka lebar. Tatapan matanya yang tajam menyoroti sosok Gaby yang meringkuk dilantai sambil menangis ketakutan. “Kau benar-benar membuatku kesal!” sergah Henry segera melangkah mendekati Gaby kemudian menyeretnya keluar dari salah satu ruang rahasia miliknya. “Lepaskan aku… aku ingin pulang, aku ingin bertemu dengan suamiku!” Gaby kembali berontak, namun Henry tak perduli dan terus menyeretnya hingga kembali masuk ke dalam kamar. Kekesalan Henry semakin menjadi-jadi disaat dirinya mendengar perkataan Gaby yang ingin bertemu dengan suaminya. Henry melemparkan tubuh Gaby keatas ranjang ranjang dengan kasar kemudian menekannya disana serta mencengkeram wajahnya dengan erat. “Kau masih ingin bertemu dengan seorang b******n yang sudah menjual tubuh istrinya pada pria lain, hah?” sergah Henry tak senang. “Omong kosong!” Gaby berusaha untuk mendorong cengkeraman tangan Henry yang menyakitkan di kedua sisi wajahnya. “Kau pikir b******n itu mencintaimu? Kau bahkan tidak tau kalau b******n itu berselingkuh dengan sepupumu yang layak dijuluki sebagai w************n!” sambung Henry membeberkan kecurangan Matthew dan Laura dihadapan Gaby. “Lepaaasss….” Gaby memekik sekuat tenaga dan terus berupaya mendorong tubuh Henry yang menekannya diatas ranjang. Gaby telah kehabisan tenaganya dan memilih untuk menyerah serta menangis disana. Melihat tetesan air mata mengalir diwajah Gaby, Henry pun menghentikan tindakan kasarnya dan segera menjauh dari ranjang itu. “Sekali lagi kau berniat kabur dariku, akan kubunuh b******n itu beserta keluarganya!” Henry sempat memberikan ancaman kepada Gaby sebelum keluar dari ruang kamarnya. Henry pergi menenangkan diri diruang kerjanya setelah mengurung Gaby di dalam kamar. Rasa cemas dan amarahnya sedang berkumpul menjadi satu yang membuat akal dan pikiran Henry pun terganggu. Henry yang sangat terobsesi dengan Gaby merasa takut kehilangan dan tak ingin melihat Gaby disentuh oleh pria lain meskipun pria itu adalah Matthew yang sudah menikahi Gaby selama 5 tahun. “Aku tidak akan membiarkannya pergi dari hidupku… aku tidak ingin orang lain menyentuhnya lagi!” ucap Henry dengan tangan yang gemetar ketika meraih sebotol obat yang ia simpan di dalam laci meja kerjanya. Henry segera meminum sebutir obat penenang kemudian berdiri menatap keluar jendela untuk menepis segala keresahan yang ada di dalam pikirannya, namun tiba-tiba saja pandangannya tertuju pada sebuah taksi yang baru saja masuk ke halaman mansion mewahnya. Raut wajah Henry langsung berubah tatkala sosok wanita paruh baya turun dari taksi tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD